Friday 30 January 2015

KONSEP KETERAMPILAN BERBICARA DAN KEGIATAN BERBICARA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa asing mengatakan, "manusia adalah mahluk hidup yang pandai berbicar". Hal itu menunjukan bahwa keterampilan berbicara menjadi ciri khas mahluk yang disebut manusia. Manusia mampu berbicara dalam aneka ragam bahasa. Kemampuan seperti itu bukanlah sesuatu yang bersifat naluriah (instinc) seperti halnya pada binatang, tetapi diperoleh dari melalui proses belajar dan latihan yang terus menerus
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang utamadan yang pertama kali dipelajari oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajariketerampilan berbahasa lainnya. Sejak seorang bayi lahir ia sudah belajar menyuarakan lambang-lambang bunyi bicara melalui tangisan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Suara tangisan itu baru menandakan adanya potensi dasar kemampuan berbicara dari seorang anak yang perlu distimuli yang dikembangakan lebih lanjut oleh lingkungannya melalui berbagai latihan dan pembelajaran. Orang akan merasa terusik jika anaknya lahir tanpa suara tangisan. Orang akan merasa lebih sedih lagi jika anaknya tumbuh dewasa tanpa memiliki kemampuan berbicara secara lisan.
Tiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.
Keterampilan berbicara memegang peranan yang penting dalam pendidikan, baik dilingkungan keluarga, disekolah, maupun masyarakat luas.
Keterampilan berbicara, terutama berbicara didepan banyak orang (public speaking) kini semakin penting. Tidak Cuma untuk bisnis, tapi juga untuk pendidikan
Materi ini disajikan agar anda mahasiswa PGSD, dapat bercerita, berdialog, berpidato/berdiskusi. Pemberian materi ini dilatar belakangi oleh suatu kenyataan bahwa berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa diperlukan untuk berbagai keperluan. Anda sebagai calon guru, misalnya, dituntut untuk memiliki bekal keterampilan berbicara agar kelak dapat menyampaikan informasi kepada anak didiknya dengan baik.

1.2     Rumusan Masalah

Ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
  1. Konsep keterampilan berbicara
  2. Kegiatan berbicara (bercerita, berdialog, berpidato/ceramah dan berdiskusi)

1.3Tujuan Penulisan
Berdasarkan penulisan yang akan dibahas, tujuan yang ingin dicapai makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui Konsep keterampilan berbicara
  2. Untuk mengetahui Kegiatan berbicara (bercerita, berdialog, berpidato/ceramah dan berdiskusi)


