BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebuah ungkapan
yang berasal dari bahasa asing mengatakan, "manusia adalah mahluk hidup
yang pandai berbicar". Hal itu menunjukan bahwa keterampilan berbicara
menjadi ciri khas mahluk yang disebut manusia. Manusia mampu berbicara dalam
aneka ragam bahasa. Kemampuan seperti itu bukanlah sesuatu yang bersifat
naluriah (instinc) seperti halnya pada binatang, tetapi diperoleh dari melalui
proses belajar dan latihan yang terus menerus
Berbicara merupakan
salah satu keterampilan berbahasa yang utamadan yang pertama kali dipelajari
oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajariketerampilan berbahasa lainnya.
Sejak seorang bayi lahir ia sudah belajar menyuarakan lambang-lambang bunyi
bicara melalui tangisan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Suara
tangisan itu baru menandakan adanya potensi dasar kemampuan berbicara dari
seorang anak yang perlu distimuli yang dikembangakan lebih lanjut oleh
lingkungannya melalui berbagai latihan dan pembelajaran. Orang akan merasa
terusik jika anaknya lahir tanpa suara tangisan. Orang akan merasa lebih sedih
lagi jika anaknya tumbuh dewasa tanpa memiliki kemampuan berbicara secara
lisan.
Tiap manusia
dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan
perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil
pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.
Keterampilan
berbicara memegang peranan yang penting dalam pendidikan, baik dilingkungan
keluarga, disekolah, maupun masyarakat luas.
Keterampilan
berbicara, terutama berbicara didepan banyak orang (public speaking) kini
semakin penting. Tidak Cuma untuk bisnis, tapi juga untuk pendidikan
Materi ini
disajikan agar anda mahasiswa PGSD, dapat bercerita, berdialog,
berpidato/berdiskusi. Pemberian materi ini dilatar belakangi oleh suatu
kenyataan bahwa berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa diperlukan untuk
berbagai keperluan. Anda sebagai calon guru, misalnya, dituntut untuk memiliki
bekal keterampilan berbicara agar kelak dapat menyampaikan informasi kepada
anak didiknya dengan baik.
1.2
Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu sebagai berikut :
- Konsep keterampilan berbicara
- Kegiatan berbicara (bercerita, berdialog, berpidato/ceramah dan berdiskusi)
1.3Tujuan Penulisan
Berdasarkan penulisan yang akan dibahas, tujuan yang
ingin dicapai makalah ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui Konsep keterampilan berbicara
- Untuk mengetahui Kegiatan berbicara (bercerita, berdialog, berpidato/ceramah dan berdiskusi)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Keterampilan berbicara
Berbicara merupakan proses berbahasa lisan untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan, merepleksikan pengalaman dan berbagai
informasi (elis, 1989). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan
kata- kata merupakan ekspresinya. Berbicara merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial oleh karena itu,
kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama dari pelajaran bahasa, karena
kemampuan berbahasa lisan .
1.
Merupakan mode
ekspresi yang sering digunakan
2.
Merupakan bentuk
kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak
3.
Merupakan tipe
kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai.
Para pakar
mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan (1985)
menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem
tanda-tanda yang dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible).
Dari 2796 bahasa didunia, semuanya memiliki bentuk bahasa
lisan meskipun hanya 153 saja yang mengembangkan bahasa tulisannya (stewig,
1983).
Anak-anak memasuki
awal sekolah sudah mampu berbicara untuk mengekspresikan kebutuhannya,
bertanya, dan untuk belajar tentang dunia yang akan mereka kembangkan namun,
mereka belum mampu untuk memahami dan memproduksi kalimat-kalimat kompleks dan
belum memahami pariasi penggunaan bahasa yang didasarkan pada situasi yang
berbeda. Dan beberapa siswa lainya masih takut berdiri dihadapan teman
sekelasnya. Bahkan tidak jarang kita lihat beberapa siswa berkeringat dingin,
berdiri kaku, lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainya.
Kenyataan tersebut
diatas hendaknya dijadikan sebagai landasan pengajaran di sekolah. Disamping
itu pengajaran berbicara pun harus berlandaskan konsep dasar berbicara sebagai
sarana berkomunikasi dan sejumlah landasan lainya. Hal ini menjadi tanggung
jawab guru untuk membangun pondasi kemampuan berbahasa, terutama kemampuan
berbahasa lisan dalam kaitannya dengan situasi komunikasi yang berbeda-beda.
