Saturday 16 April 2016

Sistem Penanganan dan Pengelolaan Limbah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kemajuan teknologi tidak hanya membuat manusia sejahtera, tetapi meninggalkan dampak negatif karena limbah dan pencemaran yang ditimbulkan. Industri memang menyisakan limbah di lingkungan dan sering disebut-sebut sebagai pemasok terjadinya pencemaran.
Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan manusia.
Berbagai macam limbah dapat dikelola dan diolah agar tidak berbahaya bagi lingkungan hidup. Limbah padat biasanya dapat didaur ulang  kembali agar dapat bermanfaat lagi dan digunakan untuk bahan produksi kembali. Berbagai metode atau teknologi penanganan limbah cair pun telah banyak dikembangkan. Untuk itu perlu adanya pengolahan limbah-limbah tersebut untuk mengantisipasi atau meminimkan akibat pencemaran yang terjadi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pengolahan limbah?
2.      Bagaimana cara pengolahan air limbah?
3.      Apa pengertian dari limbah B3?
4.      Bagaimana cara penanganan dan pengelolaan limbah B3?
5.      Bagaimana cara pengolahan limbah B3?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian pengolahan limbah.
2.      Untuk mengetahui cara pengolahan air limbah.
3.      Untuk mengetahui pengertian limbah B3.
4.      Untuk mengetahui cara penanganan dan pengelolaan limbah B3.
5.      Untuk mengetahui pengolahan limbah B3.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengolahan Limbah
            Pengolahan limbah merupakan suatu proses yang dilakukan agar dapat menghilangkan zat-zat yang tidak di inginkan (tidak baik) yang biasanya disebut dengan kontaminan dari air limbah. Proses yang digunakan dapat dilakukan dengan cara-cara biologis, kimiawi maupun fisika.
            Terdapat beberapa cara pengolahan air limbah pada suatu wilayah khususnya untuk limbah rumah tangga, fasilitas sosial maupun umum serta industri, diantaranya terdapat 6 cara yaitu dengan cara :
1.      Pembuangan dengan Sistem Pengenceran
Pada badan air dengan permukaan yang besar, seperti laut, sungai, telaga maupun danau, limbah cair dari perumahan atau dari masyarakat dapat secara langsung dibuang ke badan air tersebut. Dalam hal ini, pipa pemasukan limbah cair ke badan air harus bermuara pada satu titik yang benar-benar berada dibawah permukaan air atau air laut yang terendah, atau biasanya di dekat dasar badan air penerima. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengencerab secara sempurna limbah cair yang dihasilkan saat musim kemarau.
2.      Penggunaan Sumur Peresapan
Sumur peresapan menerima efluen dari kolam pembuangan, jamban air serta tangkai pembusukan dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur peresapan terdiri dari sebuah lubang bulat dalam tanah yang digali cukup dalam menembus 1,8 meter atau lebih kelapisan tanah yang berpori. Lubang biasanya dibuat dengan diameter 1,0 – 2,5 meter dan kedalaman 2-5 meter. Dinding lubang diperkuat dengan pasangan bata atau batu kali tanpa adukan semen dibawah ketinggian pipa inlet. Sumur peresapan harus ditutup dengan penutup rapat yang akan mencegah masuknya nyamuk, lalat, serta air permukaan. Minimal terdapat jarak 5 meter dari sumur atau sumber air minum dari sumur peresapan, dan paling tidak penempatannya pada tanah yang lebih rendah dibandingkan dari sumber air minum tersebut.
3.      Penggunaan Kolam Pembuangan
Kolam pembuangan merupakan lubang tertutup yang menerima buangan limbah cair kasar. Kolam pembuangan dapat berupa tipe kedap air ataupun tipe rembes air. Kolam pembuangan harus di tempatkan paling tidak 15 meter dari sumur serta lebih rendah dari sumur, agar dapat mencegah terjadinya pencemaran bahan-bahan kimia, sedangkan untuk kolam pembuangan yang lebih tinggi dari sumur, jarak antar sumur dan kolam pembuangan tersebut minimal sejauh 45 meter. Kolam pembuangan tipe rembes air harus di tempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 6 meter di luar fondasi rumah.
