Wednesday 15 April 2015

KREATIVITAS, PERMASALAHAN DAN PERKEMBANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan seni rupa mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebuayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya dan kepada peserta didik.
Tujuan pendidikan seni rupa pada umumnya menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan kreatif, empatik, dan imajinasi dalam kemampuan potensi yang dimilikinya, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan di lingkungan masyarakat.
Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan potensi yang berbeda-beda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta memupuk (yaitu mengembangkan dan meningkatkan) potensi tersebut dalam diri siswa SD.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana lingkup proses kreatif dalam potensi pengembangan?
2.      Bagaimana lingkup proses empatik dalam potensi pengembangan?
3.      Bagaimana lingkup proses imajinasi dalam potensi pengembangan?
4.      Bagaimana potensi pengembangan pada anak?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui lingkup proses kreatif dalam potensi pengembangan
2.      Untuk mengetahui lingkup proses empatik dalam potensi pengembangan
3.      Untuk mengetahui lingkup proses imajinasi dalam potensi pengembangan


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian kreatif
Kreativitas menurut S.C Utami Munandar dapat dibedakan menjadi tiga pengertian :
Pertama, diartikan sebagai kemampuan untuk membuat kondisi baru, dan unsur-unsur yang ada. Biasanya diartikan sebagai daya cipta, sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru sama sekali. Sebenarnya yang diciptakan itu tidak perlu yang baru sama sekali, tetapi cukup merupakan gabungan dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Gagasan-gagasan yang kreatif tidak muncul begitu saja, tetapi membutuhkan persiapan. Pengalaman memungkinkan seseorang mencipta dengan cara menata, menyusun, atau membaurkan unsur-unsur menjadi sesuatu yang baru.
Kedua, diartikan sebagai kemampuan menggunakan data atau informasi yang tersedia, yaitu menemukan jawaban terhadap suatu masalah, yang penekanannya pada kualitas ketepatgunaan dan keragaman jawaban, makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah, makin kreatiflah seseorang.
Ketiga, diartikan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, kemurnian (orisinil) dalam mengembangkan dan memperkaya gagasan. Banyak kegiatan yang dapat disiapkan/direncanakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan anak.
1.    Pembinaan Kreativitas Melalui Seni
Pada umumnya kreativitas diartikan sebagai daya atau kemampuan untuk mencipta, tetapi sebenarnya istilah ini mempunyai arti yang lebih yaitu meliputi :
a.    Kelancaran menganggapi suatu masalah, ide, atau materi
b.    Mudah menyesuaikan diri terhadap situasi
c.    Memiliki keaslian, selalu dapat membuat tanggapan yang lain daripada yang lain
d.   Mampu berpikir secara integral, bisa menghubungkan yang satu dengan yang lain, serta dapat membuat analisis dengan tepat.
Kreativitas dalam pendidikan seni akan berperan dalam mengembangkan kemampuan kognitif. Seni dapat memancing tumbuhnya kemampuan kreatif, bila kreativitas itu elah berkembang dan meningkat, maka kemampuan kreatif akan berguna untukbidang ilmu yang lain.
Jelaslah bahwa kreativitas tidak hanya diperlukan dalam kesenian saja, tetapi juga diperlukan dalam bidang lain guna membentuk kepribadian anak seutuhnya. Dalam segala kehidupan anak sehari-hari diperlukan kreativitas.
Harus berpikir cepat dan tepat, menyesuaikan diri, menentukan sikap dan sebagainya. Kemampuan-kemampuan inilah yang harus dikembangkan pada anak.
2.    Pembinaan Kreativitas Melalui Pendidikan Kesenian di SD
Anak usia SD merupakan masa “keemasan berekspresi kreatif”. Kadar kreativitas anak masih sangat tinggi. Anak dapat melakukan kegiatan berolah seni rupa secara wajar dan spontan, karena daya nalar anak belum sampai membatasi keleluasaan untuk berkarya secra murni dan lugu.