Konsep dasar
berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal yakni:
(1)
Berbicara dan
menyimak adalah dua kegiatan resiprokal
Berbicara dan
menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak
terpisahkan, satu sisi ditempati
kegiatan berbicara dan sisi lainnya ditempati kegiatan menyimak. Kegiatan
menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara baru berarti bila diikuti
kegiatan menyimak. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan
berpadu jadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi,
bertelepon, tanya jawab, interview dan sebagainya.
Pembicara dan
penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara
spontan, mudah, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak
menjadi pembicara.
(2)
Berbicara adalah
proses individu berkomunikasi
Berbicara
adakalanya digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungannya. Bila hal
ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara digunakan sebagai sarana
memperoleh pengetahuan mengadaptasi, mempelajari lingkungannya, dan mengontrol
lingkungannya.
Contoh: perhatikanlah bagaimana seorang anak menggunakan
bahasa(berbicara) untuk mengadaptasi lingkungannya melalui pengajuan sejumlah
pertanyaan: apa? Mengapa? Bagaimana? Anak tersebut menggunakan keterampilan
sebagai alat mempengaruhi dan mengontrol lingkungannya dan pada gilirannya lingkungan
itupun mempengaruhi dirinya. Berbicara adalah satu alat komunikasi terpenting
bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.
(3)
Berbicara adalah
ekspresi kreatif
Melalui berbicara
kreatif, manusia melakukan tidak sekedar menyatakan ide, tetapi juga
memanifestasikan kepribadiannya. Tidak hanya dia menggunakan pesona ucapan kata
dan dalam menyatakan apa yang hendak dikatakannya tetapi dia menyatakan secara
murni, fasih, ceria, dan spontan. Perkembangan presepsi dan kepekaan terhadap
perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi yang bersangkutan untuk
mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual, karena itu
dikatakan berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi
juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
(4)
Berbicara adalah
tingkah laku
Berbicara adalah
ekspresi pembicara. Melalui pembicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran
dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian si pembicara. Berbicara
juga merupakan dinammika dalam pengertian melibatkan tujuan pembicara kepada
kejadian disekelilingnya kepada pendengarnya atau kepada objek tertentu.
Contoh: dalam pribahasa "bahasa menunjukan
bangsa" makna pribahasa tersebut ialah cara kita berbahasa, berbicara,
bertingkah laku menggambarkan kepribadian kita. Dalam kepribadian itu sudah
terselip tingkah laku kita.
(5)
Berbicara adalah
tingkah laku yang dipelajari
Berbicara sebagai
tingkah laku, sudah dipelajari oleh siswa dilingkungan keluarga, tetangga, dan
lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum mereka masuk ke sekolah.
Walaupun siswa sudah dapat mengekspresikan dirinya secara lisan, sebelum mereka
diajar secara formal maka tetap memerlukan bimbingan untuk mengembangkan
keterampilan berbicara mereka.
Keterampilan berbicara siswa harus dibina oleh guru
melalui latihan:
(1)
Pengucapan
(2)
Pelafalan
(3)
Pengontrol suara
(4)
Pengendalian diri
(5)
Pengontrolan
gera-gerik tubuh
(6)
Pemilihan kata,
kalimat dan pelafalannya
(7)
Pemakaian bahasa
yang baik
(8)
Pengorganisasian
ide.
Keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang mekanistis. Semakin banyak berlatih berbicara,
semakin dikuasai keterampilan berbicara itu tidak ada orang yang langsung
terampil berbicara tanpa melalui proses latihan. Berbicara adalah tingkah laku
yang harus dipelajari, baru bisa dikuasai.
(6)
Berbicara
distimulasi kekayaan pengalaman
Berbicara adalah
ekspresi diri. Bila terisi oleh pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka
dengan mudah yang bersangkutan menguraikan pengetahuan dan pengalamannya itu
bila pembicara miskin pengetahuan dan pengalaman, maka yang bersangkutan akan
mengalami kesukaran dalam berbicara.
