BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Balakang
Pembelajaran
sastra merupakan aktivitas sesorang untuk menciptakan peristiwa dan kegiatan
yang berisi kegiatan memahami, menghayati dan memberikan tanggapan terhadap
karya sastra baik secara reseptif, produktif, maupun rekreatif.Pembelajaran
sastra secara reseptif terwujud dalam bentuk mendengarkan performansi pemahaman
puisi, pemahaman cerita, deklamasi, dramatisasi atau membaca karya
sastra.Pembelajaran sastra secara produktif terwujud dalam bentuk mendiskusikan
tanggapan atas suatu karya sastra, menyusun tanggapan atas hasil apresiasi
sastra secara tertulis, atau menyiapkan pemahaman hasil apresiasi sastra di
majalah dinding. Pembelajaran apresiasi sastra secara rekreatif antara lain
dalam bentuk pembelajaran membaca puisi secara lisan, dramatisasi cerita, dan
sebagainya.
1.2
Rumusan
Masalah
Ada
beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud
dengan apresiasi sastra secara produktif?
2.
Bagaimana penciptaan
karya sastra?
3.
Bagaimana drama untuk
siswa SD?
1.3
Tujuan
Berdasar rumusan masalah yang akan dibahas, tujuan
yang ingin dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memaparkan
pengertian apresiasi sastra secara produktif.
2. Untuk
mengetahui penciptaan karya sastra.
3. Memahami
drama untuk siswa SD.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Apresiasi
karya sastra secara produktif
1. Pengertian
Apresiasi Secara Produktif
Apresiasi
berasal dari bahasa latin apreciaton yang berarti mengindahkan atau menghargai.
Dalam kaitannya dalam karya sastra, apresiasi adalah kegiatan menggauli karya
sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan,
kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Kegiatan
karya sastra dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Kegiatan
secara langsung dapat dilakukan dengan cara menggauli karya sastra, baik dengan
cara menulis, mempublikasikan, membaca, mendengarkan, maupun menyaksikan
pementasan karya sastra. Sementara kegiatan secara tidak langsung, dapat
dilakukan dengan mempelajari teori sastra, sejarah sastra, kritik dan esai
sastra.
Apresiasi
sastra dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu apresiasi yang bersifat reseptif
dan produktif. Apresiasi reseptif menekankan pada penikmatan, sedangkan
apresiasi produktif menekankan pada proses kreatif dan penciptaan. Dalam
hubungannya dengan apresiasi produktif, pengapresiasi di tuntut menghasilkan
karya sastra yang dapat berupa puisi, prosa, drama, pementasan, karya sastra
dan esai.
Apresiasi
sastra secara produktif tidak mungkin terwujud tanpa diberikan pengajaran
menulis, khusunya menulis kreatif di sekolah-sekolah.Menulis kreatif memberikan
kesempatan untuk melatih dirinya mengemukakan ide imajinasinya dalam bentuk karya
sastra, baik prosa, puisi, maupun darama.
Bimbingan
penulisan kreatif akan memberikan sumbangan terhadap pemekaran dan pengayaan
khasanah sastra Indonesia. Menulis kretif merupakan kegiatan penulisan yang
memanfaatkan kemampuan berfikir kritis dengan imajinsi, dan kekuatan fantasi
untuk mendukung fakta.Ada delapan makna dan manfaat menulis kratif, yaitu:
1. Mengungkapan
diri
2. Memahami
perasaan dan pikiran
3. Meningkatkan
kesadaran terhadap lingkungan
4. Melibatkan
diri secara aktif
5. Mengembangkan
kemampuan
6. Mengembangkan
keterampilan konitif
7. Mengembangkan
insiatif dan disiplin diri
8. Mendapatkan
kesenangan
2. Penciptaan
Karya Sastra
Penciptaan
karya sastra, seperti halnya penciptaan karya lainnya.Tema dijadikan bahan
karangan dapat berasal dari pikiran, perasaan, lamunan, atau kenyataan.