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Keterampilan berbicara

Berbicara merupakan proses berbahasa lisan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, merepleksikan pengalaman dan berbagai informasi (elis, 1989). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata- kata merupakan ekspresinya. Berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama dari pelajaran bahasa, karena kemampuan berbahasa lisan .
1.      Merupakan mode ekspresi yang sering digunakan
2.      Merupakan bentuk kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak
3.      Merupakan tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai.
Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan (1985) menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible).
Dari 2796 bahasa didunia, semuanya memiliki bentuk bahasa lisan meskipun hanya 153 saja yang mengembangkan bahasa tulisannya (stewig, 1983).
Anak-anak memasuki awal sekolah sudah mampu berbicara untuk mengekspresikan kebutuhannya, bertanya, dan untuk belajar tentang dunia yang akan mereka kembangkan namun, mereka belum mampu untuk memahami dan memproduksi kalimat-kalimat kompleks dan belum memahami pariasi penggunaan bahasa yang didasarkan pada situasi yang berbeda. Dan beberapa siswa lainya masih takut berdiri dihadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang kita lihat beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa segalanya bila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainya.
Kenyataan tersebut diatas hendaknya dijadikan sebagai landasan pengajaran di sekolah. Disamping itu pengajaran berbicara pun harus berlandaskan konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi dan sejumlah landasan lainya. Hal ini menjadi tanggung jawab guru untuk membangun pondasi kemampuan berbahasa, terutama kemampuan berbahasa lisan dalam kaitannya dengan situasi komunikasi yang berbeda-beda.
Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal yakni:
(1)   Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan,  satu sisi ditempati kegiatan berbicara dan sisi lainnya ditempati kegiatan menyimak. Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara.  Kegiatan berbicara baru berarti bila diikuti kegiatan menyimak. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu jadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya jawab, interview dan sebagainya.
Pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara spontan, mudah, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pembicara.
(2)   Berbicara adalah proses individu berkomunikasi
Berbicara adakalanya digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungannya. Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan mengadaptasi, mempelajari lingkungannya, dan mengontrol lingkungannya.
Contoh: perhatikanlah bagaimana seorang anak menggunakan bahasa(berbicara) untuk mengadaptasi lingkungannya melalui pengajuan sejumlah pertanyaan: apa? Mengapa? Bagaimana? Anak tersebut menggunakan keterampilan sebagai alat mempengaruhi dan mengontrol lingkungannya dan pada gilirannya lingkungan itupun mempengaruhi dirinya. Berbicara adalah satu alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.
(3)   Berbicara adalah ekspresi kreatif
Melalui berbicara kreatif, manusia melakukan tidak sekedar menyatakan ide, tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tidak hanya dia menggunakan pesona ucapan kata dan dalam menyatakan apa yang hendak dikatakannya tetapi dia menyatakan secara murni, fasih, ceria, dan spontan. Perkembangan presepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi yang bersangkutan untuk mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual, karena itu dikatakan berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
(4)   Berbicara adalah tingkah laku
Berbicara adalah ekspresi pembicara. Melalui pembicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian si pembicara. Berbicara juga merupakan dinammika dalam pengertian melibatkan tujuan pembicara kepada kejadian disekelilingnya kepada pendengarnya atau kepada objek tertentu.
Contoh: dalam pribahasa "bahasa menunjukan bangsa" makna pribahasa tersebut ialah cara kita berbahasa, berbicara, bertingkah laku menggambarkan kepribadian kita. Dalam kepribadian itu sudah terselip tingkah laku kita.
(5)   Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
Berbicara sebagai tingkah laku, sudah dipelajari oleh siswa dilingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum mereka masuk ke sekolah. Walaupun siswa sudah dapat mengekspresikan dirinya secara lisan, sebelum mereka diajar secara formal maka tetap memerlukan bimbingan untuk mengembangkan keterampilan berbicara mereka.
Keterampilan berbicara siswa harus dibina oleh guru melalui latihan:
(1)   Pengucapan
(2)   Pelafalan
(3)   Pengontrol suara
(4)   Pengendalian diri
(5)   Pengontrolan gera-gerik tubuh
(6)   Pemilihan kata, kalimat dan pelafalannya
