BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
seni rupa mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan
diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu
kebudayaan bergantung kepada cara kebuayaan tersebut mengenali, menghargai, dan
memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas
pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya dan kepada peserta
didik.
Tujuan
pendidikan seni rupa pada umumnya menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak
didik untuk mengembangkan kreatif, empatik, dan imajinasi dalam kemampuan
potensi yang dimilikinya, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan di lingkungan
masyarakat.
Setiap
orang mempunyai bakat dan kemampuan potensi yang berbeda-beda pula. Pendidikan
bertanggung jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta
memupuk (yaitu mengembangkan dan meningkatkan) potensi tersebut dalam diri
siswa SD.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
lingkup proses kreatif dalam potensi pengembangan?
2. Bagaimana
lingkup proses empatik dalam potensi pengembangan?
3. Bagaimana
lingkup proses imajinasi dalam potensi pengembangan?
4. Bagaimana
potensi pengembangan pada anak?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui lingkup proses kreatif dalam potensi pengembangan
2. Untuk
mengetahui lingkup proses empatik dalam potensi pengembangan
3. Untuk
mengetahui lingkup proses imajinasi dalam potensi pengembangan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kreatif
Kreativitas menurut S.C Utami
Munandar dapat dibedakan menjadi tiga pengertian :
Pertama, diartikan sebagai kemampuan untuk membuat
kondisi baru, dan unsur-unsur yang ada. Biasanya diartikan sebagai daya cipta,
sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru sama sekali. Sebenarnya yang
diciptakan itu tidak perlu yang baru sama sekali, tetapi cukup merupakan
gabungan dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Gagasan-gagasan yang kreatif
tidak muncul begitu saja, tetapi membutuhkan persiapan. Pengalaman memungkinkan
seseorang mencipta dengan cara menata, menyusun, atau membaurkan unsur-unsur
menjadi sesuatu yang baru.
Kedua, diartikan sebagai kemampuan
menggunakan data atau informasi yang tersedia, yaitu menemukan jawaban terhadap
suatu masalah, yang penekanannya pada kualitas ketepatgunaan dan keragaman
jawaban, makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu
masalah, makin kreatiflah seseorang.
Ketiga, diartikan sebagai kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, kemurnian (orisinil) dalam mengembangkan
dan memperkaya gagasan. Banyak kegiatan yang dapat disiapkan/direncanakan oleh
guru untuk meningkatkan kemampuan anak.
1.
Pembinaan Kreativitas Melalui Seni
Pada umumnya kreativitas diartikan
sebagai daya atau kemampuan untuk mencipta, tetapi sebenarnya istilah ini
mempunyai arti yang lebih yaitu meliputi :
a. Kelancaran menganggapi suatu
masalah, ide, atau materi
b. Mudah menyesuaikan diri terhadap
situasi
c. Memiliki keaslian, selalu dapat
membuat tanggapan yang lain daripada yang lain
d. Mampu berpikir secara integral, bisa
menghubungkan yang satu dengan yang lain, serta dapat membuat analisis dengan
tepat.
Kreativitas
dalam pendidikan seni akan berperan dalam mengembangkan kemampuan kognitif.
Seni dapat memancing tumbuhnya kemampuan kreatif, bila kreativitas itu elah
berkembang dan meningkat, maka kemampuan kreatif akan berguna untukbidang ilmu
yang lain.
Jelaslah
bahwa kreativitas tidak hanya diperlukan dalam kesenian saja, tetapi juga
diperlukan dalam bidang lain guna membentuk kepribadian anak seutuhnya. Dalam
segala kehidupan anak sehari-hari diperlukan kreativitas.
Harus
berpikir cepat dan tepat, menyesuaikan diri, menentukan sikap dan sebagainya.
Kemampuan-kemampuan inilah yang harus dikembangkan pada anak.
2.
Pembinaan Kreativitas Melalui Pendidikan Kesenian di SD
Anak usia SD merupakan masa
“keemasan berekspresi kreatif”. Kadar kreativitas anak masih sangat tinggi.