4.      Penangkap Lemak
Limbah cair dari dapur besar, seperti dapur hotel rumah sakit maupun perkantoran kemungkinan mengandung banyak lemak yang dapat masuk ke tangki pembususkan bersama-sama dengan efluen dan dapat menyumbat pori-pori media penyaringan pada bidang peresapan. Penangkap lemak disini dapat memasukan limbah cair yang panas darpada cairan yang sudah ada dalam bak dan didinginkan olehnya. Hasilnya, kandungan lemak akan menjadi beku dan secara otomatis akan naik ke permukaan, sehingga pengambilan dapat dilakukan secara berkala.
5.      Penggunaan Sistem Tangki Pembusukan
Salah satu cara pengolahan limbah adalah dengan tangki pembusukan. Tangki pembusukan digunakan untuk menangani buangan dari masing-masing rumah, kelompok perumahan atau perkantoran yang berada diluar radius pelayanan sistem saluran limbah cair suatu wilayah. Pada tangki pembusukan, terdapat tangki pengendap yang  harus dalam keadaan tertutup. Melalui saluran limbah cair kasar akan dimasukan kedalam tangki tersebut. Pengolahan tahap pertama terjadi di dalam tangki pembusukan, sedangkan untuk pengolahan tahap kedua terjadi di bidang peresapan efluen.
6.      Saluran Limbah Cair Bangunan
Saluran limbah cair bangunan merupakan bagian dari perpipaan horizontal dari sistem drainase bangunan yang membentang mulai dari satu titik yang berjarak 1,5 meter di luar sisi dalam fondasi tembok bangunan rumah sampai ke sambungan saluran limbah cair umum atau unit pengolahan limbah cair perorangan.
Sedangkan untuk sistem penanganan limbah untuk rumah tangga, rumah sakit serta industri adalah sebagai berikut :
1.      Penanganan Limbah Rumah Tangga
Ø  Untuk kawasan perumahan dan pemukiman dimana lahan tersedia cukup luas dapat digunakan sistem on-site, limbah dibuang ke fasilitas sanitasi (sumur resapan dan septik tank) yang dimiliki masing-masing rumah.
Ø  Untuk kawasan perdagangan dan jasa, limbah ditangani dengan sistem on-site skala komunal karena hal ini akan lebih efektif dan ekonomis. Air limbah yang dihasilkan dari tiap-tiap blok disalurkan kedalam sistem perpipaan selanjutnya diolah bersama sebelum diresapkan.
Ø  Untuk pengolahan akhir limbah domestik lumpur tinja, perlu direncanaka IPLT (instalasi pengolahan lumpur tinja) untuk mengolah efluen septik tank yang akan melayani seluruh wilayah dengan harapan tidak terjadi lagi pembuangan limbah pekat ke saluran drainase.
2.      Penanganan Limbah Rumah Sakit
§  Setiap rumah sakit harus mempunyai fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan mengelolanya dengan baik;
§  Setiap rumah sakit harus melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cairnya ke badan air;
§  Monitoring dan pengawasan tersebut harus dilaporkan dan di awasi langsung oleh instansi berwenang;
§  Pengolahan limbah beracun seperti limbah cair sisa obat-obatan, dan suntikan, harus dipisahkan dari pengolahan limbah cair yang bersifat non toksik.
3.      Penanganan Limbah Industri
Untuk limbah cair industri:
·         Fasilitas pengolahan limbah yang ada hendaknya dapat dimanfaatkan dengan baik.
·         Industri harus memisahkan limbah cair organik, anorganik dan toksis.
·         Setiap industri harus mempunyai fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan mengelolanya secara optimal.
Untuk limbah cair industri rumah tangga:
§  Bagi industri rumah tangga, pemerintah harus melakukan inventarisasi jumlah dan jenis industrinya guna memudahkan monitoring dan pengawasan.
§  Pengadaan penyuluhan serta bimbingan mengenai limbah cair dan juga diwajibkan mengolah limbah cair dengan sistem pengolahan limbah yang sederhana sebelum dibuang ke saluran atau selokan.
§  Monitoring dan pengawasan tersebut harus dilaporkan dan di awasi oleh instansi yang berwenang.