Langkah-langkah dalam proses penyusunan juga sama. Perbedaan yang mencolok
dengan karangan yang lain terlihat pada objektivitasnya, karya sastra cenderung
bersifat subjektif desebabkan dalam proses penciptaannya imajinasi pengarang
sangat berperan.
Karya
sastra mencerminkan masyarakat, artinya
penciptaan karya sasatra tidak pernah bertolak dari kekosongan tetapi selalu
berangkat dari kenyataan. Aliran mimesis berpendapat bahwa karya seni, temasuk
karya sastra merupakan pencerminan, peniruan atupun pembayangan realita.
Meskipun demikain, karya sastra tidak sama persisi dengan realita sebab karya
sastra telah memperoses penciptaan.
Dalm
proses penciptaan pengarangan tidak hanya memindahkan kenyataan dalam bentuk
teks melainkan menfsirkan kehidupan. Pada penciptaan puisi misalnya, proses
pengolahan kehidupan dalam pikiran dan perasaan penyair sering dikatakan
sebagai proses imajinatif. Dalam proses penciptaan ini ada proses kontempalsi,
yaitu perenungan pikiran dan perasaannya sehingga manghasilkan kesan realita
dan mengolahnya dengan kemampuan pikir dan perasaannya sehinnga menghasilkan
karya sastra.
Puisi
sebagai genre sastra dapat dilihat dari aspek bahan, saran cara dan nilainnya.
Dilihat dari aspek bahan dan bahannya, puisi terdiri atas dua unsur yaitu
hakikat dan metode.hakikat puisi adalah makna keseluruhan yang merupakan
perpaduan antara tema, perasaan, nada, dan amanat.
1. Tema
adalah pokok persoalan yang mendasari dan menjiwai setiap larik puisi,
misalnya, Ayip Rosidi menuangkan tema “ketidakpuasan” dalam puisi “di akuarium”
Di Akuarium
Ayip Rosidi
Kulihat
ikan-ikan berenangan, alangkah nyaman
dan
tenang hidup tanpa persoalan. Betapa ingin
aku
menjadi ikan.
Dari
balik kaca, matanya cemburu memandang
Barangkali
ingin menjadi manusia, menjadi aku
Yang pergi memancing di hari minggu.
2.
Rasa (feeling) ialah sikap pandangan (pendapat) penyair terhadap pokok
persoalan/tema tertentu. Ada penyair yang bersifat simpati-antipati,
setuju-tidak setuju, dan lain-lain, misalnya Chairil Anwar masih bersikap
menerrima terhadap cewe yang telah mengecewakannya dengan persyaratan tertentu.
Sebaliknya Armyn Pane bersikap menolak gadis yang telah mengecewakannya. Hal
ini teungkap dalam puisinya masing-masing sebagai berikut.
PENERIMAAN KEMBANG
SETENGAH JALAN
Chairil Anwar Armyn
Pane
Kalau kau mau, kuterima
kembali Mejaku
hendak dihiasi
Dengan sepenuh hati Kembang
jauh dari gunung
Aku masih tetapi
sendiri Kau
petik sekarangankembang
Kutahu kau yang bukan
dulu lagi Jauh
jalan panas hari
Bak kembang sari sudah
terbagi Bunga
layu setengah jalan
Jangan tunduk! Tantang
Aku
dengan berani
3.
Nada (tone) ialah sikap bahasa penyair terhadap penikmat karyanya.ada
penyair bersikap didaktis, persuasif, sinis (ironis), tawadhu (rendah hati),
dan sebagainya. Misalnya Ali Hasyim bersikap persuasif dalam puisinya sebagi
berikut.