Anak dapat melakukan kegiatan berolah seni rupa secara wajar dan spontan,
karena daya nalar anak belum sampai membatasi keleluasaan untuk berkarya secra
murni dan lugu.
Berbagai bahan dan teknik dapat
dicobakan pada anak. Pengolahan bahan sederhana seperti limbah dan bahan alam
merupakan media yang memberi banyak kemungkinan dalam upaya membina dan
mengembangkan kreativitas. Anak memiliki banyak alternatif mengolah bahan.
Teknik di dalam menghasilkan karya dua dimensi sangat memungkinkan anak untuk
berkreasi dan menemukan sendiri. Seperti kegiatan membutsir dengan tanah liat
atau plastisin, menggunting kertas dan kain, mencetak bahan alam perlu untuk
diperkenalkan pada anak SD.
Dalam dunia anak dikenal dua macam
berpikir kreatif. Pertama
adalah berpikir konvergen dan kedua
berpikir divergen. Berpikir divergen
biasanya adalah hasil pertanyaan dengan satu jawaban atau kesimpulan dari satu
masalah. Contohnya jika anak bertanya beberapa jumlah ikan di dalam satu
aquarium, hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan berpikir konvergen
adalah beberapa jawaban dari satu masalah. Contohnya anak menanyakan banyak hal
tentang aquarium, maka akan ada beberapa kemungkinan jawaban.
Dalam pendidikan seni, anak
diarahkan untuk cenderung pada berpikir konvergen. Dengan berpikir konvergen
anak dilatih untuk menunjukkan diri, memamerkan idenya, dan menunujukkan
eksperimennya. Mereka mendapat banyak keuntungan dari kreativitas ini, antara
lain :
a. Belajar menghargai diri sendiri
b. Belajar memecahkan masalah dengan
berbgai alternatif jawaban
c. Mengembangkan kemampuan berpikir
d. Mengembangkan kepribadian
e. Mengembangkan ketrampilan
Dengan
memberi dorongan berkreatif, guru juga memperoleh keuntungan, antara lain :
1) Mengembangkan dan meningkatkan
pembelajarannya
2) Belajar mengorganisasikan
ketrampilan spesifik dari anak
3) Meningkatkan hubungan yang lebih
akrab dengan anak
4) Tidak menjumpai banyak problem
tingkah laku anak
Untuk
mengidentifikasi kreativitas diri anak, perlu dicatat beberapa hal-hal sebagai
berikut :
a) Semua anak memiliki kreativitas yang
berbeda tingkatannya
b) Sebagian anak lebih kreatif dari
yang lain
c) Kreativitas anak lebih nampak disatu
bidang dibandingkan dengan bidang lain yang dimiliknya. Contohnya seseorang
anak lebih kreatif menggambar dibandingkan dengan membuat patung.
d) Guru yang tidak mengenal kreativitas
justru akan menghancurkan kreativitas anak.
v Pengembangan Kreativitas
Dalam membantu mewujudkan
kreativitas anak, mereka perlu dilatih keterampilan tertentu sesuai dengan
minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta
mereka. Untuk menumbuhkan motivasi intrinsic pada anak, sebaiknya anak
diberikan kebebasan berpikir dengan menyediakan sarana dan prasarana yang
merangsang minat anak, sehingga dorongan ke arah kreativitas menjadi semakin
kuat.
Kreativitas anak dapat dihambat
dengan suasana emosional yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan atau rasa
terpisah. Tetapi keterikatan emosional yang berlebih juga tidak menunjang
pengembangan kreativitas anak, mungkin karena kurang memberi kebebasan kepada
anak untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan pendapat atau
minat. Untuk mewujudkan kemampuan potensial mereka diperlukan pelayanan khusus
dari guru yang memiliki karakteristik khusus dan mendapat pelatihan khusus.
B.
Pengertian Empatik
Teori
Pemancaran Diri dikemukan oleh seorang sarjana Jerman bernama F. T. Vischer.
Kemudian teori ini dikembangkan oleh Theodore Lipps dalam rangka mencoba
menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan pengalaman estetik (seni).