B.     Limbah (B3) Bahan Berbahaya dan Beracun
1.      Pengertian Limbah B3
Menurut PP No.18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung  bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya. Baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Sedangkan menurut BAPEDAL (1995) yaitu setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengadung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammabillity, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
2.      Tujuan Pengelolaan Limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula.
Identifikasi Limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a.       Berdasarkan Sumbernya
Golongan limbah B3 berdasarkan sumbernya dibagi  menjadi:
-          Limbah B3 dari sumber spesifik.
-          Limbah B3 dari sumber tidak spesifik.
-          Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
b.      Berdasarkan Karakteristik
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
-          Mudah meledak
-          Pengoksidasi
-          Sangat mudah sekali menyala
-          Sangat mudah menyala
-          Mudah menyala
-          Sangat beracun
-          Beracun
-          Berbahaya
-          Korosif
-          Bersifat iritasi
-          Berbahaya bagi lingkungan
-          Teratogenik
-          Karsinogenik
-          Teratogenik
-          Mutagenik
3.      Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,  pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan.
Dalam pengelolaan limbah B3 harus mendapat perizinan dan kementrian Lingkungan Hidup (KL:H) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Dan untuk aktifitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktifitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapelda setempat.
Pengeloloaan limbah B3 mengacu pada Keputusan Kepala Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapelda) No. Kep-03/BAPELDA/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Perssyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persayaratan:
a.       Lokasi Pengolahan.
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dlam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area harus:
-          Daerah bebas banjir
-          Jarak dengan fasilitas umum mimimum 50 meter.
b.      Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
-          Daerah bebas banjir
-          Jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 meter atau 50 meter untuk jalan lainnya.
-          Jarak dengan daerah beraktifitas penduduk dan aktivitas umum minium 300 m.
-          Jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m.
-          Dan Jarak dengan wilayah terlindungi  (seperti cagar alan, hurtan lindung) minimum 300 m)
c.       Fasilitas Pengolahan.
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi,meliputi:
-          Sistem keamanan fasilitas
-          Sistem pencegahan terhadap kebakaran
-          Sistem penanggulangan keadaan darurat
-          Sistem pengujian peralatan
-          Dan pelatihan karyawan
4.      Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut dengan karakteristik limbah.
5.      Pengelolaan Limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung pada karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengen proses sebagai berikut.:
-          Proses secara kimia, meliputi redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan.
-          Proses secara fisika, meliputi pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengn metode kristalisasi.
-          Proses Stabilisas/solidiffikasi, dengen tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi larutan,penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbun akhir.
-          Proses  insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah dengan menggunakan alat khusus insinerator dengan efesisensi harus menccapai 99,99 % atau lebih. Artinya jik asesuatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidk boleh melebihi 0.01 kg atau 10 gr.
6.      Hasil Pengolahan Limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauwan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka 30 tahun setelah pembuangan akhir habis habis pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengolahan termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (tiga bulan sekali).
7.      Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, Solidification/Stabilization dan Inceneration.
Salah satu teknolnogi pengolahan limbah B3 adalah Chemical Conditioning .Tujuan utama metode ini adalah:
Ø  Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam lumpur
Ø  Mereduksi volume dengan mengurangi kandunga air dalam lumpur
Ø  Mendrestruksi Organisme Patogen
Ø  Memanfaatkan hasil samping proses Chemical Condistioning yang masih memiliki nila ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion.
Ø  Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
a.      Chemical Condistioning
Chemical Conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1)      Conceentration Thickening
Tahapan ini bertujuan mengurangi volume lumpur yang vakan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang digunaka dalam tahapan ini ialah gravity Thickener dan Solid bowl centrtufuge. Tahapan ini pada sasarnya merupakan tahapan awal sebalum limbah dikurangi kadar airnya pada tahap de-waterin Selanjutnya.
2)      Treatnen, Stabilization and Conditioning
Tahapan ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses Stabilisasi dapat dilakukan melalui proses penfgkondisian secara kimia, fisika dan biologi.
Proses kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid, Pengkondisian fisika berlangsung dengan jalann memisahkan bagan-bahan kimia dan koloidd dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkonsisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlihat padatahapan ini adalah Lagooning, anaerobic, chemical condistioning dan eluctriation.
3)      De-watering and drying
Tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air sekaligus mengurangi volume lumpur.
Proses yang tgerlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrtrifuge, vacuum filter dan belt press.