Berbagai bahan dan teknik dapat dicobakan pada anak. Pengolahan bahan sederhana seperti limbah dan bahan alam merupakan media yang memberi banyak kemungkinan dalam upaya membina dan mengembangkan kreativitas. Anak memiliki banyak alternatif mengolah bahan. Teknik di dalam menghasilkan karya dua dimensi sangat memungkinkan anak untuk berkreasi dan menemukan sendiri. Seperti kegiatan membutsir dengan tanah liat atau plastisin, menggunting kertas dan kain, mencetak bahan alam perlu untuk diperkenalkan pada anak SD.
Dalam dunia anak dikenal dua macam berpikir kreatif. Pertama adalah berpikir konvergen dan kedua berpikir divergen.  Berpikir divergen biasanya adalah hasil pertanyaan dengan satu jawaban atau kesimpulan dari satu masalah. Contohnya jika anak bertanya beberapa jumlah ikan di dalam satu aquarium, hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan berpikir konvergen adalah beberapa jawaban dari satu masalah. Contohnya anak menanyakan banyak hal tentang aquarium, maka akan ada beberapa kemungkinan jawaban.
Dalam pendidikan seni, anak diarahkan untuk cenderung pada berpikir konvergen. Dengan berpikir konvergen anak dilatih untuk menunjukkan diri, memamerkan idenya, dan menunujukkan eksperimennya. Mereka mendapat banyak keuntungan dari kreativitas ini, antara lain :
a.    Belajar menghargai diri sendiri
b.    Belajar memecahkan masalah dengan berbgai alternatif jawaban
c.    Mengembangkan kemampuan berpikir
d.   Mengembangkan kepribadian
e.    Mengembangkan ketrampilan
Dengan memberi dorongan berkreatif, guru juga memperoleh keuntungan, antara lain :
1)   Mengembangkan dan meningkatkan pembelajarannya
2)   Belajar mengorganisasikan ketrampilan spesifik dari anak
3)   Meningkatkan hubungan yang lebih akrab dengan anak
4)   Tidak menjumpai banyak problem tingkah laku anak
Untuk mengidentifikasi kreativitas diri anak, perlu dicatat beberapa hal-hal sebagai berikut :
a)    Semua anak memiliki kreativitas yang berbeda tingkatannya
b)   Sebagian anak lebih kreatif dari yang lain
c)    Kreativitas anak lebih nampak disatu bidang dibandingkan dengan bidang lain yang dimiliknya. Contohnya seseorang anak lebih kreatif menggambar dibandingkan dengan membuat patung.
d)   Guru yang tidak mengenal kreativitas justru akan menghancurkan kreativitas anak.
v Pengembangan Kreativitas
Dalam membantu mewujudkan kreativitas anak, mereka perlu dilatih keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Untuk menumbuhkan motivasi intrinsic pada anak, sebaiknya anak diberikan kebebasan berpikir dengan menyediakan sarana dan prasarana yang merangsang minat anak, sehingga dorongan ke arah kreativitas menjadi semakin kuat.
Kreativitas anak dapat dihambat dengan suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan atau rasa terpisah. Tetapi keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas anak, mungkin karena kurang memberi kebebasan kepada anak untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau minat. Untuk mewujudkan kemampuan potensial mereka diperlukan pelayanan khusus dari guru yang memiliki karakteristik khusus dan mendapat pelatihan khusus.
B.  Pengertian Empatik
Teori Pemancaran Diri dikemukan oleh seorang sarjana Jerman bernama F. T. Vischer. Kemudian teori ini dikembangkan oleh Theodore Lipps dalam rangka mencoba menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan pengalaman estetik (seni).
