BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemajuan
teknologi tidak hanya membuat manusia sejahtera, tetapi meninggalkan dampak
negatif karena limbah dan pencemaran yang ditimbulkan. Industri memang
menyisakan limbah di lingkungan dan sering disebut-sebut sebagai pemasok
terjadinya pencemaran.
Limbah
adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif terhadap masyarakat
jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam
maupun hasil dari kegiatan manusia.
Berbagai
macam limbah dapat dikelola dan diolah agar tidak berbahaya bagi lingkungan
hidup. Limbah padat biasanya dapat didaur ulang
kembali agar dapat bermanfaat lagi dan digunakan untuk bahan produksi
kembali. Berbagai metode atau teknologi penanganan limbah cair pun telah banyak
dikembangkan. Untuk itu perlu adanya pengolahan limbah-limbah tersebut untuk
mengantisipasi atau meminimkan akibat pencemaran yang terjadi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari pengolahan limbah?
2.
Bagaimana cara pengolahan air limbah?
3.
Apa pengertian dari limbah B3?
4.
Bagaimana cara penanganan dan pengelolaan
limbah B3?
5.
Bagaimana cara pengolahan limbah B3?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian pengolahan limbah.
2.
Untuk
mengetahui cara pengolahan air limbah.
3.
Untuk
mengetahui pengertian limbah B3.
4.
Untuk mengetahui
cara penanganan dan pengelolaan limbah B3.
5.
Untuk
mengetahui pengolahan limbah B3.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengolahan
Limbah
Pengolahan
limbah merupakan suatu proses yang dilakukan agar dapat menghilangkan zat-zat
yang tidak di inginkan (tidak baik) yang biasanya disebut dengan kontaminan
dari air limbah. Proses yang digunakan dapat dilakukan dengan cara-cara biologis,
kimiawi maupun fisika.
Terdapat
beberapa cara pengolahan air limbah pada suatu wilayah khususnya untuk limbah
rumah tangga, fasilitas sosial maupun umum serta industri, diantaranya terdapat
6 cara yaitu dengan cara :
1.
Pembuangan dengan Sistem Pengenceran
Pada
badan air dengan permukaan yang besar, seperti laut, sungai, telaga maupun
danau, limbah cair dari perumahan atau dari masyarakat dapat secara langsung
dibuang ke badan air tersebut. Dalam hal ini, pipa pemasukan limbah cair ke
badan air harus bermuara pada satu titik yang benar-benar berada dibawah
permukaan air atau air laut yang terendah, atau biasanya di dekat dasar badan
air penerima. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengencerab secara sempurna
limbah cair yang dihasilkan saat musim kemarau.
2.
Penggunaan Sumur Peresapan
Sumur
peresapan menerima efluen dari kolam pembuangan, jamban air serta tangkai
pembusukan dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur peresapan terdiri dari
sebuah lubang bulat dalam tanah yang digali cukup dalam menembus 1,8 meter atau
lebih kelapisan tanah yang berpori. Lubang biasanya dibuat dengan diameter 1,0
– 2,5 meter dan kedalaman 2-5 meter. Dinding lubang diperkuat dengan pasangan
bata atau batu kali tanpa adukan semen dibawah ketinggian pipa inlet. Sumur
peresapan harus ditutup dengan penutup rapat yang akan mencegah masuknya
nyamuk, lalat, serta air permukaan. Minimal terdapat jarak 5 meter dari sumur
atau sumber air minum dari sumur peresapan, dan paling tidak penempatannya pada
tanah yang lebih rendah dibandingkan dari sumber air minum tersebut.
3.
Penggunaan Kolam Pembuangan
Kolam
pembuangan merupakan lubang tertutup yang menerima buangan limbah cair kasar. Kolam
pembuangan dapat berupa tipe kedap air ataupun tipe rembes air. Kolam
pembuangan harus di tempatkan paling tidak 15 meter dari sumur serta lebih
rendah dari sumur, agar dapat mencegah terjadinya pencemaran bahan-bahan kimia,
sedangkan untuk kolam pembuangan yang lebih tinggi dari sumur, jarak antar
sumur dan kolam pembuangan tersebut minimal sejauh 45 meter. Kolam pembuangan
tipe rembes air harus di tempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 6 meter di
luar fondasi rumah.