4)      Disposal
Disposal adalah proses pembuangan akhir limbah B3.Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah prolysis<wet air oxidation, dan Composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah Sanitary landfill, crop land, atau injection well.
b.      Solidification/Stabilization
Stabilization didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahwan (aasitif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahya dengan menambahkan bahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanisme dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
à Macrodencapsulation,yaitu dimana bahan bakarnya dalam limbha dibungkus dalam matriks struktur yang besar.
à Microencapsulation, proses yang micrip dengn macroencapsulaion tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingat miicroskopiik
à Adsorpsi, Proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
à Absorbsi, Yaitu prose solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkan ke bahan padat.
à Detoxification, Proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingnkat toksifitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.
Teknologi solidifikasi/stabilisasi umumnta menggunakan seman, kapur (CaOH2) dan bvahan termoplastik, Metode yang diterapkan di lapangan ialah metode in-drum- mixing, in-situ-mixing dan plant mixing Peraturan mengenai solidifikasi/stabilisasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995/ dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
c.       Inceneration
Teknologi Inceneration adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengelolaan liombah, ininerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga 90% (volume) dan 75 (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padatkarena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat kasat mata ke bentuk gas yang tak kasat mata. Proses ininerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, ininerasi memliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkuragn dengan cepat, Selain itu ininerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menetukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah pada B3 ialah ritory kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber,multiple chamber, aqueous waste injection,dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
F Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3          
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Dan hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan di ubah menjadi karbon dioksida (), air dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik jadi senyawa sedarhana seperti  dan O.
Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioprasikan.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.
Hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat disebut pencemaran, misalnya udara berbau tidak sedap, air berwarna keruh, tanah ditimbuni sampah. Hal tersebut dapat berkembang dari sekedar tidak diingini menjadi gangguan. Udara yang tercemar baik oleh debu, gas maupun unsur kimia lainnya dapat menyakitkan saluran pernafasan, mata menjadi pedas atau merah dan berair. Bila zat pencemar tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), kemungkinan dapat berakibat fatal.
Terkait dengan hal ini, UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak dikenal dengan istilah sampah, namun digunakan istilah Limbah sebagaimana tercantum dalam pasal 1 angka 20 dikatakan bahwa “Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan” (yang sudah tidak bisa dipakai lagi).
Banyak sekali permasalahan yang terjadi seputar pengelolaan limbah khususnya limbah hasil kegiatan industri yang mengandung unsur bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan berbahaya dan beracun menjadi sebuah ancaman bagi kelestarian lingkungan yang memerlukan keseimbangan dalam lingkaran rantai ekosistem.
Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya masuk kategori atau dengan sifat limbah B3.
Kegiatan industri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghsilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah.
Limbah gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa Sox, NOx, CO dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx diudara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah pada industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah B3 secara nyata telah menciptakan dampak negatif bagi lingkungan hidup serta kelangsungan hidup dari semua makhluk hidup yang ada.
8.      Jenis dan Karakteristik
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik. Menurut sifat atau karakternya, limbah B3 dibedakan menjadi: (1) mudah meledak; (2) mudah terbakar; (1) bersifat reaktif; (4) beracun; (1) penyebab infeksi; dan (6) bersifat korosif. Sedangkan ditinjau dari sumbernya, maka limbah B3 dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu limbah B3 sumber specifik, sumber tidak specifik, dan bahan kimia kadaluarsa; tumpahan; sisa kemasan; buangan produk yang tidak memenuhi specifikasi.
F Limbah mudah meledak diartikan sebagai limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
F Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
F Limbah reaktif merupakan limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
F Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
F Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah labolatorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
F Limbah yang bersifat korosif  adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat biasa.
C.    Pengelolaan Limbah B3
Keberadaan limbah B3 yang berdampak negatif bagi lingkungan inilah yang melatar belakangi perlunya payung hukum dalam hal pengelolaan limbah B3, hal ini ditambah lagi dengan fakta bahwa Indonesia telah menjadi salah negara tempat pembuangan limbah B3 dari negara lain.