(7)   Pemakaian bahasa yang baik
(8)   Pengorganisasian ide.
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Semakin banyak berlatih berbicara, semakin dikuasai keterampilan berbicara itu tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui proses latihan. Berbicara adalah tingkah laku yang harus dipelajari, baru bisa dikuasai.
(6)   Berbicara distimulasi kekayaan pengalaman
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila terisi oleh pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan menguraikan pengetahuan dan pengalamannya itu bila pembicara miskin pengetahuan dan pengalaman, maka yang bersangkutan akan mengalami kesukaran dalam berbicara.
Hal yang sama terjadi juga pada anak-anak. Anak-anak yang memiliki pengalaman yang banyak, bervariasi, kaya, dengan mudah pula menampilkan dirinya melalui berbicara sedangkan anak-anak yang kurang pengalaman yang merasa apa yang dimilikinya kurang penting biasanya sulit berbicara dan menjadi manusia pendiam.   
Guru benar-benar harus memahami dan menghayati kenyatan tersebut diatas. Bila guru mengetahui kenyataan itu maka dia dapat menyusun strategi memberikan pengalaman yang luas kepada siswanya. Anak-anak memerlukan pengalaman yang kaya sebelum mereka berbicara, berdiskusi dan bertukar fikiran. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki, semakin terdorong untuk berbicara.
(7)   Berbicara sarana memperluas cakrawala
Paling sedikit berbicara digunakan untuk dua hal, yang pertama untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan imajinasi. Kedua, berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
Lihatlah bagaimana anak-anak bertanya gencar mengenai keadaan sekitarnya. Apa itu? Mengapa pisang berubah? Dimana burung itu tidur? Bagaimana terjadi danau? Melalui pertanyaan itu anak mencari, mengamati, dan mau memahami lingkungannya. Melalui kegiatan bertanya anak mengarah kepada berfikir keras dan penemuan. Melalui pengamatan, kesadaran dan keterlibatan dengan lingkungan sekitarnya anak-anak belajar memahami lingkungan dan dirinya sendiri.
(8)   Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat
Anak-anak adalah produk lingkungannya. Jika dalam lingkungan hidupnya ia sering diajak berbicara, dan segala pertanyaan diperhatikan dan dijawab, serta lingkungan itu sendiri menyediakan kesempatan untuk belajar dan berlatih berbicara maka dapat diharapkan anak tersebut terampil berbicara. Ini berarti si anak sudah memiliki kemampuan linguistik yang memadai sebelum mereka masuk di sekolah.
Lingkungan yang tidak menunjang perkembangan linguistik anak tergambar sebagai berikut. Lingkungan itu miskin kegiatan linguistik. Dialog antara anak dan orang tua serta anggota keluarga lainnya sangat kurang. Perhatian dan pertanyaan anak tidak digubris atau jarang diperhatikan. Lingkungan sepi, buta bicara, tidak ada kesempatan berbahasa, sehingga membuat anak tidak berkembang. Bila anak masuk sekolah ia akan kelihatan kaku, kurang bicara, pemalu, dan tidak dapat menyatakan dirinya.
(9)   Berbicara adalah pancaran pribadi (logan dkk, 1972:105-105)
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kita dapat menduganya melalui gerak-geriknya, tingkah lakunya, kecenderungannya, kesukaanya, dan cara bicaranya. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, idenya dan lain-lain. Karena itu sering dikatakan bahwa berbicara adalah indeks kepribadian.
Kualitas suara, tinggi suara, nada dan kecepatan suara dalam berbicara merupakan indikator keadaan emosi seseorang. anak-anak yang cemas, neorotik, atau tegang nada bicaranya tinggi, melengking, atau bergetar sehingga tidak enak untuk didengar. Ibarat pemetik tali biola yang kencang menghasilkan suara melengking demikian otot yang tegang menghasilkan suara yang tidak merdu. Anak-anak yang berada dalam emosi stabil, tenang, percaya akan kemampuan diri akan berbicara dengan enak, suaranya pun enak, merdu di dengar. Berbicara adalah gambaran kepribadian.
Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan, serta pendapat yang selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ketujuan secara tepat.
Dalam menyampaikan pesan, seseorang menggunakan  bahasa yang dalam hal ini tergolong ragam bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti atau memahaminya. Apabila isi pesan itu diketahui oleh penerima pesan, akan terjadi komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.
Pemberi pesan sebenarnya dapat juga disebut pembicara dan penerima pesan disebut juga sebagai pendengar atau penyimak atau disebut juga dengan istilah lain komunikan dan komunikator. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara dan peristiwa atau proses penerima pesan yang disampaikan secara lisan disebut penyimak dengan demikian, berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sedangkan menyimak adalah keterampilan menerima pesan yang disampaikan secara lisan.
           