4.
Penangkap Lemak
Limbah
cair dari dapur besar, seperti dapur hotel rumah sakit maupun perkantoran
kemungkinan mengandung banyak lemak yang dapat masuk ke tangki pembususkan
bersama-sama dengan efluen dan dapat menyumbat pori-pori media penyaringan pada
bidang peresapan. Penangkap lemak disini dapat memasukan limbah cair yang panas
darpada cairan yang sudah ada dalam bak dan didinginkan olehnya. Hasilnya,
kandungan lemak akan menjadi beku dan secara otomatis akan naik ke permukaan,
sehingga pengambilan dapat dilakukan secara berkala.
5.
Penggunaan Sistem Tangki Pembusukan
Salah
satu cara pengolahan limbah adalah dengan tangki pembusukan. Tangki pembusukan
digunakan untuk menangani buangan dari masing-masing rumah, kelompok perumahan
atau perkantoran yang berada diluar radius pelayanan sistem saluran limbah cair
suatu wilayah. Pada tangki pembusukan, terdapat tangki pengendap yang harus dalam keadaan tertutup. Melalui saluran
limbah cair kasar akan dimasukan kedalam tangki tersebut. Pengolahan tahap
pertama terjadi di dalam tangki pembusukan, sedangkan untuk pengolahan tahap
kedua terjadi di bidang peresapan efluen.
6.
Saluran Limbah Cair Bangunan
Saluran
limbah cair bangunan merupakan bagian dari perpipaan horizontal dari sistem
drainase bangunan yang membentang mulai dari satu titik yang berjarak 1,5 meter
di luar sisi dalam fondasi tembok bangunan rumah sampai ke sambungan saluran
limbah cair umum atau unit pengolahan limbah cair perorangan.
Sedangkan untuk sistem penanganan
limbah untuk rumah tangga, rumah sakit serta industri adalah sebagai berikut :
1.
Penanganan Limbah Rumah Tangga
Ø Untuk
kawasan perumahan dan pemukiman dimana lahan tersedia cukup luas dapat
digunakan sistem on-site, limbah dibuang ke fasilitas sanitasi (sumur resapan
dan septik tank) yang dimiliki masing-masing rumah.
Ø Untuk
kawasan perdagangan dan jasa, limbah ditangani dengan sistem on-site skala
komunal karena hal ini akan lebih efektif dan ekonomis. Air limbah yang
dihasilkan dari tiap-tiap blok disalurkan kedalam sistem perpipaan selanjutnya
diolah bersama sebelum diresapkan.
Ø Untuk
pengolahan akhir limbah domestik lumpur tinja, perlu direncanaka IPLT
(instalasi pengolahan lumpur tinja) untuk mengolah efluen septik tank yang akan
melayani seluruh wilayah dengan harapan tidak terjadi lagi pembuangan limbah
pekat ke saluran drainase.
2.
Penanganan Limbah Rumah Sakit
§ Setiap
rumah sakit harus mempunyai fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan
mengelolanya dengan baik;
§ Setiap
rumah sakit harus melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cairnya
ke badan air;
§ Monitoring
dan pengawasan tersebut harus dilaporkan dan di awasi langsung oleh instansi
berwenang;
§ Pengolahan
limbah beracun seperti limbah cair sisa obat-obatan, dan suntikan, harus
dipisahkan dari pengolahan limbah cair yang bersifat non toksik.
3.
Penanganan Limbah Industri
Untuk
limbah cair industri:
·
Fasilitas pengolahan limbah yang ada
hendaknya dapat dimanfaatkan dengan baik.
·
Industri harus memisahkan limbah cair
organik, anorganik dan toksis.
·
Setiap industri harus mempunyai
fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan mengelolanya secara optimal.
Untuk limbah cair industri rumah tangga:
§ Bagi
industri rumah tangga, pemerintah harus melakukan inventarisasi jumlah dan
jenis industrinya guna memudahkan monitoring dan pengawasan.
§ Pengadaan
penyuluhan serta bimbingan mengenai limbah cair dan juga diwajibkan mengolah
limbah cair dengan sistem pengolahan limbah yang sederhana sebelum dibuang ke
saluran atau selokan.
§ Monitoring
dan pengawasan tersebut harus dilaporkan dan di awasi oleh instansi yang
berwenang.