Pengelolaan limbah B3 adalah hal yang penting dan harus dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkan. Dalam pengelolaan limbah B3 ini, prinsip pengelolaan dilakukan secara khusus yaitu from cradle to grave. Pengertian from cradle to grave sendiri adalah pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya, limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur(dihasilkan, dikemas, digudangkan/penyimpanan, ditransportasikan, didaur ulang, diolah dan ditimbun/dikubur).
Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegah pencemaran terhadap lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karateristiknya.
Pengelolaan limbah B3 ini harus dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkan limbah B3 pada setiap kegiatan/usahanya. Tujuan dari pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini secara umum dapat dikatakan adalah untuk memisahkan sifat berbahaya yang terdapat dalam limbah tersebut.
Hal ini harus dilakukan agar limbah B3 ini tidak mencemari atau pun merusak lingkungan hidup tempat dimana mahluk hidup berada. Dengan adanaya pengelolaan dan pengolahan limbah B3 ini, barulah limbah tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lebih lanjut.
Pemanfaatan limbah ini sendiri dapat berupa penggunaan kembali atau re-use, daur ulang Recycle, dan perolehan kembali atau recovery. Pemanfaatan ini harus berpedoman pada prinsip agar aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan, memiliki proses produksi yang handal serta memiliki standard produk mutu yang baik.
Untuk limbah B3 yang sudah tidak dapat dimanfaatkan atau diolah kembali maka harus ditimbun di landfill. Penimbunan limbah ini harus dilakukan oleh sebah badan usaha yang telah mendapatkan ijin dari KLH serta dengan melaporkan kegiatan penimbuhan tersebut.
Dasar Hukum
Mengingat begitu pentingnya permasalahan pengolhan dan pemanfaatan limbah B3 ini, maka pemerintah memandang perlu untuk membuat peraturan perundang-undangan guna mengatur limbah B3 ini. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah:
à Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
à PP RI Nomor 18 Tahun 1999 Jo. PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai revisi dari PP RI Nomor 19 Tahun 1994 Jo. PP RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang pengelolaan Libah B3.
à Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan teknis Penyimpanan dan pengumpulan Limbah B3.
à Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3
à Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang persyaratn Teknis pengelolaan limbah.
à Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan Hasil pengolahan, persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi penimbunan Limbah B3.
à Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label
à Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang tata cara memperoleh ijin pengelolaan Limbah
à Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah B3
à Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang program kendali B3
à Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
Peraturan-peraturan mengenai pengelolaan limbah B3 diatas diharapkan dapat mencegah, mengurangi serta mengontrol keberadaan limbah B3 dilingkungan masyarakat.
Mengacu pada ketentuan Undang-undang lingkungan hidup, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi perhatian. Hal ini terutama mengenai pengolahan dan pengolahan limbah B3, sebagaimana dikatakan pada pasal 58 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 bahwa: Setiap orang yang memasukkan negara ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengolahan B3.
Pengolahan  mengacu pada pemanfaatan hasil kegiatan/usaha yang menciptakan B3 apakah dapat digunakan kembali atau tidak. Sedangkan pengelolaan lebih tertuju pada pengawasan dan pengendalian limbah B3 yang terdapat dilingkungan hidup. Masih banyaknya terjadi pelanggaran terhadap pengelolaan serta persyaratan pengelolaan limbah B3 menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap keberadaan limbah B3 ini, padahal kerawanan yang dimunculkannya dapat merusak lingkungan tempat makhluk hidup tinggal.
D.    Penanganan Limbah B3
Awal muncul limbah bermula dari aktifitas manusia yang bisa berupa kegiatan industri, rumah tangga, dll. Aktifitas tersebut yang bisa jadi menggunakan bahan awal yang memang sudah mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sebuah aktifitas industri, disamping menghasilkan produk bermanfaat tentu juga menghasilkan limbah yang mudah diolah dan limbah B3.
Yang memerlukan penanganan ekstra adalah cara penganan limbah B3 agar tidak berbahaya untuk lingkungan, kesehatan manusia dam makhluk hidup lain.  Dapat disimpulkan bahwa  pencegahan dan pengendalian pencemaran limbah B3 merupakan kewajiban bagi seluruh industry di semua sector dan bidang industry.
Pembuangan limbah B3 yang illegal sebenarnya merupakan tindak criminal karena akan mencemari tanah, air sungai, air tanah dan atmosfir bumi. Yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negative pada kualitas hidup manusia, kesehatan dan social ekonomi.