MENYESAL
Pagiku
hilang melayang
Hari
mudaku sudah pergi
Sekarang
petang datang membayang
Batang
usiaku sudah tinggi
Aku
lalai di hari pagi
Beta
lengah di hari pagi
Kini
hidup meracuni hati
Miskin
ilmu miskin harta
Ah,
apa guna kusesalkan
Menyesal
tua tiada berguna
Hanya
menambah luka sukma
Kepada
yang muda kuharapkan
Atur
barisan di pagi hari
Menuju ke arah padang
bakti
4.
Amanat adalah pesan, nasihat, petuah, yang disampikan oleh penyair
dalam karyanya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pesan tersebut dapat
dijadika sebagai peluasan wawasan, memoerkaya pengalaman, dan memperhalus budi
pekerti, serta mempertinggi nilai-nilai kemanusiaan, misalnya larik puisi
Chairil Anwar yang berbunyi “/pilih kuda liar/pacu sampai melaju/jangan
tambatkan pada siang/dan malam”, antara lain mengandung amanat bahwa kita
harus hidup penuh semangat, selalu memanfaatkan waktu secara dinamis kreatif.
Sementara
itu metode puisi mencangkup :
1. Diksi(diction),
merupakan kemampuan memilih kata secara tepat menurut tempatnya sesuai dengan
alam satu jalinan kata yang harmonis dan artistik sehinnga sejalan dengan maksud
puisinay, baik secara denotatif maupun secara konotatif.
Misalnya:
sekali berarti (bermakna, berguna, bermanfaat)
Sudah itu
mati (wafat, meninggal, tewas)
2. Gaya
basa, adalah cara atau gaya tertentu yang digunakan penyair untuk menciptakan
kesan tertentu,daya bayang, dan nilai keindahan seperti
-
Gaya personafikasi :
Kerling danau di pagi hari (Situr Situmorang)
-
Gaya simbolisme : Ah,
rumput, akarmu jangan turut mengering (waluyati)
3.
Daya bayang (imagery),
kemampuan penyair mendeskripsikan atau melukiskan suatu benda sehingga
seolah-olah pembaca menyaksikan benda atau menyaksikan atu dialami penyair
tersebut. Daya bayang terwujud sebagai manifestasi dari pemakain kata kon
konkret, diksi, dan gaya bahasa yang tepat, misalnya:
Sajak Kecil Buat Penggalang
Dengan
gagah perkasa
Engkau berdiri siap siaga
Bersenjata
tongkat dibalut kain selempang
Berhias
tanda-tanda kecakapan
Tali
merah tali sempritan
Tersandang
di lengan tangan kiri
Kepala
dibalut baret
Lengkap
lencana tunas kelapa
Tali
melingkar bergantung dipinggang
Sangkur
menambah indah dipandang
4. Kata konkret, ialah pamakain kata-kata yang dapat
mewakili suatu pengertian secara konkret denagn memilih kata yang khusus, bukan
yang umum, misalnya:
-
Anak itu bersimpuh
di kaki ibunya. (kata khusus)
-
Anak itu duduk lalu
memeluk kaki ibundanya. (kata umum)
5. Irama
dan Rima
a. Irama
adalah berkaitan denagn keras lembutnya suara (tekanan), panjang pendeknya
suara (tempo), dan tinngi rendahnya suara (nada), perhentian sejenak (jeda) dan
lainnya. Misalnya sebagai berikut.
KASIH
IBU
Siti Atika
Penuh
kasih engkau nina bobokkan aku
Penuh
cinta engkau suapi aku
Tangisku,
rintihanku dan rengekanku
Tetap
membuatmu tersenyum
Kasihmu
seluas samudra
Cintamu
sedalam lautan
Sayangmu
setinggi gunung
Dengan
apa aku harus membalasnya
Ibu....
Di
dunia ini tiada banding kasihmu
Dalam
deritamu
Engkau
tetap tabah mengasuh dan mendidik aku
Ibu.....