B.
Limbah
(B3) Bahan Berbahaya dan Beracun
1. Pengertian Limbah B3
Menurut
PP No.18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan
atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya. Baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Sedangkan
menurut BAPEDAL (1995) yaitu setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengadung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammabillity, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak,
mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
2. Tujuan Pengelolaan Limbah B3
Tujuan
pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap usaha yang berhubungan
dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun
B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap
pada kondisi semula.
Identifikasi
Limbah B3
Pengidentifikasian
limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a.
Berdasarkan Sumbernya
Golongan
limbah B3 berdasarkan sumbernya dibagi
menjadi:
-
Limbah B3 dari sumber spesifik.
-
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik.
-
Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
b.
Berdasarkan Karakteristik
Sedangkan
golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
-
Mudah meledak
-
Pengoksidasi
-
Sangat mudah sekali menyala
-
Sangat mudah menyala
-
Mudah menyala
-
Sangat beracun
-
Beracun
-
Berbahaya
-
Korosif
-
Bersifat iritasi
-
Berbahaya bagi lingkungan
-
Teratogenik
-
Karsinogenik
-
Teratogenik
-
Mutagenik
3. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah
B3
Pengelolaan
limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan.
Dalam
pengelolaan limbah B3 harus mendapat perizinan dan kementrian Lingkungan Hidup
(KL:H) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke
KLH. Dan untuk aktifitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktifitas kegiatan
pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapelda setempat.
Pengeloloaan
limbah B3 mengacu pada Keputusan Kepala Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapelda) No. Kep-03/BAPELDA/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang
Perssyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi
persayaratan:
a.
Lokasi Pengolahan.
Pengolahan
B3 dapat dilakukan di dlam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi
penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area harus:
-
Daerah bebas banjir
-
Jarak dengan fasilitas umum mimimum 50
meter.
b.
Syarat lokasi pengolahan di luar area
penghasil harus:
-
Daerah bebas banjir
-
Jarak dengan jalan utama/tol minimum 150
meter atau 50 meter untuk jalan lainnya.
-
Jarak dengan daerah beraktifitas
penduduk dan aktivitas umum minium 300 m.
-
Jarak dengan wilayah perairan dan sumur
penduduk minimum 300 m.
-
Dan Jarak dengan wilayah terlindungi (seperti cagar alan, hurtan lindung) minimum
300 m)
c.
Fasilitas Pengolahan.
Fasilitas
pengolahan harus menerapkan sistem operasi,meliputi:
-
Sistem keamanan fasilitas
-
Sistem pencegahan terhadap kebakaran
-
Sistem penanggulangan keadaan darurat
-
Sistem pengujian peralatan
-
Dan pelatihan karyawan
4. Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah
Setiap
limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat
guna pengolahan limbah tersebut dengan karakteristik limbah.
5. Pengelolaan Limbah B3
Jenis
perlakuan terhadap limbah B3 tergantung pada karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengen proses
sebagai berikut.:
-
Proses secara kimia, meliputi redoks,
elektrolisa, netralisasi, pengendapan.
-
Proses secara fisika, meliputi
pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik
dengn metode kristalisasi.
-
Proses Stabilisas/solidiffikasi, dengen
tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara
membatasi larutan,penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat
penimbun akhir.
-
Proses
insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah dengan
menggunakan alat khusus insinerator dengan efesisensi harus menccapai 99,99 %
atau lebih. Artinya jik asesuatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi)
dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidk boleh melebihi 0.01 kg atau
10 gr.
6. Hasil Pengolahan Limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan
akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauwan di area tempat
pembuangan akhir tersebut dengan jangka 30 tahun setelah pembuangan akhir habis
habis pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan
proses pengolahan termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya
ke KLH dengan periode triwulan (tiga bulan sekali).
7. Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan
limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, Solidification/Stabilization
dan Inceneration.
Salah satu teknolnogi pengolahan
limbah B3 adalah Chemical Conditioning
.Tujuan utama metode ini adalah:
Ø Menstabilkan
senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam lumpur
Ø Mereduksi
volume dengan mengurangi kandunga air dalam lumpur
Ø Mendrestruksi
Organisme Patogen
Ø Memanfaatkan
hasil samping proses Chemical
Condistioning yang masih memiliki nila ekonomi seperti gas methane yang
dihasilkan pada proses digestion.