Dalam aktifitas industri, produk limbah B3 sebenarnya bisa diminialisir dengan cara mereduksi pada sumber limbah, mensubstitusi bahan, mengatur operasinya kegiatan dan melakukan teknologi bersih dalam proses.
Sebelumnya mari kita tinjau ulang definisi yang berkaitan dengan limbah. Bahan/limbah B3 adalah bahan/limbah berbahaya dan /beracun yang karena sifat, konsentrasi dan jumlahnya secara langsung atau tidak langsung dapat merusak dan mencemarkan lingkungan atau dapat membahayakan manusia.
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan proses produksi. Ada beberapa karakteristik limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya):
Ø  Mudah meledak (eksplosif) (missal: bahan peledak)
Ø  Mudah terbakar (missal: bahan bakar Extremely flammable & Highly flammable)
Ø  Bersifat reaktif (missal: bahan-bahan oksidator)
Ø  Berbahaya/harmuful (misal: logam berat)
Ø  Menyebabkan infeksi (misal: limbah medis rumah sakit)
Ø  Bersifat korosif (asam kuat)
Ø  Bersifat irritatif (basa kuat)
Ø  Beracun (produk uji toksinologi)
Ø  Karsinogenik, Mutagenik, dan Teratogenik (merkuri, turunan benzene, bebrapa zat warna)
Ø  Bahan radioaktif (uranium, plutonium, dll)
Sedang berdasarkan jenis limbah B3 dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.       B3 dari sumber tidak spesifik yaitu B3 yang berasal bukan dari proses utamanya tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan kerk, pengemasan, dll.
b.      B3 dari sumber spesifik yaitu B3 bahan awal: produk atau sisa proses suatu industry atau kegiatan tertentu.
c.       B3 dari sumber lain yaitu bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan sisa kemasan dan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Bahan yang tidak termasuk jenis diatas, dikelompokkan sebagai B3 apabila memiliki karakteristik di bawah (satu atau lebih):
Ø  Mudah meledak
Ø  mudah terbakar
Ø  Bersifat reaktif
Ø  Beracun
Ø  Menyebabkan infeksi
Ø  Bersifat korosif
Mengkarakterisasi suatu bahan dimulai dari mengidentifikasi limbah hingga karakterisasi bahayanya. Beberapa aspek karakterisasi bahaya antara lain:
Ø  Keadaan fisik (padat/cair/gas)
Ø  Reaktivitas terhadap air
Ø  Kelarutan dalam air
Ø  pH dan informasi kenetralan
Ø  Mudah tidaknya nyala
Ø  Keberadaan oksidator
Ø  Keberadaan sulfide atau sianida
Ø  Keberadaan halogen
Ø  Keberadaan bahan radioaktif
Ø  Keberadaan bahan organism berbahaya
Ø  Keberadaan komponen toksik
Penghasil limbah B3 yaitu orang atau badan usaha yang menghasilkan limbah B3 dan Menyimpan sementara limbah tersebut dalam lokasi kegiatannya sebelum diserahkan ke pihak lain. Urutan Pengelolaan limbah B3 sebagai berikut:
Ø  Penyimpana
Ø  Pengumpulan
Ø  Pengangkutan
Ø  Pemanfaatan
Ø  Pengolahan
Ø  Penimbunan
            Penyimpanan dan pengumpulan dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap lingkungan dapat dihindarkan.
            Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain bentuk kemasan (tong/tanki) tata cara pengemasan, bangunan dan tata ruang tempat penyimpanan serta lokasi penyimpanan.
            Penyimpanan limbah B3 merupakan kegiatan daur ulang (recycling), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (re-use).

E.     Cara Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 secara fisika dan kimia dimaksudkan untuk mengurangi daya racun limbah B3 dan atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi taau berbahaya.
Pengolahan stabilitas/solidifikasi dapat mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakannya terhamabt atau terbatasi dan membentuk masa monolit dengan struktur yang kekar.
Pengolahan secara insinerasi yaitu menghancurkan senyawa B3 yang terkandung dalam limbah B3 menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.
a.       Penimbunan Limbah B3
Walaupun telah dilakukan pengolahan sebelumnya, limbah B3 masih berpotensi mencemari lingkungan sehingga perlu dilakukan penimbunan limbah B3 pada lokasi yang memenuhi persyaratan (landfill).