Hal yang sama
terjadi juga pada anak-anak. Anak-anak yang memiliki pengalaman yang banyak,
bervariasi, kaya, dengan mudah pula menampilkan dirinya melalui berbicara sedangkan
anak-anak yang kurang pengalaman yang merasa apa yang dimilikinya kurang
penting biasanya sulit berbicara dan menjadi manusia pendiam.
Guru benar-benar
harus memahami dan menghayati kenyatan tersebut diatas. Bila guru mengetahui
kenyataan itu maka dia dapat menyusun strategi memberikan pengalaman yang luas
kepada siswanya. Anak-anak memerlukan pengalaman yang kaya sebelum mereka
berbicara, berdiskusi dan bertukar fikiran. Semakin banyak pengalaman yang
dimiliki, semakin terdorong untuk berbicara.
(7)
Berbicara sarana
memperluas cakrawala
Paling sedikit
berbicara digunakan untuk dua hal, yang pertama untuk mengekspresikan ide,
perasaan, dan imajinasi. Kedua, berbicara dapat juga digunakan untuk menambah
pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
Lihatlah bagaimana
anak-anak bertanya gencar mengenai keadaan sekitarnya. Apa itu? Mengapa pisang
berubah? Dimana burung itu tidur? Bagaimana terjadi danau? Melalui pertanyaan
itu anak mencari, mengamati, dan mau memahami lingkungannya. Melalui kegiatan
bertanya anak mengarah kepada berfikir keras dan penemuan. Melalui pengamatan,
kesadaran dan keterlibatan dengan lingkungan sekitarnya anak-anak belajar
memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
(8)
Kemampuan
linguistik dan lingkungan berkaitan erat
Anak-anak adalah
produk lingkungannya. Jika dalam lingkungan hidupnya ia sering diajak
berbicara, dan segala pertanyaan diperhatikan dan dijawab, serta lingkungan itu
sendiri menyediakan kesempatan untuk belajar dan berlatih berbicara maka dapat
diharapkan anak tersebut terampil berbicara. Ini berarti si anak sudah memiliki
kemampuan linguistik yang memadai sebelum mereka masuk di sekolah.
Lingkungan yang
tidak menunjang perkembangan linguistik anak tergambar sebagai berikut.
Lingkungan itu miskin kegiatan linguistik. Dialog antara anak dan orang tua
serta anggota keluarga lainnya sangat kurang. Perhatian dan pertanyaan anak
tidak digubris atau jarang diperhatikan. Lingkungan sepi, buta bicara, tidak
ada kesempatan berbahasa, sehingga membuat anak tidak berkembang. Bila anak
masuk sekolah ia akan kelihatan kaku, kurang bicara, pemalu, dan tidak dapat
menyatakan dirinya.
(9)
Berbicara adalah
pancaran pribadi (logan dkk, 1972:105-105)
Gambaran pribadi
seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kita dapat menduganya
melalui gerak-geriknya, tingkah lakunya, kecenderungannya, kesukaanya, dan cara
bicaranya. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati, misalnya
pikiran, perasaan, keinginan, idenya dan lain-lain. Karena itu sering dikatakan
bahwa berbicara adalah indeks kepribadian.
Kualitas suara,
tinggi suara, nada dan kecepatan suara dalam berbicara merupakan indikator
keadaan emosi seseorang. anak-anak yang cemas, neorotik, atau tegang nada
bicaranya tinggi, melengking, atau bergetar sehingga tidak enak untuk didengar.
Ibarat pemetik tali biola yang kencang menghasilkan suara melengking demikian
otot yang tegang menghasilkan suara yang tidak merdu. Anak-anak yang berada
dalam emosi stabil, tenang, percaya akan kemampuan diri akan berbicara dengan
enak, suaranya pun enak, merdu di dengar. Berbicara adalah gambaran
kepribadian.
Kegiatan berbicara
diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan
kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi
pesan tersebut penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi,
gagasan, serta pendapat yang selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan
sampai ketujuan secara tepat.
Dalam menyampaikan
pesan, seseorang menggunakan bahasa yang
dalam hal ini tergolong ragam bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan
tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti atau memahaminya.