Ø Mengkondisikan
agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima
lingkungan.
a.
Chemical Condistioning
Chemical Conditioning terdiri
dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1)
Conceentration Thickening
Tahapan
ini bertujuan mengurangi volume lumpur yang vakan diolah dengan cara
meningkatkan kandungan padatan. Alat yang digunaka dalam tahapan ini ialah gravity Thickener dan Solid bowl centrtufuge. Tahapan ini pada
sasarnya merupakan tahapan awal sebalum limbah dikurangi kadar airnya pada
tahap de-waterin Selanjutnya.
2)
Treatnen, Stabilization and
Conditioning
Tahapan
ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen.
Proses Stabilisasi dapat dilakukan melalui proses penfgkondisian secara kimia, fisika
dan biologi.
Proses
kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia
dengan partikel koloid, Pengkondisian fisika berlangsung dengan jalann
memisahkan bagan-bahan kimia dan koloidd dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkonsisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan
bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlihat padatahapan ini
adalah Lagooning, anaerobic, chemical
condistioning dan eluctriation.
3)
De-watering and drying
Tahapan
ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air sekaligus
mengurangi volume lumpur.
Proses
yang tgerlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat
yang biasa digunakan adalah drying bed,
filter press, centrtrifuge, vacuum filter dan belt press.
4)
Disposal
Disposal
adalah proses pembuangan akhir limbah B3.Beberapa proses yang terjadi sebelum
limbah B3 dibuang ialah prolysis<wet
air oxidation, dan Composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah Sanitary landfill, crop land, atau injection well.
b.
Solidification/Stabilization
Stabilization
didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahwan (aasitif) dengan
tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahya dengan menambahkan bahan aditif.
Kedua proses tersebut seringkali sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama.
Proses
solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanisme dapat dibagi menjadi 6 golongan,
yaitu:
à Macrodencapsulation,yaitu
dimana bahan bakarnya dalam limbha dibungkus dalam matriks struktur yang besar.
à Microencapsulation,
proses yang micrip dengn macroencapsulaion
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada
tingat miicroskopiik
à Adsorpsi, Proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
à Absorbsi,
Yaitu prose solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkan ke bahan padat.
à Detoxification,
Proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingnkat
toksifitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilisasi
umumnta menggunakan seman, kapur (CaOH2) dan bvahan termoplastik,
Metode yang diterapkan di lapangan ialah metode in-drum- mixing, in-situ-mixing
dan plant mixing Peraturan
mengenai solidifikasi/stabilisasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan
Kep-03/BAPEDAL/09/1995/ dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
c.
Inceneration
Teknologi
Inceneration adalah alternatif yang
menarik dalam teknologi pengelolaan liombah, ininerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga 90% (volume) dan 75 (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan
solusi final dari sistem pengolahan limbah padatkarena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat kasat mata ke bentuk gas yang tak kasat
mata. Proses ininerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, ininerasi
memliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat
dihancurkan dan limbah berkuragn dengan cepat, Selain itu ininerasi memerlukan
lahan yang relatif kecil.
Aspek
penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain
menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menetukan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang
paling umum diterapkan untuk membakar limbah pada B3 ialah ritory kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,
single chamber,multiple chamber, aqueous waste injection,dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena
alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
F Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3
Limbah
B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung
halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Dan hadirnya elemen lain dalam
jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul
umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan di ubah menjadi karbon
dioksida (), air dan senyawa
anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan
panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration
adalah
alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali.
Limbah dapat terurai dari senyawa organik jadi senyawa sedarhana seperti dan O.
Incenerator
efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur
cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti
lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan
asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna
bila insenerator dioprasikan.
Incenerator
memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan
sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih.
Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan
potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan
kebutuhan operasional.
Hal-hal yang tidak diinginkan yang
dapat disebut pencemaran, misalnya udara berbau tidak sedap, air berwarna
keruh, tanah ditimbuni sampah. Hal tersebut dapat berkembang dari sekedar tidak
diingini menjadi gangguan. Udara yang tercemar baik oleh debu, gas maupun unsur
kimia lainnya dapat menyakitkan saluran pernafasan, mata menjadi pedas atau
merah dan berair. Bila zat pencemar tersebut mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3), kemungkinan dapat berakibat fatal.