Empati
(einfuhlung) merupakan pengalaman dalam peleburan perasaan (emosi) pengamat
terhadap benda seni. Dengan peleburan perasaannya secara mendalam mengakibatkan
jiwa (secara psikis) terhanyut dalam kualitas intrinsik dan ekstrinsik seni.
Sebagai contoh : ketika penonton bioskop, kita seolah turut bermain di dalamnya
dan kadang kala berfihak secara greget pada salah seorang tokoh (yang
protagonis misalnya). Hal ini terjadi karena pemusatan diri (secara emosional)
ke dalam kualitas intrinsik benda seni tersebut. Sehingga “merasa diri kita di
dalam” (Read, 1972:38-39). Sebagai contoh lain, Herbert Read dalam bukunya The
Meaning of Art memberikan bagaimana suatu karya seniman grafis Jepang yang
terkenal Katsuchika Hokusai (1760-1849) dapat menimbulkan empati pengamat
(publik seni). Perhatian kita terhadap karya print Jepang bisa tertuju pada
orang-orang dalam perahu. Kemudian kita merasa simpati kepada mereka dalam menempuh
bahaya. Tetapi jika kita menganggapnya sebagai hasil seni, maka perasaan kita
akan terpikat oleh lenggak-lenggok gelombang yang maha besar itu. Kita
seolah-olah berada dalam gerakannya yang menarik. Kita akan merasa akan
tegangan antara kekuatannya yang menggulung ke atas dengan gaya berat, dan
setelah gelombang itu memukul dan membuih maka kita sendiri akan merasakan
seperti dengan amarah menegangkan jari-jari untuk menerkam korban yang ada di
bawah kita (Read, 1972:36-38)
Proyeksi
perasaan empati ini bersifat subjektif dan sekaligus objektif. Hal tersebut
disebut subjektif karena pengamat menemukan kepuasan atau kesenangan bentuk
objek karya seni. Sedangkan disebut objektif karena didasarkan pada nilai-nilai
intrinsik benda seni itu sendiri (Sumardjo, 1997).
Dalam
empati terjadi pengalaman dalam aliran dinamika kualitas seni yang mendatangkan
berbagai perasaan : puas, penuh, utuh, dan perasaan sempurna dalam keselarasan.
Rasa puas itu mengalir selama proses pengalaman mengalir dalam alunnya. Oleh
sebab itu pengalaman seni selalu memiliki pola. Suatu pengalaman itu terdiri
dari berbagai unsur pengalaman (visual, audio, rabaan, audio visual, berbagai
rasa, pikiran, dan hal-hal praktis) yang menyusun hubungannya sendiri satu sama
lain. Pola hubungan antar inilah yang memberikan makna pada pengalaman
tersebut.
C.
Pengertian
Imajinasi
Sebagian orang menganggap imajinasi
itu penting, tetapi sebagian yang lain mungkin mengabaikannya. Namun, siapaun
yang mempunyai kreativitas, tentu akan meningkatkan imajinasi sebagai hal yang
penting. Ibarat jendela, imajinasi mengantar kita untuk membuka rumah pikiran
kita dan kemudian menggapai dalam-dalam dan jauh-jauh sebuah ide, fakta,
realitas, hinggan fenomena.
Imajinasi merupakan potensi yang
dimiliki manusia dan yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi,
manusia memahami dan membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu
pentingnya imajinasi Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting dari pada
ilmu pengetahuan. Karena dengan imajinasi yang ada dalam otak, akan
menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang ada dalam imajinasi.
Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
Mengenai pentingnya imajinasi, Wass
(Laily, 2009:83) sampai pada kesimpulan bahwa imajinasi adalah cara berfikir
alami yang menghasilkan perubahan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Berfikir
secara sadar melalui latihan berimajinasi memiliki potensi untuk membantu
seseorang meraih cita-cita dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan pribadi.
a. Menggambar Imajinasi.
Untuk memahami apa sebenarnya
menggambar itu, kita harus menemukan maknanya lebih dalam karena lain
menggores-goreskan pensil atau kuas dengan jari. Pada hakekatnya menggambar ini
adalah pengungkapan seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya
dalam bentuk garis dan warna. Menggambar merupakan wujud pengeksplorasian
teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi
ekspresi dan aktualisasi diri.