2.1.1  Hakikat berbicara

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud  (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (depdikbud, 1984/1985:7). Menurut Tarigan (1983:15), mengungkapkan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ketempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah kedalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan pada komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan melalui udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh komunikan ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Tahapan selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan dengan demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dan komunikan.
Berbicara merupakan bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neorologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan, dan roman mukapun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas emosi, misalnya, tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap, tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Berbicara juga tidak terlepas dari faktor Neorologis, yaitu jaringan syaraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut telinga dan organ tubuh lainnya yang ikut dalam aktifitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.
Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner Zimmer (depdikbud, 1984/85.2.8) memandang kebutuhan akan komunikasi efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu baik aktifitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kehidupan keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dilatihkan secara rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar.

2.1.2 Proses Berbicara
Dalam proses belajar berbahasa disekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal. Tidak saja horizontal. Maksudnya, mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna dalam arti sturkturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi dan sebagainya. Dengan kata lain, perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari ponem, kata, frase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.
Proses pembentukan kemampuan berbicara ini dipengaruhi oleh pajanan aktifitas berbicara yang tepat, bentuk aktifitas yang dapat dilakukan didalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan siswa antara lain:
1.                           memberikan pendapat atau tanggapan pribadi
2.                           bercerita
3.                           menggambarkan orang atau barang
4.                           menggambarkan posisi
5.                           menggambarkan kalimat
6.                           menggambarkan proses
7.                           memberikan penjelasan
8.                           menyampaikan atau mendukung argumentasi

2.1.3 Aspek yang Mempengaruhi Kemahiran Berbicara
Guru mempunyai tanggung jawab membina keterampilan berbicara para siswanya. Pembinaan itu tidak dilakukan tersendiri melainkan terpadu dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan dikehendaki KTSP yang menekankan kepada integratif, selain komunikatif.
Dalam rangka pembinaan keterampilan berbicara tersebut, hal yang perlu mendapat perhatian guru dalam membina keefektifan berbicara menurut Arsyad ada dua aspek yakni, aspek kebahasaan, mencakup :
·                                                                  Lafal
·                                                                  Intonasi, tekanan, dan ritme
·                                                                  Penggunaan kata dan kalimat,
 Dan aspek nonkebahasaan yang mencakup:
·      Kenyaringan suara
·      Kelancaran
·      Sikap berbicara
·      Gerak dan mimik
·      Penalaran
·      Santun berbicara
Jalongo (1992) menyatakan pendapatnya bahwa dalam praktik berbahsa, baik dalam bentuk reseptif maupun produktif/ekspresif komponen kebahasaan akan selalu muncul. Komponen kebahasaan tersebut adalah:
·                     Fonologi
·                     Sintaktis
·                     Semantik
·                     Pragmatik
Berkaitan dengan komponen fonologis anak dituntut untuk menguasai sistem bunyi. Tingkah laku yang tampak pada anak adalah pemahaman serta pemroduksian bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan, atau ciri-ciri prosodi yang lain.
Komponen sintaktis menuntut penguasaan sistem gramatikal. Tingkah laku sintaktik pada diri anak adalah pengenalan struktur ucapan serta pemproduksian kecepatan struktur ujaran.
Komponen Semantik berkaitan dengan penguasaan sistem makna. Tingkah laku semantik pada diri anak adalah pemahaman akan makna, sedangkan produksinya berupa ujaran yang bermakna. Komponen Pragmatik menuntut anak menguasai sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik menuntut anak menguasai sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik yang tampak pada diri anak adalah pemahan terhadap implikasi sosial dari suatu ujaran. Produksinya berupa ujaran-ujaran yang sesuai dengan situasi sosial, situasi sosial berhubungan dengan:
a.    siapa yang berbicara
b.   dengan siapa berbicara
c.    apa yang dibicarakan
d.   bagaimana membicarakan
e.    kapan dan dimana dibicarakan
f.    menggunakan media apa dalam membicarakan.

Dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan yang telah disebutkan diatas, guru dapat mengefektifkan menggunaan serta mengontrol kesalahan yang terjadi pada siswa sehingga siswa dalam melaksanakan tindakan berbicara dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.