Terkait dengan hal ini, UU No 32
Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak dikenal
dengan istilah sampah, namun digunakan istilah Limbah sebagaimana tercantum
dalam pasal 1 angka 20 dikatakan bahwa “Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan” (yang sudah tidak bisa dipakai lagi).
Banyak sekali permasalahan yang
terjadi seputar pengelolaan limbah khususnya limbah hasil kegiatan industri
yang mengandung unsur bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan berbahaya dan beracun menjadi
sebuah ancaman bagi kelestarian lingkungan yang memerlukan keseimbangan dalam
lingkaran rantai ekosistem.
Limbah industri baik berupa gas,
cair maupun padat umumnya masuk kategori atau dengan sifat limbah B3.
Kegiatan industri bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghsilkan limbah sebagai pencemar
lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan
akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu
kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah.
Limbah gas yang dibuang ke udara
pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa Sox, NOx, CO dan gas-gas lain yang
tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx diudara dapat menyebabkan terjadinya hujan
asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem
perairan, lahan pertanian dan hutan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah pada
industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang
mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan
beracun (toxic) sehingga berbahaya
bagi kesehatan manusia.
Limbah B3 secara nyata telah
menciptakan dampak negatif bagi lingkungan hidup serta kelangsungan hidup dari
semua makhluk hidup yang ada.
8. Jenis dan Karakteristik
Limbah
B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik.
Menurut sifat atau karakternya, limbah B3 dibedakan menjadi: (1) mudah meledak;
(2) mudah terbakar; (1) bersifat reaktif; (4) beracun; (1) penyebab infeksi;
dan (6) bersifat korosif. Sedangkan ditinjau dari sumbernya, maka limbah B3
dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu limbah B3 sumber specifik, sumber tidak
specifik, dan bahan kimia kadaluarsa; tumpahan; sisa kemasan; buangan produk
yang tidak memenuhi specifikasi.
F Limbah
mudah meledak diartikan sebagai limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan.
F Limbah
mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,
gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah
menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
F Limbah
reaktif merupakan limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi.
F Limbah
beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
F Limbah
yang menyebabkan infeksi adalah limbah labolatorium yang terinfeksi penyakit
atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
F Limbah
yang bersifat korosif adalah limbah yang
menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama
atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk
yang bersifat biasa.
C.
Pengelolaan
Limbah B3
Keberadaan limbah B3 yang berdampak
negatif bagi lingkungan inilah yang melatar belakangi perlunya payung hukum
dalam hal pengelolaan limbah B3, hal ini ditambah lagi dengan fakta bahwa
Indonesia telah menjadi salah negara tempat pembuangan limbah B3 dari negara
lain.
Pengelolaan limbah B3 adalah hal
yang penting dan harus dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkan. Dalam
pengelolaan limbah B3 ini, prinsip pengelolaan dilakukan secara khusus yaitu
from cradle to grave. Pengertian from cradle to grave sendiri adalah pencegahan
pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya, limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur(dihasilkan,
dikemas, digudangkan/penyimpanan, ditransportasikan, didaur ulang, diolah dan
ditimbun/dikubur).
Pada setiap fase pengelolaan limbah
tersebut ditetapkan upaya pencegah pencemaran terhadap lingkungan dan yang
menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha
pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karateristiknya.
Pengelolaan limbah B3 ini harus
dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkan limbah B3 pada setiap
kegiatan/usahanya. Tujuan dari pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini secara
umum dapat dikatakan adalah untuk memisahkan sifat berbahaya yang terdapat
dalam limbah tersebut.
Hal ini harus dilakukan agar limbah
B3 ini tidak mencemari atau pun merusak lingkungan hidup tempat dimana mahluk
hidup berada. Dengan adanaya pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini, barulah
limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lebih lanjut.
Pemanfaatan limbah ini sendiri
dapat berupa penggunaan kembali atau re-use, daur ulang Recycle, dan perolehan
kembali atau recovery. Pemanfaatan ini harus berpedoman pada prinsip agar aman
bagi kesehatan manusia dan lingkungan, memiliki proses produksi yang handal
serta memiliki standard produk mutu yang baik.