Tujuan penimbunan ini adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang.
b.      Tentang Limbah B3
Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah Indonesia, khususnya sejak decade terkhir ini, terutama akibat perkembangan industry yang merupakan tulang punggung peningkatan perekonomian Indonesia. Penanganan limbah merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manusia serta lingkungan dan umunya. Namun pengadaan  dan pengoperasian sarana pengeloh limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi industry.
Keanekaragaman jenis limbah akan bergantung pada aktivitas industri serta penghasil limbah lainnya mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi, pemilihan jenis mesin dan sebagiannya, akan mempengaruhi karakter limbah yang tidak terlepas dari proses induatri itu sendiri. Sebagian dari limbah industry tersebut berkategori hazardous waste yang di Indonesia diatur oleh PP 18/99 jo PP 85/99. Padanan kata untuk hazardous waste yang digunakan di Indonesia adalah limbah berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah B3.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan berkembangnya perindustrian akan meningkatkan jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar dilapangan, kebanyakan dari bahan kimia baru tersebut seringkali tidak teruji dan memiliki kemungkinan berkategori B3 sehingga diperlukanlah suatu peraturan yang mengatur peredaran bahan kimia tersebut sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
c.       Macam-macam pengolahan Limbah B3
Pengolahan Limbah B3 sendiri ada beberapa macam, antara lain:
§  Penggunaan kembali sebagai bahan baku (reuse). Misalnya pembuatan batako/bahan bakar,dsb.
§  Penggunaan kembali material dengan proses (recycle). Contohnya pembuatan material karbon.
§  Solidifikasi (reduce). Berupa pengurangan volume, contonya sludge IPAL dikeringkan terlebih dahulu.
d.      Sistem Pengolahan Limbah B3
      Sistem pengolahan limbah B3 di Indonesia diadopsi dari sistem pengelolaan limbah B3 di Amerika yang dikenal dengan cradle to grave system atau bisa disebut pemantauan dan pengelolaan mulai dari limbah dihasilkan hingga diolah ditempat pengolahan akhir.
Secara teknis operasional, maka pengelolaan limbah B3 menurut PP 18/99 jo PP 85/99 merupakan suatu rangkaian kegiatan dari mulai upaya reduksi limbah yang terbentuk samapai terbentuknya limbah oleh penghasil. Kemudian rantai berikutnya adalah pemanfaatan limbah oleh pemanfaat, pengumpulan limbah oleh pengumpul, pengengkut limbah oleh pengangkut, dan pengolahan/penimbunan limbah oleh pengolah.
Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai pihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Aspek pengawasan dan sanksi juga diatur dalam PP tersebut. Badan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 tersebut di Indonesia adalah Badan Pengendalian Dampak lingkungan (Bapedal).
Perjalanan limbah dalam rantai pengelolaan wajib disertai dokumen. Dokumen limbah akan memegang peranan penting dalam pemantauan perjalanan limbah B3 dari penghasil samapai ke pengolahan limbah.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pengolahan limbah merupakan suatu proses yang dilakukan agar dapat menghilangkan zat-zat yang tidak di inginkan (tidak baik) yang biasanya disebut dengan kontaminan dari air limbah.
            Cara pengolahan air limbah: Pembuangan dengan Sistem Pengenceran, Penggunaan Sumur Peresapan, Penggunaan Kolam Pembuangan, Penangkap Lemak, Penggunaan Sistem Tangki Pembusukan, Saluran Limbah Cair Bangunan .
Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung  bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya.
Penanganan,  pengelolaan, dan pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara fisika, kimia, stabilitas dan insinerasi.
B.     Saran
            Kepada pembaca yang ingin lebih mendalami materi sistem penanganan dan pengelolaan limbah dapat membaca dari sumber lain yang lebih lengkap.




DAFTAR PUSTAKA

Daryanto dan Suprihatin, Agung. 2013. Pengantar Pendidikan Lingkungan
Hidup. Yogyakarta: Gava Media
Kristi, Ita. 2012. Modul Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMK/MAK. Pratama Mitra Aksara.




           



           

















No comments:

Post a Comment