Apabila isi pesan itu diketahui oleh penerima pesan, akan terjadi komunikasi
antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.
Pemberi pesan
sebenarnya dapat juga disebut pembicara dan penerima pesan disebut juga sebagai
pendengar atau penyimak atau disebut juga dengan istilah lain komunikan dan
komunikator. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu
disebut berbicara dan peristiwa atau proses penerima pesan yang disampaikan
secara lisan disebut penyimak dengan demikian, berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sedangkan menyimak adalah keterampilan
menerima pesan yang disampaikan secara lisan.
2.1.1 Hakikat
berbicara
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian
maksud (ide, pikiran, isi hati)
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud
tersebut dapat dipahami oleh orang lain (depdikbud, 1984/1985:7). Menurut
Tarigan (1983:15), mengungkapkan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses
berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber
ketempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari
komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah
seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan
lebih dahulu diubah kedalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol
tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan pada komunikan. Bahasa lisan
adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Saluran untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan
melalui udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu
dipahami oleh komunikan ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh
komunikator.
Tahapan selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik
kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan
memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan dengan demikian,
komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dan
komunikan.
Berbicara merupakan bentuk prilaku manusia yang
memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neorologis, semantik dan
linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat
ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti
kepala, tangan, dan roman mukapun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas
emosi, misalnya, tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan
oleh alat ucap, tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Berbicara juga tidak terlepas dari faktor Neorologis,
yaitu jaringan syaraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut telinga dan organ
tubuh lainnya yang ikut dalam aktifitas berbicara. Demikian pula faktor
semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan
dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu
agar bermakna.
Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai
mahluk sosial sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner
Zimmer (depdikbud, 1984/85.2.8) memandang kebutuhan akan komunikasi efektif
dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap
individu baik aktifitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat
dibutuhkan dalam berbagai kehidupan keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan
ini perlu dilatihkan secara rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar.
2.1.2 Proses Berbicara
Dalam proses belajar berbahasa disekolah, anak-anak
mengembangkan kemampuan secara vertikal. Tidak saja horizontal. Maksudnya,
mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna
dalam arti sturkturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat,
kalimat-kalimatnya semakin bervariasi dan sebagainya. Dengan kata lain,
perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari ponem, kata, frase,
kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.
Proses pembentukan kemampuan berbicara ini dipengaruhi
oleh pajanan aktifitas berbicara yang tepat, bentuk aktifitas yang dapat
dilakukan didalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan siswa
antara lain:
1.
memberikan pendapat
atau tanggapan pribadi
2.
bercerita
3.
menggambarkan orang
atau barang
4.
menggambarkan
posisi
5.
menggambarkan
kalimat
6.
menggambarkan
proses
7.
memberikan
penjelasan
8.
menyampaikan atau
mendukung argumentasi
2.1.3 Aspek yang Mempengaruhi Kemahiran Berbicara
Guru mempunyai tanggung jawab membina keterampilan
berbicara para siswanya. Pembinaan itu tidak dilakukan tersendiri melainkan
terpadu dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia. Hal tersebut sesuai
dengan dikehendaki KTSP yang menekankan kepada integratif, selain komunikatif.
Dalam rangka pembinaan keterampilan berbicara tersebut,
hal yang perlu mendapat perhatian guru dalam membina keefektifan berbicara
menurut Arsyad ada dua aspek yakni, aspek kebahasaan, mencakup :
·
Lafal
·
Intonasi, tekanan,
dan ritme
·
Penggunaan kata dan
kalimat,
Dan aspek nonkebahasaan yang mencakup:
·
Kenyaringan suara
·
Kelancaran
·
Sikap berbicara
·
Gerak dan mimik
·
Penalaran
·
Santun berbicara
Jalongo (1992) menyatakan pendapatnya bahwa dalam praktik
berbahsa, baik dalam bentuk reseptif maupun produktif/ekspresif komponen
kebahasaan akan selalu muncul. Komponen kebahasaan tersebut adalah:
·
Fonologi
·
Sintaktis
·
Semantik
·
Pragmatik
Berkaitan dengan komponen fonologis anak dituntut untuk
menguasai sistem bunyi. Tingkah laku yang tampak pada anak adalah pemahaman
serta pemroduksian bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan, atau
ciri-ciri prosodi yang lain.