Untuk limbah B3 yang sudah tidak dapat
dimanfaatkan atau diolah kembali maka harus ditimbun di landfill. Penimbunan
limbah ini harus dilakukan oleh sebah badan usaha yang telah mendapatkan ijin
dari KLH serta dengan melaporkan kegiatan penimbuhan tersebut.
Dasar Hukum
Mengingat begitu pentingnya
permasalahan pengolhan dan pemanfaatan limbah B3 ini, maka pemerintah memandang
perlu untuk membuat peraturan perundang-undangan guna mengatur limbah B3 ini. Peraturan-peraturan
tersebut diantaranya adalah:
à Undang-undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
à PP
RI Nomor 18 Tahun 1999 Jo. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai revisi dari PP RI Nomor 19 Tahun 1994 Jo.
PP RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang pengelolaan Libah B3.
à Kepdal
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan teknis Penyimpanan dan
pengumpulan Limbah B3.
à Kepdal
02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3
à Kepdal
03/BAPEDAL/09/1995 tentang persyaratn Teknis pengelolaan limbah.
à Kepdal
04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan Hasil pengolahan, persyaratan
Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi penimbunan Limbah B3.
à Kepdal
05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label
à Kepdal
68/BAPEDAL/05/1994 tentang tata cara memperoleh ijin pengelolaan Limbah
à Kepdal
02/BAPEDAL/01/1998 Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah B3
à Kepdal
03/BAPEDAL/01/1998 tentang program kendali B3
à Kepdal
255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan
Minyak Pelumas Bekas
Peraturan-peraturan mengenai
pengelolaan limbah B3 diatas diharapkan dapat mencegah, mengurangi serta
mengontrol keberadaan limbah B3 dilingkungan masyarakat.
Mengacu pada ketentuan
Undang-undang lingkungan hidup, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
perhatian. Hal ini terutama mengenai pengolahan dan pengolahan limbah B3,
sebagaimana dikatakan pada pasal 58 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 bahwa: Setiap
orang yang memasukkan negara ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengolahan B3.
Pengolahan mengacu pada pemanfaatan hasil kegiatan/usaha
yang menciptakan B3 apakah dapat digunakan kembali atau tidak. Sedangkan
pengelolaan lebih tertuju pada pengawasan dan pengendalian limbah B3 yang
terdapat dilingkungan hidup. Masih banyaknya terjadi pelanggaran terhadap
pengelolaan serta persyaratan pengelolaan limbah B3 menunjukkan lemahnya
pengawasan terhadap keberadaan limbah B3 ini, padahal kerawanan yang
dimunculkannya dapat merusak lingkungan tempat makhluk hidup tinggal.
D.
Penanganan
Limbah B3
Awal muncul limbah bermula dari
aktifitas manusia yang bisa berupa kegiatan industri, rumah tangga, dll. Aktifitas
tersebut yang bisa jadi menggunakan bahan awal yang memang sudah mengandung
bahan beracun berbahaya (B3). Sebuah aktifitas industri, disamping menghasilkan
produk bermanfaat tentu juga menghasilkan limbah yang mudah diolah dan limbah
B3.
Yang memerlukan penanganan ekstra
adalah cara penganan limbah B3 agar tidak berbahaya untuk lingkungan, kesehatan
manusia dam makhluk hidup lain. Dapat
disimpulkan bahwa pencegahan dan
pengendalian pencemaran limbah B3 merupakan kewajiban bagi seluruh industry di
semua sector dan bidang industry.
Pembuangan limbah B3 yang illegal
sebenarnya merupakan tindak criminal karena akan mencemari tanah, air sungai,
air tanah dan atmosfir bumi. Yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak
negative pada kualitas hidup manusia, kesehatan dan social ekonomi.
Dalam aktifitas industri, produk
limbah B3 sebenarnya bisa diminialisir dengan cara mereduksi pada sumber
limbah, mensubstitusi bahan, mengatur operasinya kegiatan dan melakukan
teknologi bersih dalam proses.
Sebelumnya mari kita tinjau ulang
definisi yang berkaitan dengan limbah. Bahan/limbah B3 adalah bahan/limbah
berbahaya dan /beracun yang karena sifat, konsentrasi dan jumlahnya secara
langsung atau tidak langsung dapat merusak dan mencemarkan lingkungan atau
dapat membahayakan manusia.