Empati (einfuhlung) merupakan pengalaman dalam peleburan perasaan (emosi) pengamat terhadap benda seni. Dengan peleburan perasaannya secara mendalam mengakibatkan jiwa (secara psikis) terhanyut dalam kualitas intrinsik dan ekstrinsik seni. Sebagai contoh : ketika penonton bioskop, kita seolah turut bermain di dalamnya dan kadang kala berfihak secara greget pada salah seorang tokoh (yang protagonis misalnya). Hal ini terjadi karena pemusatan diri (secara emosional) ke dalam kualitas intrinsik benda seni tersebut. Sehingga “merasa diri kita di dalam” (Read, 1972:38-39). Sebagai contoh lain, Herbert Read dalam bukunya The Meaning of Art memberikan bagaimana suatu karya seniman grafis Jepang yang terkenal Katsuchika Hokusai (1760-1849) dapat menimbulkan empati pengamat (publik seni). Perhatian kita terhadap karya print Jepang bisa tertuju pada orang-orang dalam perahu. Kemudian kita merasa simpati kepada mereka dalam menempuh bahaya. Tetapi jika kita menganggapnya sebagai hasil seni, maka perasaan kita akan terpikat oleh lenggak-lenggok gelombang yang maha besar itu. Kita seolah-olah berada dalam gerakannya yang menarik. Kita akan merasa akan tegangan antara kekuatannya yang menggulung ke atas dengan gaya berat, dan setelah gelombang itu memukul dan membuih maka kita sendiri akan merasakan seperti dengan amarah menegangkan jari-jari untuk menerkam korban yang ada di bawah kita (Read, 1972:36-38)
Proyeksi perasaan empati ini bersifat subjektif dan sekaligus objektif. Hal tersebut disebut subjektif karena pengamat menemukan kepuasan atau kesenangan bentuk objek karya seni. Sedangkan disebut objektif karena didasarkan pada nilai-nilai intrinsik benda seni itu sendiri (Sumardjo, 1997).
Dalam empati terjadi pengalaman dalam aliran dinamika kualitas seni yang mendatangkan berbagai perasaan : puas, penuh, utuh, dan perasaan sempurna dalam keselarasan. Rasa puas itu mengalir selama proses pengalaman mengalir dalam alunnya. Oleh sebab itu pengalaman seni selalu memiliki pola. Suatu pengalaman itu terdiri dari berbagai unsur pengalaman (visual, audio, rabaan, audio visual, berbagai rasa, pikiran, dan hal-hal praktis) yang menyusun hubungannya sendiri satu sama lain. Pola hubungan antar inilah yang memberikan makna pada pengalaman tersebut.
C.  Pengertian Imajinasi
Sebagian orang menganggap imajinasi itu penting, tetapi sebagian yang lain mungkin mengabaikannya. Namun, siapaun yang mempunyai kreativitas, tentu akan meningkatkan imajinasi sebagai hal yang penting. Ibarat jendela, imajinasi mengantar kita untuk membuka rumah pikiran kita dan kemudian menggapai dalam-dalam dan jauh-jauh sebuah ide, fakta, realitas, hinggan fenomena.
Imajinasi merupakan potensi yang dimiliki manusia dan yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi, manusia memahami dan membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu pentingnya imajinasi Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting dari pada ilmu pengetahuan. Karena dengan imajinasi yang ada dalam otak, akan menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang ada dalam imajinasi. Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
Mengenai pentingnya imajinasi, Wass (Laily, 2009:83) sampai pada kesimpulan bahwa imajinasi adalah cara berfikir alami yang menghasilkan perubahan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Berfikir secara sadar melalui latihan berimajinasi memiliki potensi untuk membantu seseorang meraih cita-cita dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan pribadi.
a.    Menggambar Imajinasi.
Untuk memahami apa sebenarnya menggambar itu, kita harus menemukan maknanya lebih dalam karena lain menggores-goreskan pensil atau kuas dengan jari. Pada hakekatnya menggambar ini adalah pengungkapan seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri.
Pada intinya, menggambar adalah perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide, pengetahuan, dan wawasan. Menggambar bisanya digunakan untuk mengungkapkan suatu ide. Tidak hanya ide kreatif dari seorang seniman, setiap orang juga seringkali menggunakan gambar untuk menjelaskan buah pikirannya.
Ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, yaitu :
1)   Menggambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, bereksperimen, dan melampaui kemampuannya.
2)   Menggambar berdasarkan pengalaman/kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak menggunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka.
3)   Menggambar berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa. Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
a)    Tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.
b)   Tahap kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.
c)    Tahap ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebih.