Komponen sintaktis menuntut penguasaan sistem gramatikal.
Tingkah laku sintaktik pada diri anak adalah pengenalan struktur ucapan serta
pemproduksian kecepatan struktur ujaran.
Komponen Semantik berkaitan dengan penguasaan sistem
makna. Tingkah laku semantik pada diri anak adalah pemahaman akan makna,
sedangkan produksinya berupa ujaran yang bermakna. Komponen Pragmatik menuntut
anak menguasai sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik menuntut
anak menguasai sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik yang
tampak pada diri anak adalah pemahan terhadap implikasi sosial dari suatu
ujaran. Produksinya berupa ujaran-ujaran yang sesuai dengan situasi sosial,
situasi sosial berhubungan dengan:
a.
siapa yang
berbicara
b.
dengan siapa
berbicara
c.
apa yang
dibicarakan
d.
bagaimana
membicarakan
e.
kapan dan dimana
dibicarakan
f.
menggunakan media
apa dalam membicarakan.
Dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan yang telah
disebutkan diatas, guru dapat mengefektifkan menggunaan serta mengontrol
kesalahan yang terjadi pada siswa sehingga siswa dalam melaksanakan tindakan
berbicara dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
2.1.4 Hubungan
Menyimak dengan Berbicara
Kemampuan menyimak berkaitan erat dengan kemampuan
berbicara. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang
langsung merupakan komunikasi tatap muka (Brooks, 1964:134).
Keterkaitan antara
berbicara dan menyimak tersebut dapat terlihat dari hal-hal berikut.
1)
Ujaran (speech)
biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi), oleh karena itu
model atau contoh yang disimak serta direkam oleh sang anak penting dalam penguasaan serta kecakapan
berbicara
2)
Kata-kata yang akan
dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang
(stimulus) yang ditemuinya.
3)
Ujaran sang anak
mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup,
hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata
dan pola-pola kalimat.
4)
Teori anak yang
masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit dari pada kalimat
yang diucapkanya.
Dengan demikian, meningkatkan keterampilan menyimak
berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
Tujuan
Berbicara
Pada umumnya tujuan orang yang
berbicara adalah sebagai berikut:
1)
Berbicara menghibur
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks
dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Dalam berbicara menghibur tersebut
pembicara berusaha membuat pendengarnya senang gembira, dan suka ria. Contoh
lawakan, cerita kabayan, cerita Abu nawas.
2)
Berbicara menginformasikan
Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan
hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar.
Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas,
sistematis, dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya.
Pendengar pun biasanya berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan
segala kesungguhan. Beberapa contoh berbicara informasi ini adalah:
(1) Penjelasan Menteri Sekneg sehabis sidang kabinet
(2) Penjelasan Guru pada Siswanya
(3) Penjelasan Orang tua kepada anaknya
3)
Berbicara
Menstimulasi
Berbicara menstimulasi juga bersuasana serius,
kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari
pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan,
pengalaman, jabatan, atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Dalam
berbicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya
sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat lebih baik, bertingkah laku
lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicaraan biasanya di landasi
oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan, dan insipirasi pendengar.
Beberapa contoh berbicara menstimulasi tersebut antara
lain:
(1) Nasehat guru terhadap siswa yang malas, melalaikan tugas
(2) Nasihat dokter pada pasienya
(3) Nasihat ibu pada putrinya yang patah hati
4)
Berbicara
Meyakinkan
Berbicara meyakinkan, bertujuan meyakinkan pendengarnya.
Jelas suasananya bersifat serius, mencekam, dan menegangkan. Melalui keterampilan
berbicara, pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju
menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati. Dalam berbicara meyakinkan
itu, pembicara harus melandaskan pembicaraanya kepada argumentasi yang nalar,
logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi.
Beberapa contoh berbicara meyakinkan, antara lain:
(1) Pidato petugas KBN di depan masyarakat yang anti keluarga
berencana
(2) Pidato calon Kepala Desa di daerah yang belum simpati
padanya
(3) Pidato pimpinan partai tertentu di daerah yang kurang
menyenangi partai tersebut.