Pada intinya, menggambar adalah
perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide, pengetahuan, dan
wawasan. Menggambar bisanya digunakan untuk mengungkapkan suatu ide. Tidak
hanya ide kreatif dari seorang seniman, setiap orang juga seringkali
menggunakan gambar untuk menjelaskan buah pikirannya.
Ada beberapa metode dalam menggambar
yang tujuannya mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, yaitu :
1) Menggambar
dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai
gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak
dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, bereksperimen, dan melampaui
kemampuannya.
2) Menggambar
berdasarkan pengalaman/kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih
memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan
kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak menggunakan pertanyaan untuk
membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka.
3) Menggambar
berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar
dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar dengan
imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
Kegiatan menggambar merupakan salah
satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya.
Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan
pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan
salah satu bentuk bahasa. Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat
berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
a) Tahap mencoret
sembarangan.
Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa
mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa
goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.
b) Tahap kedua, juga pada usia 2-3
tahun, adalah tahap mencoret terkendali.
Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan
dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang,
kemudian lingkaran-lingkaran.
c) Tahap ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4
tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil
goresannyapun sudah lebih.
Tujuan menggambar bagi anak :
(a) Mengembangkan kebiasaan pada anak
untuk berekspresi.
(b) Mengembangkan daya kreativitas.
(c) Mengembangkan kemampuan berbahasa.
(d) Mengembangkan citra diri anak.
Mengembangkan imajinasi anak merupakan upaya
untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan potensi kecerdasan juga
kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak berkembang seiring dengan
berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa. Seperti bermain, dunia
imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan dunia anak. Imajinasi
anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan belajar memahami realitas
keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu, orang tua dapat
mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi tumbuh kembangnya potensi dan
kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan dengan efektif.
Sebuah imajinasi lahir dari proses
mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua kekuatan yang bersifat emosi
untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran dan gagasan
kreatif, serta memberikan energi pada tindakan kreatif.
Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian
dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita,
imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat
suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi
ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya orang tuanya.
Karena itu, berimajinasi mampu
membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”.
Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif
merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang
mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang
dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di dalam
imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi
merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa
saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau
pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi
juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil
mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan
Tuhan.
Jika kita mampu mengasah,
mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih
produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal
tumbuhkembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah
kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
Manfaat imajinasi anak berkaitan erat
dengan tumbuh kembangnya kreativitas dalam diri anak. Berikut beberapa manfaat
imajinasi anak bagi perkembangan dan kepribadian anak sebagai berikut:
1) Terampil
berkomunikasi dan bersosialisasi.
Dengan berimajinasi, anak melibatkan
kapasitas otaknya, sehingga kecerdasan otak lebih terasah. Dalam berimajinasi,
tentu saja ia sering kali memainkan peran sebagai tokoh tertentu yang tidak
selalu sama, sehingga dalam realitas sehari-hari, ia lebih mudah berkomunikasi, memerankan perannya sebagai anak,
teman bahkan ibu atau guru.
2) Mahir
menganalisa, aktif dan berpikir kreatif.
Berimajinasi membuat anak lebih
aktif dan kreatif. Imajinasi akan menstimulasi gerak
tubuh, emosi dan kinerja otak anak untuk melakukan sebuah tindakan kreatif.
3) Memperkaya
pengetahuan anak.
Dengan berimajinasi, ide-ide kreatif
anak semakin bermunculan dan berkembang.
Hal ini akan semakin mengasah dan mendorong rasa keingintahuannya.
4) Lebih
percaya diri, mandiri dan mampu bersaing.
Berpetualang di dunia imajinasi
membuat anak merasa nyaman, ketika ada
dukungan dan dorongan untuk mengekspresikannya, ia akan merasa percaya diri.
Kepercayaan diri ini akan membuatnya lebih siap dan mampu bersaing di
lingkungannya karena secara tidak langsung keterlibatan emosi, gerak tubuh dan kemampuan otak
dalam berimajinasi membekalinya kesiapan mental untuk bersaing.