2.1.4  Hubungan Menyimak dengan Berbicara

Kemampuan menyimak berkaitan erat dengan kemampuan berbicara. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung merupakan komunikasi tatap muka (Brooks, 1964:134).
 Keterkaitan antara berbicara dan menyimak tersebut dapat terlihat dari hal-hal berikut.
1)   Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi), oleh karena itu model atau contoh yang disimak serta direkam oleh sang anak  penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara
2)   Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang ditemuinya.
3)   Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata dan pola-pola kalimat.
4)   Teori anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh   lebih panjang dan rumit dari pada kalimat yang diucapkanya.
Dengan demikian, meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
Tujuan Berbicara
       Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah sebagai berikut:
1)      Berbicara menghibur
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senang gembira, dan suka ria. Contoh lawakan, cerita kabayan, cerita Abu nawas.
2)      Berbicara menginformasikan
Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis, dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya. Pendengar pun biasanya berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan segala kesungguhan. Beberapa contoh berbicara informasi ini adalah:
(1)   Penjelasan Menteri Sekneg sehabis sidang kabinet
(2)   Penjelasan Guru pada Siswanya
(3)   Penjelasan Orang tua kepada anaknya
3)      Berbicara Menstimulasi
Berbicara menstimulasi juga bersuasana serius, kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Dalam berbicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat lebih baik, bertingkah laku lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicaraan biasanya di landasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan, dan insipirasi pendengar.
Beberapa contoh berbicara menstimulasi tersebut antara lain:
(1)   Nasehat guru terhadap siswa yang malas, melalaikan tugas
(2)   Nasihat dokter pada pasienya
(3)   Nasihat ibu pada putrinya yang patah hati
4)      Berbicara Meyakinkan
Berbicara meyakinkan, bertujuan meyakinkan pendengarnya. Jelas suasananya bersifat serius, mencekam, dan menegangkan. Melalui keterampilan berbicara, pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati. Dalam berbicara meyakinkan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraanya kepada argumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi.
Beberapa contoh berbicara meyakinkan, antara lain:
(1)   Pidato petugas KBN di depan masyarakat yang anti keluarga berencana
(2)   Pidato calon Kepala Desa di daerah yang belum simpati padanya
(3)   Pidato pimpinan partai tertentu di daerah yang kurang menyenangi partai tersebut.
5)      Berbicara menggerakan
Berbicara menggerakan pun menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Berbicara atau pidato menggerakan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat. Tujuan berbicara/pidato menggerakan ialah untuk mencapai tujuan bersama. Pembicara dalam berbicara menggerakan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, panutan masyarakat. Melalaui kepintaranya berbicara, kecakapannya membakar emosi dan semangat, kebolehanya memanfaatkan situasi, ditambah penguasanya terhadap ilmu jiwa masa, pembicara dapat menggerakan masa ke arah yang diingginya. Misalnya, Bung Tomo dapat membakar semangat juang para pemuda pada peristiwa 10 November  1945 di surabaya.

2.2  Kegiatan berbicara

2.2.1 Bercerita
Sejak zaman dahulu leluhur kita mempunyai kebiasaan bercerita secara lisan. Tukang cerita dan pelipur lara mendapat tempat terhormat di hati masyarakat, begitu pun dengan guru yang mahir bercerita akan disenangi oleh anak didiknya.
Ada tiga manfaat yang dapat di petik dari bercerita yaitu:
·         Memberikan hiburan
·         Mengajarkan kebenaran
·         Memberikan keteladanan
Untuk menjadi pencerita yang baik dibutuhkan persiapan dan latihan. Persyaratan yang perlu di perhatikan, antara lain:
·         Penguasaan dan penghayatan cerita
·         Penyelarasan dengan situasi dan kondisi
·         Pemilihan dan penyusunan kalimat
·         Pengekspresian yang alami
·         Keberanian
2.2.2 Berdialog
Adalah Percakapan yang terjadi antara dua orang atau lebih. Ada berbagai bentuk bicara yang termasuk dialog yaitu tegur, sapa, konversasi, wawancara, diskusi, dan bertelepon.
Tarigan, (1986:77) berpendapat bahwa dalam setiap lakon dialog harus memenuhi dua persyaratan yaitu:
·         dialog harus dapat mempertinggi nilai gerak
·         dialog harus lah baik dan bernilai tinggi
Dialog ini akan berjalan dengan baik, lancar dan mengasyikkan apabila:
·         Partisipan saling memperhatikan
·         Tidak menyinggung perasaan lawan dialog
·         Tidak sombong (menonjolkan kelebihan diri sendiri)
·         Saling pengertian
·         Berdialog dengan santun
·         Menghindari sikap mendikte
·         Menghindari sikap kekesalan atau kejengkelan
·         Menghindari sikap merendahkan diri yang berlebihan
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam berdialog yaitu:
·         Bagaimana seseorang menarik perhatian
·         Bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan
·         Bagaimana cara menginterupsi, menyela, memotong pembicaran memperbaiki kesalahan dan mencari kejelasan
·         Bagaimana mengakhiri suatu percakapan
Dalam pengajaran bahasa di sekolah, terutama di sekolah dasar dialog perlu diberikan agar mereka dapat bergaul di tengah masyarakat. 