5)
Berbicara
menggerakan
Berbicara menggerakan pun menuntut keseriusan baik dari
segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Berbicara atau pidato menggerakan
merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat. Tujuan berbicara/pidato
menggerakan ialah untuk mencapai tujuan bersama. Pembicara dalam berbicara
menggerakan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, panutan masyarakat.
Melalaui kepintaranya berbicara, kecakapannya membakar emosi dan semangat,
kebolehanya memanfaatkan situasi, ditambah penguasanya terhadap ilmu jiwa masa,
pembicara dapat menggerakan masa ke arah yang diingginya. Misalnya, Bung Tomo
dapat membakar semangat juang para pemuda pada peristiwa 10 November 1945 di surabaya.
2.2 Kegiatan
berbicara
2.2.1 Bercerita
Sejak zaman dahulu leluhur kita mempunyai kebiasaan
bercerita secara lisan. Tukang cerita dan pelipur lara mendapat tempat
terhormat di hati masyarakat, begitu pun dengan guru yang mahir bercerita akan
disenangi oleh anak didiknya.
Ada tiga manfaat yang dapat di petik dari bercerita
yaitu:
·
Memberikan hiburan
·
Mengajarkan
kebenaran
·
Memberikan
keteladanan
Untuk menjadi pencerita yang baik dibutuhkan persiapan
dan latihan. Persyaratan yang perlu di perhatikan, antara lain:
·
Penguasaan dan
penghayatan cerita
·
Penyelarasan dengan
situasi dan kondisi
·
Pemilihan dan
penyusunan kalimat
·
Pengekspresian yang
alami
·
Keberanian
2.2.2 Berdialog
Adalah Percakapan yang terjadi antara dua orang atau
lebih. Ada berbagai bentuk bicara yang termasuk dialog yaitu tegur, sapa,
konversasi, wawancara, diskusi, dan bertelepon.
Tarigan, (1986:77) berpendapat bahwa dalam setiap lakon
dialog harus memenuhi dua persyaratan yaitu:
·
dialog harus dapat
mempertinggi nilai gerak
·
dialog harus lah
baik dan bernilai tinggi
Dialog ini akan berjalan dengan baik, lancar dan mengasyikkan
apabila:
·
Partisipan saling
memperhatikan
·
Tidak menyinggung
perasaan lawan dialog
·
Tidak sombong
(menonjolkan kelebihan diri sendiri)
·
Saling pengertian
·
Berdialog dengan
santun
·
Menghindari sikap
mendikte
·
Menghindari sikap
kekesalan atau kejengkelan
·
Menghindari sikap
merendahkan diri yang berlebihan
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam berdialog
yaitu:
·
Bagaimana seseorang
menarik perhatian
·
Bagaimana cara
mulai dan memprakarsai suatu percakapan
·
Bagaimana cara
menginterupsi, menyela, memotong pembicaran memperbaiki kesalahan dan mencari
kejelasan
·
Bagaimana
mengakhiri suatu percakapan
Dalam pengajaran bahasa di sekolah, terutama di sekolah
dasar dialog perlu diberikan agar mereka dapat bergaul di tengah masyarakat.
2.2.3 Berpidato/Berceramah
Pidato adalah penyampaian uraian atau mengutarakan
keterangan sejelas-jelasnya menurut cara-cara tertentu secara lisan tentang suatu hal di hadapan
masa. Pidato dapat dijumpai dalam berbagai pertemuan, misalnya pernikahan,
ulang tahun, peringatan hari besar.