Limbah adalah bahan sisa pada suatu
kegiatan dan proses produksi. Ada beberapa karakteristik limbah B3 (Bahan
Beracun dan Berbahaya):
Ø Mudah
meledak (eksplosif) (missal: bahan peledak)
Ø Mudah
terbakar (missal: bahan bakar Extremely flammable & Highly flammable)
Ø Bersifat
reaktif (missal: bahan-bahan oksidator)
Ø Berbahaya/harmuful
(misal: logam berat)
Ø Menyebabkan
infeksi (misal: limbah medis rumah sakit)
Ø Bersifat
korosif (asam kuat)
Ø Bersifat
irritatif (basa kuat)
Ø Beracun
(produk uji toksinologi)
Ø Karsinogenik,
Mutagenik, dan Teratogenik (merkuri, turunan benzene, bebrapa zat warna)
Ø Bahan
radioaktif (uranium, plutonium, dll)
Sedang berdasarkan jenis limbah B3
dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.
B3 dari sumber tidak spesifik yaitu B3 yang
berasal bukan dari proses utamanya tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan
alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerk, pengemasan, dll.
b.
B3 dari sumber spesifik yaitu B3 bahan
awal: produk atau sisa proses suatu industry atau kegiatan tertentu.
c.
B3 dari sumber lain yaitu bahan kimia
kedaluwarsa, tumpahan sisa kemasan dan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Bahan yang tidak termasuk jenis
diatas, dikelompokkan sebagai B3 apabila memiliki karakteristik di bawah (satu
atau lebih):
Ø Mudah
meledak
Ø mudah
terbakar
Ø Bersifat
reaktif
Ø Beracun
Ø Menyebabkan
infeksi
Ø Bersifat
korosif
Mengkarakterisasi suatu bahan
dimulai dari mengidentifikasi limbah hingga karakterisasi bahayanya. Beberapa
aspek karakterisasi bahaya antara lain:
Ø Keadaan
fisik (padat/cair/gas)
Ø Reaktivitas
terhadap air
Ø Kelarutan
dalam air
Ø pH
dan informasi kenetralan
Ø Mudah
tidaknya nyala
Ø Keberadaan
oksidator
Ø Keberadaan
sulfide atau sianida
Ø Keberadaan
halogen
Ø Keberadaan
bahan radioaktif
Ø Keberadaan
bahan organism berbahaya
Ø Keberadaan
komponen toksik
Penghasil limbah B3 yaitu orang
atau badan usaha yang menghasilkan limbah B3 dan Menyimpan sementara limbah
tersebut dalam lokasi kegiatannya sebelum diserahkan ke pihak lain. Urutan
Pengelolaan limbah B3 sebagai berikut:
Ø Penyimpana
Ø Pengumpulan
Ø Pengangkutan
Ø Pemanfaatan
Ø Pengolahan
Ø Penimbunan
Penyimpanan
dan pengumpulan dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan
sehingga potensi bahaya terhadap lingkungan dapat dihindarkan.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain bentuk kemasan (tong/tanki) tata cara
pengemasan, bangunan dan tata ruang tempat penyimpanan serta lokasi
penyimpanan.
Penyimpanan
limbah B3 merupakan kegiatan daur ulang (recycling), perolehan kembali
(recovery) dan penggunaan kembali (re-use).
E.
Cara
Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 secara fisika
dan kimia dimaksudkan untuk mengurangi daya racun limbah B3 dan atau
menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi taau
berbahaya.
Pengolahan stabilitas/solidifikasi
dapat mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa
pengikat B3 agar pergerakannya terhamabt atau terbatasi dan membentuk masa
monolit dengan struktur yang kekar.
Pengolahan secara insinerasi yaitu
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung dalam limbah B3 menjadi senyawa yang
tidak mengandung B3.
a.
Penimbunan Limbah B3
Walaupun
telah dilakukan pengolahan sebelumnya, limbah B3 masih berpotensi mencemari
lingkungan sehingga perlu dilakukan penimbunan limbah B3 pada lokasi yang
memenuhi persyaratan (landfill).
Tujuan
penimbunan ini adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan dalam jangka panjang.
b.