Engkau
adalah matahariku
Engkau
adalah rembulanku
Doaku
bersamamu selalu
Semoga
rahmat Ilahi atasmu.
b. Rima ialah persamaan bunyi awal, akhir, awal-akhir.
Misalnya:
Caya
bulan di ombak menitik
Embun
berdikit turun menitik (J.E.Tatengkeng)
Segala
menebal, segala mengental
Segala
tak kukenal
Selamat
tinggal...... (Chairil Anwar)
Proses
penciptaan puisi merupakan perpaduan
dari berbagai kegiatan, yaitu pemahaman terhadap realita, pemilihan bentuk
pengungkapan, pemilihan kata-kata, penggunaan majas, penentuan ritme dan rima,.
Penciptaan puisi tersebut dalam kenyataannya dapat terjadi secara simultan,
namun dapat juga terjadi secara bertahap.
Dalam
proses penciptaan puisi, tahap prapenciptaan, dan revisi tetap bisa diterapkan,
chairil Anwar, misalnya, dalam penciptaan puisi-puisinya tidak sekali jadi.
Dari dokumentasi yang ditemukan terlihat ada usaha-usaha merevisi demi
kesempurnaan puisi yang diciptakannya.
Pengajaran
mengarang puisi dapat dilakukan secara bertahap.Mula-mula mencontohkan puisi
yang sudah ada, lalu mengubah dengan kata-kata sendiri, kemudian mengkombinasikan
beberapa puisi menjadi satu puisi, dan terakhir mengarang puisi dengan tema
tertentu atau menciptakan puisi secara bebas.
Puisi
sering dipertentangkan dengan prosa.Dalam hal ini, prosa diberi pengertian
sebagai karangan bentuk bebas, sedangkan puisi adalah karangan bentuk
terikat.Sebenarnya pengertian tersebut tidak sepenuhnya benar sebab keduanya,
baik prosa maupun puisi sebagai karya satra memilki keterkaitan pada aturannya
masing-masing.Prosa memiliki keterkaitan pada kaidah keprosaan, seprti tema,
amanat, aturan, setting, penokohan, dan pusat pengisahan, sedang puisi secara
umum terikat pada persajakan dan pembaitan.
Karangan
prosa untuk anak-anak dapat berbentuk cerita, yang di dalamnya tercakup
dongeng, mite, fabel, farabel, legenda, atau cerita-cerita tentang kepahlawanan
dan petualangan.Cerita seperti itu dapat dituliskan, namun dapat juga
dilisankan saja.Dengan demikian, apresiasi yang bersifat produktif untuk bentuk
prosa, khususnya cerita dapat dilakukan secara lisan dan tertulis.Hal ini bukan
berarti penciptaan bentuk puisi tidak adanya yang dilisankan.Pantun, misalnya,
sebagi warisan asli masyarakat Nusantara merupakan performance arts yang
penciptaannya dilakukan secara spontan dan lisan.
Pada
dasarnya mengarang cerita untuk dilisankan maupun dituliskan tidak banyak
berbeda. Cerita bukan sekedar narasi tentang suatu peristiwa, melainkan perlu
dihadirkan juga dialog antar pelaku agar cerita itu lebih hidup. Dalam menyusun
cerita perlu diperhatiakan beberapa hal, misalnya 1) sasaran dari cerita itu,
pembaca atau pendengarnya, 2) tema dan amanat yang ingin disampaikan, 3) unsur
cerita, 4) perasaan yang ingin dibangkitkan, seperti keberanian, solidaritas
sosial, dan 5) nilai yang terkandung di dalamnya.
Menghadirkan
cerita dalam bentuk lisan diperlukan persyaratan-persyaratan dan persiapan
khusus.Apabila cerita itu diangkat dari suatu buku penceritaan harus mengetahui
betul isi cerita.Untuk itu seorang pencerita harus menjadi pembaca yang baik,
mencermati isi cerita, jalan cerita dan menghayati karakter tokoh-tokohnya.