5) Memunculkan
bakat anak.
Dengan berimajinasi, anak dapat
menggali, mengangkat dan memunculkan bakatnya yang mungkin saja terpendam. Bakat
merupakan ciri universal yang khusus, pembawaan yang luar biasa sejak lahir
yang dapat berkembang dengan adanya interaksi dari pengaruh lingkungan.
D.
Pengembangan Potensi Pada Anak
Pada
waktu lahir tiap-tiap individu mendapat bekal berupa kemampuan siap, yang
pelaksanaannya berdasarkan insting. Disamping bekal berupa insting itu,
individu mendapat bekal juga berupa benih, bibit atau potensi yang mempunyai
kemungkinan berkembang pada waktunya dan apabila ada kesempatannya maupun
perangsangnya.Potensi inilah yang sekarang disebut dengan istilah pembawaan.
Jadi yang dimaksud dengan anak atau siswa yang berpembawaan adalah siswa yang
memiliki potensi dengan kemampuan berkembang yang baik, sehingga dapat
diharapkan adanya hasil yang memuaskan dalam pencapaian tujuan pendidikan.
M.
Ngalim Purwanto (1984 : 18) mengatakan potensi adalah “seluruh
kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan yang terdapat pada suatu
individu dan selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan
(direalisasikan)”.
Dari
kedua pengertian diatas, potensi dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kemampuan
yang terpendam yang ada dalam diri siswa, yang memungkinkan dapat berkembang
dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan.
Potensi-potensi
belajar yang ada dalam diri seorang siswa tidak sama dengan potensi yang
dimiliki orang lain. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Agus Soejono (1980 :
36) “Potensi seseorang tidak sama dengan potensi yang dimiliki orang lain.
Seorang lebih tajam pikirannya, atau lebih halus perasaan, atau lebih kuat
kemauan atau lebih tegap, kuat badannya daripada yang lain”.
Dari
uraian diatas, jelaslah bahwa potensi itu beraneka ragam, berbeda dan
bervariasi. Potensi seseorang berlainan dengan orang lain dalam jenis dan
tinggi rendahnya.
1.
Jenis-jenis
Potensi Belajar Yang Ada Dalam Diri Siswa
a. Potensi
jasmaniah
Potensi
jasmaniah yakni jasmani yang sehat dengan panca indra yang normal yang secara
fisiologi berkerja sama dengan sistem syaraf dan kejiwaan. Potensi jasmaniah
ini memerlukan gizi dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan
lingkungan yang sehat sebagai pra kondisi hidupnya. Jika kebutuhan ini sebagian
tidak tercukupi, maka tubuh orang yang bersankutan akan lemah, bahkan dapat
sakit.
b. Potensi
rohaniah
Potensi-potensi
rohaniah meliputi segi pikir, rasa, karsa, cipta, karya maupun budi nurani.
Potensi-potensi rohaniah ini membutuhkan kesadaran cinta kasih, kesadaran akan
keagamaan, dan nilai-nilai budaya supaya kepribadian kita sehat dan sejahtera.
Di samping itu juga rohani kita harus tenang, sabar, optimis, mempercayai orang
lain, bahkan mencintai sesama manusia, tidak iri hati, tidak menyimpan rasa
benci atau dendam dan sebagainya.
Pembagian
potensi diatas didasarkan kepada U. Noorsyan (1980 : 131) membagi potensi
kepada :
1) Potensi
jasmaniah; fisik, badan, dan panca indra yang sehat (normal).
2) Potensi
piker (akal, rasio, intelegensi, intelektual).
3) Potensi
rasa (perasaan, emosi) baik perasaan eti-moral maupun perasaan estetis.
4) Potensi
karsa (kehendak, kemauan, keinginan, hasrat atau kecenderungan-kecenderungan
nafsu, termasuk prakarsa).
5) Potensi
cipta (daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi).
6) Potensi
karya (kemampuan menghasilkan kerja).
7) Potensi
budi nurani (kesadaran budi, hati nurani, kata hati).