Tujuan menggambar bagi anak :
(a)      Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk berekspresi.
(b)     Mengembangkan daya kreativitas.
(c)      Mengembangkan kemampuan berbahasa.
(d)     Mengembangkan citra diri anak.
Mengembangkan imajinasi anak merupakan upaya untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan potensi kecerdasan juga kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa. Seperti bermain, dunia imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan dunia anak. Imajinasi anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan belajar memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu, orang tua dapat mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi tumbuh kembangnya potensi dan kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan dengan efektif.
Sebuah imajinasi lahir dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua kekuatan yang bersifat emosi untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran dan gagasan kreatif, serta memberikan energi pada tindakan kreatif.
 Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita, imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya orang tuanya.
Karena itu, berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan.
Jika kita mampu mengasah, mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuhkembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
Manfaat imajinasi anak berkaitan erat dengan tumbuh kembangnya kreativitas dalam diri anak. Berikut beberapa manfaat imajinasi anak bagi perkembangan dan kepribadian anak sebagai berikut:
1)    Terampil berkomunikasi dan bersosialisasi.
Dengan berimajinasi, anak melibatkan kapasitas otaknya, sehingga kecerdasan otak lebih terasah. Dalam berimajinasi, tentu saja ia sering kali memainkan peran sebagai tokoh tertentu yang tidak selalu sama, sehingga dalam realitas sehari-hari, ia lebih mudah berkomunikasi, memerankan perannya sebagai anak, teman bahkan ibu atau guru.
2)   Mahir menganalisa, aktif dan berpikir kreatif.
Berimajinasi membuat anak lebih aktif dan kreatif. Imajinasi akan menstimulasi gerak tubuh, emosi dan kinerja otak anak untuk melakukan sebuah tindakan kreatif.
3)   Memperkaya pengetahuan anak.
Dengan berimajinasi, ide-ide kreatif anak semakin bermunculan dan berkembang. Hal ini akan semakin mengasah dan mendorong rasa keingintahuannya.
4)   Lebih percaya diri, mandiri dan mampu bersaing.
Berpetualang di dunia imajinasi membuat anak merasa nyaman,  ketika ada dukungan dan dorongan untuk mengekspresikannya, ia akan merasa percaya diri. Kepercayaan diri ini akan membuatnya lebih siap dan mampu bersaing di lingkungannya karena secara tidak langsung keterlibatan emosi, gerak tubuh dan kemampuan otak dalam berimajinasi membekalinya kesiapan mental untuk bersaing.
5)   Memunculkan bakat anak.
Dengan berimajinasi, anak dapat menggali, mengangkat dan memunculkan bakatnya yang mungkin saja terpendam. Bakat merupakan ciri universal yang khusus, pembawaan yang luar biasa sejak lahir yang dapat berkembang dengan adanya interaksi dari pengaruh lingkungan.
D.  Pengembangan Potensi Pada Anak
Pada waktu lahir tiap-tiap individu mendapat bekal berupa kemampuan siap, yang pelaksanaannya berdasarkan insting. Disamping bekal berupa insting itu, individu mendapat bekal juga berupa benih, bibit atau potensi yang mempunyai kemungkinan berkembang pada waktunya dan apabila ada kesempatannya maupun perangsangnya.Potensi inilah yang sekarang disebut dengan istilah pembawaan. Jadi yang dimaksud dengan anak atau siswa yang berpembawaan adalah siswa yang memiliki potensi dengan kemampuan berkembang yang baik, sehingga dapat diharapkan adanya hasil yang memuaskan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
M. Ngalim Purwanto (1984 : 18) mengatakan potensi adalah “seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan yang terdapat pada suatu individu dan selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan)”.
Dari kedua pengertian diatas, potensi dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kemampuan yang terpendam yang ada dalam diri siswa, yang memungkinkan dapat berkembang dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan.