Dalam
praktik bercerita, seseorang jangan terpaku pada buku yang menjadi
sumbernya.Artinya seorang tukang cerita harus mengembangkan kreativitas dan
kemampuan berimprovisasi sejauh tidak menyimpang dari struktur cerita secara
keseluruhan.Acuan utamanya adalah tema dan alur cerita.Penghayatan terhadap
keseluruhan cerita diperlukan agar dapat mengekpresikan dengan
baik.Pengekpresian cerita ini berhubungan dengan kalimat, gerak, dan mimik.
Rothlin
(1991:54:56) mengemukakan beberapa persiapan yang perlu diperhatiakan untuk
menyampaikan suatu cerita, misalnya (1) membaca cerita beberapa kali, (2)
menganalisis plotnya untuk menetapkan pendahuluan, kesimpulan, dan urutanya,
(3) menganalisis cerita untuk menetapkan tindakan, konflik, da klimak, (4)
memperhatikan petulangan kata dan frasa, (5) menvisualisasikan karakter pelaku,
(6) menvisualisasikan setting untuk menetapkan perasaan, (7) menyertakan
gestur, pengekspresian, serta suara, (8) membuat kerangka cerita, (9) praktik
bercerita didepan cermin, (10) menggunakan tape recorder untuk berlatih dan
(11) menyimpan kerangka cerita dalam suatu file sebagai bahan referensi di masa
mendatang.
Dalam
praktik bercerita, ada baiknya pencerita (1) menetapkan tujuan bercerita, (2)
memperhatikan reaksi pendengar, (3) menjalin kontak mata dengan pendengar, (4)
memperhatikan tempat duduk pendengar, (5) mengusahakan efek suara yang tepat,
(6) mempersiapkan alat-alat dan sarana pendukung cerita, (7) jangan menguji
pendengar, (8) memodifikasi cerita ke dalam situasi pendengar, (9) membuat
persiapan untuk mengevaluasi penampilan dengan menggunakanbeberapa format
evaluasi, (10) mempersiapkan format yang memungkinkan pendengar melakukan
kritik dan evaluasi.
2.2
Pembelajaran dan Apresiasi Menulis Teks Drama untuk Siswa SD
Drama anak dapat menjadi wadah dunia
anak untuk mengekspresikan diri, tempat bermain dan memperoleh kesenangan dalam
kelompok.Drama anak harus diciptakan dengan suasana yang menyenangkan karena
eksistensi drama adalah menampilkan cerminan kejadian dalam kehidupan.Oleh
sebab itu drama anak juga harus dapat dipakai mewadahi kehidupan anak melalui cerita-cerita
yang dipentaskan-nya.
Tapi pada kenyataannya sangat disayangkan,
pembelajaran drama di sekolah-sekolah merupakan pembelajaran sastra yang paling
kurang diminati oleh banyak siswa.Menurut Rusyana dalam Waluyo (2002: 154)
bahwa minat siswa dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa,
menyusul puisi baru kemudian drama.
Pembelajaran drama yang diberikan
pada anak sekolah dasar hendaknya mampu memperkenalkan, membimbing,
mengembangkan dan mengapresiasi drama, membuat mereka dapat menyenangi,
menggemari dan menjadikan drama sebagai salah satu bagian yang menyenangkan
dalam kehidupan (Waluyo, 2002: 155).
Dalam
kaitannya dengan bentuk drama perlu dicermati pengertian produksi.Istilah
produksi drama secara umum mencakup dua pengertian, yaitu (1) pembuatan naskah
drama, dan (2) pementasan drama.Pengertian produksi drama secara khusus lebih
ditekankan pada segi pementasan. Membuat naskah drama seperti halnya membuat
karangan yang lain, artinya langkah-langkah dalam proses penyususnannya, serta
unsur-unsurnya yang harus diperhatikan seperti halnya pada mengarang prosa atau
cerita. Perbedaannya yang mencolok terletak pada kehadiran teks dialog yang
dominan.