Tentang Limbah B3
Masalah
limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah Indonesia,
khususnya sejak decade terkhir ini, terutama akibat perkembangan industry yang
merupakan tulang punggung peningkatan perekonomian Indonesia. Penanganan limbah
merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manusia serta lingkungan
dan umunya. Namun pengadaan dan
pengoperasian sarana pengeloh limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi
industry.
Keanekaragaman
jenis limbah akan bergantung pada aktivitas industri serta penghasil limbah
lainnya mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi, pemilihan
jenis mesin dan sebagiannya, akan mempengaruhi karakter limbah yang tidak
terlepas dari proses induatri itu sendiri. Sebagian dari limbah industry
tersebut berkategori hazardous waste yang di Indonesia diatur oleh PP 18/99 jo
PP 85/99. Padanan kata untuk hazardous
waste yang digunakan di Indonesia adalah limbah berbahaya dan beracun
disingkat menjadi limbah B3.
Dengan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan berkembangnya perindustrian akan meningkatkan
jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar dilapangan, kebanyakan dari bahan
kimia baru tersebut seringkali tidak teruji dan memiliki kemungkinan
berkategori B3 sehingga diperlukanlah suatu peraturan yang mengatur peredaran
bahan kimia tersebut sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan
hidup.
c.
Macam-macam pengolahan Limbah B3
Pengolahan
Limbah B3 sendiri ada beberapa macam, antara lain:
§ Penggunaan
kembali sebagai bahan baku (reuse). Misalnya pembuatan batako/bahan bakar,dsb.
§ Penggunaan
kembali material dengan proses (recycle). Contohnya pembuatan material karbon.
§ Solidifikasi
(reduce). Berupa pengurangan volume, contonya sludge IPAL dikeringkan terlebih
dahulu.
d.
Sistem Pengolahan Limbah B3
Sistem pengolahan limbah B3 di Indonesia
diadopsi dari sistem pengelolaan limbah B3 di Amerika yang dikenal dengan
cradle to grave system atau bisa disebut pemantauan dan pengelolaan mulai dari
limbah dihasilkan hingga diolah ditempat pengolahan akhir.
Secara
teknis operasional, maka pengelolaan limbah B3 menurut PP 18/99 jo PP 85/99
merupakan suatu rangkaian kegiatan dari mulai upaya reduksi limbah yang
terbentuk samapai terbentuknya limbah oleh penghasil. Kemudian rantai
berikutnya adalah pemanfaatan limbah oleh pemanfaat, pengumpulan limbah oleh
pengumpul, pengengkut limbah oleh pengangkut, dan pengolahan/penimbunan limbah
oleh pengolah.
Dalam
kegiatan tersebut, terkait berbagai pihak yang merupakan mata rantai dalam
pengelolaan limbah B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan
pengaturan. Aspek pengawasan dan sanksi juga diatur dalam PP tersebut. Badan
yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 tersebut di
Indonesia adalah Badan Pengendalian Dampak lingkungan (Bapedal).
Perjalanan
limbah dalam rantai pengelolaan wajib disertai dokumen. Dokumen limbah akan
memegang peranan penting dalam pemantauan perjalanan limbah B3 dari penghasil
samapai ke pengolahan limbah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengolahan
limbah merupakan suatu proses yang dilakukan agar dapat menghilangkan zat-zat
yang tidak di inginkan (tidak baik) yang biasanya disebut dengan kontaminan
dari air limbah.
Cara
pengolahan air limbah: Pembuangan dengan Sistem Pengenceran, Penggunaan Sumur
Peresapan, Penggunaan Kolam Pembuangan, Penangkap Lemak, Penggunaan Sistem
Tangki Pembusukan, Saluran Limbah Cair Bangunan .
Limbah B3 merupakan sisa suatu
usaha dan atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya.
Penanganan, pengelolaan, dan pengolahan limbah B3 dapat
dilakukan secara fisika, kimia, stabilitas dan insinerasi.
B.
Saran
Kepada pembaca
yang ingin lebih mendalami materi sistem penanganan dan pengelolaan limbah
dapat membaca dari sumber lain yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto dan
Suprihatin, Agung. 2013. Pengantar
Pendidikan Lingkungan
Hidup.
Yogyakarta: Gava Media
Kristi, Ita. 2012. Modul Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMK/MAK. Pratama Mitra Aksara.