Potensi-potensi belajar yang ada dalam diri seorang siswa tidak sama dengan potensi yang dimiliki orang lain. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Agus Soejono (1980 : 36) “Potensi seseorang tidak sama dengan potensi yang dimiliki orang lain. Seorang lebih tajam pikirannya, atau lebih halus perasaan, atau lebih kuat kemauan atau lebih tegap, kuat badannya daripada yang lain”.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa potensi itu beraneka ragam, berbeda dan bervariasi. Potensi seseorang berlainan dengan orang lain dalam jenis dan tinggi rendahnya.
1.    Jenis-jenis Potensi Belajar Yang Ada Dalam Diri Siswa
a.    Potensi jasmaniah
Potensi jasmaniah yakni jasmani yang sehat dengan panca indra yang normal yang secara fisiologi berkerja sama dengan sistem syaraf dan kejiwaan. Potensi jasmaniah ini memerlukan gizi dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan lingkungan yang sehat sebagai pra kondisi hidupnya. Jika kebutuhan ini sebagian tidak tercukupi, maka tubuh orang yang bersankutan akan lemah, bahkan dapat sakit.
b.    Potensi rohaniah
Potensi-potensi rohaniah meliputi segi pikir, rasa, karsa, cipta, karya maupun budi nurani. Potensi-potensi rohaniah ini membutuhkan kesadaran cinta kasih, kesadaran akan keagamaan, dan nilai-nilai budaya supaya kepribadian kita sehat dan sejahtera. Di samping itu juga rohani kita harus tenang, sabar, optimis, mempercayai orang lain, bahkan mencintai sesama manusia, tidak iri hati, tidak menyimpan rasa benci atau dendam dan sebagainya.
Pembagian potensi diatas didasarkan kepada U. Noorsyan (1980 : 131) membagi potensi kepada :
1)   Potensi jasmaniah; fisik, badan, dan panca indra yang sehat (normal).
2)   Potensi piker (akal, rasio, intelegensi, intelektual).
3)   Potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan eti-moral maupun perasaan estetis.
4)   Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, hasrat atau kecenderungan-kecenderungan nafsu, termasuk prakarsa).
5)   Potensi cipta (daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi).
6)   Potensi karya (kemampuan menghasilkan kerja).
7)   Potensi budi nurani (kesadaran budi, hati nurani, kata hati).
Ketujuh potensi diatas dapat dikelompokkan kepada potensi jasmaniah dan potensi rohaniah yang dapat dikembangkan dan diwujudkan manusia seutuhnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
2.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Potensi Siswa
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi potensi pada diri siswa, dua faktor tersebut yaitu:
1.    Faktor dari dalam (keturunan)
Keturunan seorang anak dalam keluarganya akan mempengaruhi potensi yang dimiliki oleh anak tersebut. misalnya seorang anak yang keturunan bermain musik, maka tidak khayal jika anak tersebut berpotensi pula dalam bidang musik. Contoh keturunan lain yaitu keturunan ilmu pasti, keturunan bertubih tinggi, keturunan olahragawan, dan lain sebagainnya.
2.    Faktor dari luar (lingkungan)
Faktor-faktor dari luar yang amat besar sekali pengaruhnya terhadap potensi siswa adalah faktor rumah tangga. Rumah tangga tempat anak dibesarkan, pendidikan dalam keluarga, pertama sekali anak mendapat pengalaman dan pengetahuan dari rumah tangga, oleh karena itu orang tua disebut sebagai pendidik yang utama, karena mereka lebih dekat dengan anak, terutama ibu yang mengasuhnya dari dalam kandungan sampai tumbuh dewasa. Dengan demikian ibu memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memberi pendidikan dan pengajaran pada anak dalam bentuk contoh, sikap dan petunjuk. Seperti kata pepatah “Bagaimana cetak begitu bentuknya” yang artinya adalah bagaimana anak itu dididik maka seperti itulah anak akan tumbuh dan berkembang.
3.    Mengenali dan Mengembangkan Berbagai Potensi Peserta Didik
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif.
Berdasarkan paradigma itulah seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta didiknya memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Kelemahan kita adalah kurang cermat dalam mengenali potensi-potensi yang terpendam dalam setiap peserta didik.