Naskah
drama disusun dalam bentuk dialog antarpelaku. Kendalanya terletak dalam
penyusunan dialog yang alamiah. Sementara itu, setting cerita dalam naskah
drama dijabarkan dalam bentuk uraian.Hal ini untuk mempermudah sutradara dalam
mempersiapkan faktor pendukung pementasan.Setting dapat juga berupa narasi yang
dibacakan, khususnya pada prolog drama.Setting pada bagian tengah lebih
ditekankan pada tata tempat, peralatan, kostum dan instrument pengiring.
Naskah
film, sinetron, jauh lebih lengkap, sebab dalam naskah itu dikemukakan juga
teknik pengambilan gambar yang harus dilakukan oleh kameraman.Meskipun
demikian, ada naskah yang tidak lengkap.Naskah ketoprak, misalnya, banyak yang
tidak mencantumkan teknik pengambilan gambar.Artinya, pengambilan gambar
sepenuhnya ditentukan oleh juru kamera. Sedangkan penyusun naskah dan sutradara
lebih menekankan unsur pementasan yang lain.
Penyusunan
naskah atau skenario drama secara lengkap tidak banyak berbeda dengan
penyusunan skenario naskah video.Sutisno (1989) mengemukakan bahwa dalam
produksi program video dikenal beberapa naskah. Yaitu:
1. Naskah
video atau scenario program video.
2. Naskah
papan cerita atau story board script.
3. Naskah
perekam gambar atau shooting script.
4. Daftar
perekaman gambar atau shooting list.
5. Laporan
perekaman gambar atau shooting report.
Pada
teknik pengambilan gambar dikemukakan ada beberapa petunjuk dengan istilah
khusus, misalnya L.S. (long shoot) pengambilan gambar jarak jauh, W.S. (wide
shoot) pengambilan gambar meluas, M.L.S. (medium long shoot atau waist shoot)
untuk objek orang dari paha ke atas, M.C.U (medium close shoot atau brist
shoot) objek manusia dari dada ke atas, C.U (close up) atau close shoot (CS)
bentuk gambar dari leher ke atas. Dan B.C.U (big close up) atau extreme close
up (ECU) untuk objek mata dan hidung.
Sementara
itu pada teknik perekam suara dikenal istilah-istilah Fade in: suara perlahan
meningkat normal, Fade out: suara melirih perlahan, Fade up: suara mengeras
segera, Fade down: suara melirih segera, Under: suara terdengar lirih, Of
screen (OS) suara ada tapi sumber tak kelihatan, Overlap sound: bunyi terus,
gambar berganti-ganti dan Speak: suara mulai terdengar perlahan.
Pada
naskah dikemukakan paparan setting dan dialog antarpelaku.Paparan setting
ditulis dengan huruf capital.Isinya memaparkan setting tempat dan perlengkapan,
situasi, dan akting pelaku. Dialog antar pelaku dituliskan secara lengkap,
artinya dijelaskan siapa pelakunya dan bagaimana kalimat yang diucapkannya.
Semua itu menjadi acuan bagi sutradara maupun pemain dalam merancang suatu naskah yang menjelaskan suatu
adegan tanpa disertai paparan dialog secara rinci. Hal ini membuka peluang bagi
sutradara dan pemain untuk menyusun dialog sendiri dan menghadirkannya secara
improvisasi.
1. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa
Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau bereaksi dan
sebagainya (Harymawan, 1988:1). Adapun istilah lain drama berasal dari kata
drame, sebuah kata yang berasal dari bahasa Perancis yang diambil oleh Diderot
dan Beaumarchaid yaitu drama bermaksud untuk menjelaskan lakon-lakon mereka
tentang kehidupan kelas menengah. Jadi, pengertian drama adalah jenis sastra
berupa lakon yang ditulis dengan dialog-dialog yang memperhatikan unsur-unsur
dengan gerak atau perbuatan yang akan dipentaskan di atas panggung.