Jenis dan sifat pidato yang disampaikan dapat
berupa:
·
Informasi
·
Persuasif
·
Rekreatif
·
Argumentatif
Untuk
mahir berpidato di perlukan syarat sebagai berikut:
1)
Keberanian
2)
Ketenangan
menghadapi masa
3)
Kecepatan bereaksi
4)
Kesanggupan
menyampaikan ide secara lancar dan sistematis
Sebelum berpidato haruslah mempersiapkan penyajian lisan yaitu
1)
Menentukan maksud
2)
Menganalisis
pendengar dan situasi
3)
Memilih dan
menyempitkan topik
4)
Mengumpulkan bahan
5)
Membuat kerangka
uraian
6)
Menguraikan secara
mendetail
7)
Melatih suara
dengan nyaring
Sementara
itu, secara umum sikap dan tatakrama yang perlu mendapatkan perhatian ialah:
1)
Berpakaian yang
bersih, rapi, sopan, dan tidak pamer
2)
Rendah hati tetapi
bukan rendah diri atau kurang percaya diri
3)
Menggunakan
kata-kata yang sopan
4)
Menyelipkan humor
yang segar, sopan
5)
Mengemukakan
permohonan maaf pada akhir pidato
2.2.4 Berdiskusi
Menurut Nio (1981:4) diskusi ialah proses penglibatan dua
atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, sedangkan
Brilhart (1973:2) mengemukakan bahwa diskusi adalah pembicaraan antara dua
orang atau beberapa orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian,
kesepakatan atau keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dari kedua batasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah:
1)
Partisipan lebih
dari satu orang
2)
Dilaksanakan dengan
bersemuka
3)
Menggunakan bahasa
lisan
4)
Tujuanya untuk
mendapatkan kesepakatn bersama
5)
Di lakukan melalui
tukar-menukar informasi
Dipodjojo
(1982:64) berpendapat bahwa dalam diskusi
perlu dijalin :
·
Sikap koperatif
diantara para anggota
·
Semangat
berinteraksi
·
Kesadaran
berkelompok
·
Bahasa merupakan
alat pokok komunikasi
·
Kemempuan daya
memahami persoalan
Suatu diskusi akan berjalan dengan baik apabila terpenuhi
syarat-syarat sebagai berikut
1)
Pemimpin dan
peserta diskusi memahami perananya masing-masing
2)
Suasana demokratis
3)
Peserta
berpartisipasi penuh
4)
Selalu dikembangkan
bimbingan dan kontrol
5)
Mengutamakan kontra
argumen bukan kontra emosi
6)
Menggunakan bahasa
yang singkat, jelas, dan tepat.
7)
Terhindar dari klik
yang monopoli pembicaraan
8)
Dihasilkan suatu
kesimpulan
Dalam proses tukar –menukar pikiran perlu diperhatikan
tata tertib dan santun diskusi, terutama yang berkaitan dengan cara
mengemukakan pendapat, menanggapi atau menanyakan sesuatu, menyampaikan jawaban
atau tanggapan balik.
Untuk dapat memahami pendapat orang lain, peserta diskusi
sebaiknya
1)
Mendengarkan uraian
dengan penuh perhatian
2)
Menghilangkan
emosional dan purbasangka
3)
Menangkap gagasan
utama dan gagasan penjelas serta mem-pertimbangbangkanya.
Kesimpulan diskusi hendaklah didasarkan pada objektivitas
dan kemaslahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat,
artinya apabila sudah banyak persamaan moderator segera mengambil kesimpulan.
Keterlambatan dalam menyimpulkan pendapat dapat mengakibatkan diskusi menjadi
berlarut-larut.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Konsep
keterampilan berbicara
·
Hakikat berbicara
·
Proses berbicara
·
Aspek yang
mempengaruhi kemahiran berbicara
·
Hubungan menyimak
dengan berbicara
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian
maksud (ide, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain.
Secara khusus, berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Kegiatan
berbicara meliputi:
1)
Bercerita
2)
Berdialog
3)
Berpidato
4)
Berdiskusi
Pengajaran berbicara lebih menekankan praktik dari pada
teori. Pelakanaanya memiliki aspek komunikasi dua arah dan fungsional
3.2
Saran
Guru diharapkan memiliki keterampilan berbicara agar
dapat menyampaikan informasi kepada anak didiknya dengan baik
Pengajaran berbicara harus dikaitkan dengan keterampilan
berbahasa yang lain dan usaha peningkatan kemampuan aspek kebahasaan
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Djago.
1994. Materi pokok bahasa indonesia. Jakarta:Universitas
Terbuka.
Kartadinata,
Sunaryo. 2011. Pendalaman materi dan
metodologi pembelajaran bahasa
indonesia. Bandung:
Universitas Pendidikan indonesia.
Haryadidan dan
Zamzani.1996.Peningkatan keterampilan berbahasa indonesia. Jakarta:
Depdikbud.