Dapat dikatakan demikian karena menurut penelusuran Dr. Sumardi, M.Sc. dalam bukunya Password Menuju Sukses telah teridentifikasi tiga belas jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial (interpersonal), pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural), emosi, spiritual, keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama dikemukakan pertama kali pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang psikolog Amerika Serikat dan diberi label multiple intelligences atau kecerdasan majemuk. Kecerdasan emosi dikemukakan oleh Daniel Goleman.
4.    Mengembangkan Potensi Siswa SD
a.    Pengembangan Pengetahuan pada Usia Belajar
Pengembangan pengetahuan terhadap anak dimulai sejak usia belajar, menurut Neisser (1976) ada tiga alasan mengapa harus dimulai pada masa dini.
Pertama; pengetahuan awal, memungkinkan pendidik, orang tua dan guru memberikan pengetahuan padanya sesuai tingkat kemampuan kognisi anak, namun demikian perkembangan psikologis anak diperhatikan, Menurut J.Byl, Aristoteles, dan Kretshmer (dalam Sujanto, 1980;69) bahwa anak siap untuk belajar dan mendapat pengetahuan dimulai pada usia 7 tahun (disebut masa intelek). Pada usia ini sang-anak sudah siap diisi dan dibekali dengan pengetahuan.
Kedua; anak memiliki keyakinan, kepercayaan, yang semu, dalam arti kata ia butuh bimbingan rohani dan mental pada usia belajar orang tua dan guru mendapat kesempatan yang banyak memantapkan keyakinan dan kepercayaan anak untuk mengisi dan membekali dengan pengetahuan, manakala ia sudah dewasa, ia telah mendapat keyakinan, kepercayaan yang sangat sukar untuk diubah oleh seorang pendidik, baik orang tua maupun guru di sekolah.
Ketiga; anak memiliki banyak pengharapan terhadap sesuatu, pengharapan-pengharapan pada diri anak memungkingkan untuk dilakukan, diciptakan melalui pengetahuan yang diberikan kepadanya.
Kita dapat memberi contoh, tauladan yang banyak kepada anak, yang pada akhirnya dia dapat menemui pengharapannya, namun pengharapan itu dibekali dengan motivasi ekstinsik disamping motivasi intrinsic yang telah ada pada diri sang anak.
b.    Menyeimbangkan antara Intellegensi dan Emosi
Bukanlah menjadi jaminan bagi seseorang yang memikili intellegensi yang tinggi akan dapat berkembang tanpa memiliki kecakapan emosional yang tinggi. Akan tetapi bagi seseorang yang memiliki intellegensi yang tinggi belum tentu memiliki kecakapan emosional yang tinggi pula.Anak yang berbakat adalah anak yang memiliki intellegensi yang tinggi dan kecakapan emosional yang tinggi, mereka kelak menjadi orang yang mampu berbuat, berkarya, aktif, kreatif, dan mandiri.
Kemampuan otak seseorang membutuhkan latihan terus menerus, ia ibarat sebilah pisau dari besi yang bagus, bila tidak diasah di atas gerinda ia tidak akan tajam. Pengasahannya tidak dilakukan sekali saja akan tetapi berkali-kali dilakukan. Otak perlu selalu diasah dengan berfikir, seperti menganalisa, memecahkan masalah, berhitung, berdiskusi, bermain catur, mengisi teka teki silang, dan lain sebagainnya.
5.    Peran guru dalam Pengembangan Potensi Siswa
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim.Guru memiliki perana yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Profesionalisme guru sebagai ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlumendapat perhatian (Depdiknas, 2005). Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa.
Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
a.    Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b.    Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
c.    Membantu perkembangan aspek aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan. (Slameto, 2002)
Begitu pentingnya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses belajar mengajar tentunya harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran, pelaksanaan dan pengelolaan pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada peserta didik dan juga membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang mengalami kesulitan belajar.Salah satu tugas yang dilaksanakan guru disekolah adalah memberikan pelayanan kepada siswa agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah.