2. Unsur-unsur Intrinsik Drama Anak
Pembelajaran tentang memahami drama
terutama di kelas VI sekolah dasar lebih menitik beratkan pada pemahaman
unsur-unsur intrinsik drama yang telah disesuaikan dengan standar kompetensi
bahwa anak harus mampu mengidentifikasi berbagai unsur (tokoh, sifat, latar,
tema, jalan cerita, dan amanat) dari teks drama anak. Berdasarkan standar
kompetensi yang harus dikuasai oleh anak dalam pemahaman drama yaitu
mengidentifikasi unsur intrinsik yang terdiri dari unsur-unsur pembangun
struktur tokoh, sifat/karakter, alur, latar/setting, tema dan amanat, maka
bahasan dalam pemahaman drama yaitu: (a) Tokoh adalah pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita. Tokoh memiliki fisik, sikap, tingkah laku tertentu,
atau watak-watak tertentu; (b) Sifat atau watak adalah karakter yang muncul
dari dalam diri seorang tokoh. Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan.
Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik
yang membuat cerita semakin menarik; (c) Alur adalah jalan cerita yang dimulai
dengan perkenalan, awal masalah, menuju klimaks, klimaks dan penyelesaian; (d)
Latar adalah gambaran tentang tempat, suasana, dan waktu. Latar dapat juga
menunjukkan ruang, waktu, alat-alat, benda-benda, pakaian, sistem pekerjaan,
dan sistem kehidupan yang berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa
yangmenjadi latar ceritanya; (e) Tema menurut Poerwadarminto (185 : 1040) tema
adalah pokok pikiran. Tema mesti dibedakan dengan nilai moral atau amanat; dan
(f) Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita yang
dipertunjukkan sehingga tertanam langsung ke dalam benak para penonton
dramanya.
3. Menulis Teks Drama
Menulis teks drama menurut Hamalik
(2001:57) adalah mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Teks drama sebagai
salah satu genre sastra dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur
batin (semantik,makna). Wujud fisik sebuah teks drama adalah dialog atau ragam
tutur.
Langkah-langkah menulis teks drama
dimulai dari merumuskan tema atau gagasan, mendeskripsikan penokohan atau
memberi nama tokoh, membuat garis besar isi cerita, mengembangkan garis besar
isi cerita ke dalam dialog-dialog, membuat petunjuk pementasan yang biasanya
ditulis dalam tanda kurung maupun dapat ditulis dengan huruf miring atau huruf
kapital semua, dan memberi judul pada teks drama yang sudah ditulis.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Apresiasi sastra adalah menggauli karya sastra secara
sungguh-sungguh sehinga menimbulkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan baik terhadap karya sastra. Karya sastra yang
produktif tidak mungkin terwujud tanpa diberikan pengajaran menulis kreatif.
Ada
delapan makna menulis kretif, yaitu a) mengungkapkan diri, b) memahami perasaan
dan pikiran, c) meningkatkan kesadaran pengamatan terhadap lingkungan, d)
melibatkan diri secara aktif, e) mengembangkan kemampuan berbahasa, f)
mengembangkan keterampilan kognitif, g) mengembangkan inisiatif dan disiplin
ilmu, h) mendapatkan kesenangan.
Proses
penciptaan puisi merupakan perpaduan dari berbagai kegiatan, yaitu a) pemahaman
terhadap realita, b) pemahaman bentuk pengungkapan, c) pemilihan kata-kata, d)
penggunaan majas, e) penentuan ritme dan rima.
3.2
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi kami dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.Dengan terbentuknya makalah ini penulis sarankan agar dapat meningkatkan apresiasi karya sastra dan
juga dapat meningkatkan menulis kreatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Haryadi dan
Zamzani (1996/1997).Peningkatan
Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.