2.2.3  Berpidato/Berceramah
Pidato adalah penyampaian uraian atau mengutarakan keterangan sejelas-jelasnya menurut cara-cara tertentu  secara lisan tentang suatu hal di hadapan masa. Pidato dapat dijumpai dalam berbagai pertemuan, misalnya pernikahan, ulang tahun, peringatan hari besar.
 Jenis dan sifat pidato yang disampaikan dapat berupa:
·         Informasi
·         Persuasif
·         Rekreatif
·         Argumentatif
Untuk mahir berpidato di perlukan syarat sebagai berikut:
1)      Keberanian
2)      Ketenangan menghadapi masa
3)      Kecepatan bereaksi
4)      Kesanggupan menyampaikan ide secara lancar dan sistematis
Sebelum berpidato haruslah mempersiapkan penyajian lisan yaitu
1)                                Menentukan maksud
2)                                Menganalisis pendengar dan situasi
3)                                Memilih dan menyempitkan topik
4)                                Mengumpulkan bahan
5)                                Membuat kerangka uraian
6)                                Menguraikan secara mendetail
7)                                Melatih suara dengan nyaring
Sementara itu, secara umum sikap dan tatakrama yang perlu mendapatkan perhatian ialah:
1)      Berpakaian yang bersih, rapi, sopan, dan tidak pamer
2)      Rendah hati tetapi bukan rendah diri atau kurang percaya diri
3)      Menggunakan kata-kata yang sopan
4)      Menyelipkan humor yang segar, sopan
5)      Mengemukakan permohonan maaf pada akhir pidato

2.2.4  Berdiskusi
Menurut Nio (1981:4) diskusi ialah proses penglibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, sedangkan Brilhart (1973:2) mengemukakan bahwa diskusi adalah pembicaraan antara dua orang atau beberapa orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan atau keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah:
1)      Partisipan lebih dari satu orang
2)      Dilaksanakan dengan bersemuka
3)      Menggunakan bahasa lisan
4)      Tujuanya untuk mendapatkan kesepakatn bersama
5)      Di lakukan melalui tukar-menukar informasi
Dipodjojo (1982:64) berpendapat bahwa dalam diskusi  perlu dijalin :
·         Sikap koperatif diantara para anggota
·         Semangat berinteraksi
·         Kesadaran berkelompok
·         Bahasa merupakan alat pokok komunikasi
·         Kemempuan daya memahami persoalan
Suatu diskusi akan berjalan dengan baik apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut
1)      Pemimpin dan peserta diskusi memahami perananya masing-masing
2)      Suasana demokratis
3)      Peserta berpartisipasi penuh
4)      Selalu dikembangkan bimbingan dan kontrol
5)      Mengutamakan kontra argumen bukan kontra emosi
6)      Menggunakan bahasa yang singkat, jelas, dan tepat.
7)      Terhindar dari klik yang monopoli pembicaraan
8)      Dihasilkan suatu kesimpulan


Dalam proses tukar –menukar pikiran perlu diperhatikan tata tertib dan santun diskusi, terutama yang berkaitan dengan cara mengemukakan pendapat, menanggapi atau menanyakan sesuatu, menyampaikan jawaban atau tanggapan balik.
Untuk dapat memahami pendapat orang lain, peserta diskusi sebaiknya
1)      Mendengarkan uraian dengan penuh perhatian
2)      Menghilangkan emosional dan purbasangka
3)      Menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas serta mem-pertimbangbangkanya.
Kesimpulan diskusi hendaklah didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat, artinya apabila sudah banyak persamaan moderator segera mengambil kesimpulan. Keterlambatan dalam menyimpulkan pendapat dapat mengakibatkan diskusi menjadi berlarut-larut.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Konsep keterampilan berbicara
·         Hakikat berbicara
·         Proses berbicara
·         Aspek yang mempengaruhi kemahiran berbicara
·         Hubungan menyimak dengan berbicara
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain.
Secara khusus, berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Kegiatan berbicara meliputi:
1)      Bercerita
2)      Berdialog
3)      Berpidato
4)      Berdiskusi
Pengajaran berbicara lebih menekankan praktik dari pada teori. Pelakanaanya memiliki aspek komunikasi dua arah dan fungsional
3.2  Saran
Guru diharapkan memiliki keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan informasi kepada anak didiknya dengan baik
Pengajaran berbicara harus dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain dan usaha peningkatan kemampuan aspek kebahasaan



DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Djago. 1994. Materi pokok bahasa indonesia. Jakarta:Universitas Terbuka.
Kartadinata, Sunaryo. 2011. Pendalaman materi dan metodologi pembelajaran bahasa
indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan indonesia.
Haryadidan dan Zamzani.1996.Peningkatan keterampilan berbahasa indonesia. Jakarta:
Depdikbud.

No comments:

Post a Comment