Guru mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar dan karenya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang disampaikan dengan kata lain guru harus menciptakan suatu konidisi belajar yang sebagik-baiknya bagi poeserta didik, inilah yang tergolong kategori peran guru sebagai pengajar.
Disamping peran sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembimbing artinya memberikan bantuan kepada setiap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuan diri secara maksimal terhadap sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar H (2002) yang mengatakan bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.Sehubungan dengan perananya sebagai pembimbing, seorang guru harus :
1)   Mengumpulkan data tentang siswa.
2)   Mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehariu-hari.
3)   Mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus.
4)   Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak.
5)   Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan masalah siswa.
6)   Membuat catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
7)   Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu.
8)   Bekerjasama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa.
9)   Menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
10)    Meneliti kemajuan siswa, baik di sekolah maupundi luar sekolah.
11)    Peran guru sebagai pengajar dan sebagai pembing memiliki keterkaitan yang sangat erat dan keduanya dilaksanakan secara berkesinambungan dan sekaligus berinterpenetrasi dan merupakan keterpaduan antara keduanya
6.    Faktor-Faktor Yang Menghambat peran guru dalam pengembangan potensi siswa
Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain ialah:
a.    Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri yang dibawah sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama ditentukan oleh pembawaan kita.Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
b.    Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya.Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.
c.    Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar)
d.   Minat dan pembawaan yang khas, Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik
e.    Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam pembentukan intelegensi. (Dalyono, 2007.)
Sementara itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, dan potensi guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :
1)   Self esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri) siswa.
2)   Creative approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.
3)   Value clarification and moral development approach; guru mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan segenap potensi siswa menuju tercapainya self actualization, dalam situasi ini pengembangan intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, termasuk dalam hal etik dan moral.
4)   Multiple talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa untuk membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5)   Inquiry approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan potensi intelektualnya.
6)   Pictorial riddle approach; guru mengembangkan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
7)   Synetics approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan mengembangkan kreativitasnya.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.
Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a)    Bahwa siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya;
b)   Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
c)    Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
d)   Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
e)    Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
f)    Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
g)   Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kreatif  diartikan sebagai kemampuan untuk membuat kondisi baru, dan unsur-unsur yang ada, sebagai kemampuan menggunakan data atau informasi yang tersedia, yaitu menemukan jawaban terhadap suatu masalah, yang penekananny pada kualitas ketepatgunaan dan keragaman jawaban, makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah, makin kreatiflah seseorang,  sebagai kemampuan yang mencermiinkan kelancaran, keluwesan, kemurnian (orisinil) dalam mengembangkan dan memperkaya gagasan. Banyak kegiatan yang dapat disiapkan/direncanakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan anak.
Empati (einfuhlung) merupakan pengalaman dalam peleburan perasaan (emosi) pengamat terhadap benda seni. Dengan peleburan perasaannya secara mendalam mengakibatkan jiwa (secara psikis) terhanyut dalam kualitas intrinsik dan ekstrinsik seni.
Imajinasi merupakan potensi yang dimiliki manusia dan yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi, manusia memahami dan membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu pentingnya imajinasi Albert Ainstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting dari pada ilmu pengetahuan. Karena dengan imajinasi yang ada dalam otak, akan menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang ada dalam imajinasi. Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
M. Ngalim Purwanto (1984 : 18) mengatakan potensi adalah “seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan yang terdapat pada suatu individu dan selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan)”. Potensi ini dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kemampuan yang terpendam yang ada dalam diri siswa, yang memungkinkan dapat berkembang dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan.

B.  Saran
Dalam pembuatan makalah ini untuk para pengajar bisa mengerti dan memperhatikan potensi belajar siswa, meningkatkannya pengembangan potensi siswa SD dalam proses kreatif, empatik, dan imajinasi yang membuat siswa bisa menyerap materi dan lebih  terampil dalam pembelajaran seni rupa, semoga dengan makalah ini para pengajar maupun siswa dapat mengerti dan bisa meningkatkan pengembangan potensi yang ada pada diri siswa SD dalam pendidikan seni rupa.



DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Ida Siti. Iriaji. 1998. Pendidikan Seni Rupa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.