Ketujuh potensi diatas dapat
dikelompokkan kepada potensi jasmaniah dan potensi rohaniah yang dapat
dikembangkan dan diwujudkan manusia seutuhnya dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Potensi Siswa
Terdapat
dua faktor yang dapat mempengaruhi potensi pada diri siswa, dua faktor tersebut
yaitu:
1. Faktor
dari dalam (keturunan)
Keturunan
seorang anak dalam keluarganya akan mempengaruhi potensi yang dimiliki oleh
anak tersebut. misalnya seorang anak yang keturunan bermain musik, maka tidak
khayal jika anak tersebut berpotensi pula dalam bidang musik. Contoh keturunan
lain yaitu keturunan ilmu pasti, keturunan bertubih tinggi, keturunan
olahragawan, dan lain sebagainnya.
2. Faktor
dari luar (lingkungan)
Faktor-faktor
dari luar yang amat besar sekali pengaruhnya terhadap potensi siswa adalah
faktor rumah tangga. Rumah tangga tempat anak dibesarkan, pendidikan dalam
keluarga, pertama sekali anak mendapat pengalaman dan pengetahuan dari rumah
tangga, oleh karena itu orang tua disebut sebagai pendidik yang utama, karena
mereka lebih dekat dengan anak, terutama ibu yang mengasuhnya dari dalam
kandungan sampai tumbuh dewasa. Dengan demikian ibu memiliki kesempatan yang
sangat besar untuk memberi pendidikan dan pengajaran pada anak dalam bentuk
contoh, sikap dan petunjuk. Seperti kata pepatah “Bagaimana cetak begitu
bentuknya” yang artinya adalah bagaimana anak itu dididik maka seperti itulah
anak akan tumbuh dan berkembang.
3.
Mengenali
dan Mengembangkan Berbagai Potensi Peserta Didik
Manusia
diciptakan sebagai makhluk yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan
kekurangan. Tidak ada satu pun manusia yang hanya memiliki sisi positif.
Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi negatif.
Berdasarkan
paradigma itulah seorang guru harus senantiasa optimis bahwa peserta didiknya
memiliki potensi, bahkan memiliki banyak potensi. Kelemahan kita adalah kurang
cermat dalam mengenali potensi-potensi yang terpendam dalam setiap peserta
didik.
Dapat
dikatakan demikian karena menurut penelusuran Dr. Sumardi, M.Sc. dalam bukunya
Password Menuju Sukses telah teridentifikasi tiga belas jenis kecerdasan, yaitu
kecerdasan bahasa, logika, visual-ruang, raga, musik, sosial (interpersonal),
pribadi (intrapersonal), masak (kuliner), alam (natural), emosi, spiritual,
keuletan, dan keuangan. Sembilan kecerdasan pertama dikemukakan pertama kali
pada tahun 1983 oleh Howard Gardner, seorang psikolog Amerika Serikat dan
diberi label multiple intelligences atau kecerdasan majemuk. Kecerdasan emosi
dikemukakan oleh Daniel Goleman.
4.
Mengembangkan
Potensi Siswa SD
a. Pengembangan
Pengetahuan pada Usia Belajar
Pengembangan
pengetahuan terhadap anak dimulai sejak usia belajar, menurut Neisser (1976)
ada tiga alasan mengapa harus dimulai pada masa dini.
Pertama;
pengetahuan awal, memungkinkan pendidik, orang tua dan guru memberikan
pengetahuan padanya sesuai tingkat kemampuan kognisi anak, namun demikian
perkembangan psikologis anak diperhatikan, Menurut J.Byl, Aristoteles, dan
Kretshmer (dalam Sujanto, 1980;69) bahwa anak siap untuk belajar dan mendapat
pengetahuan dimulai pada usia 7 tahun (disebut masa intelek). Pada usia ini
sang-anak sudah siap diisi dan dibekali dengan pengetahuan.
Kedua;
anak memiliki keyakinan, kepercayaan, yang semu, dalam arti kata ia butuh
bimbingan rohani dan mental pada usia belajar orang tua dan guru mendapat
kesempatan yang banyak memantapkan keyakinan dan kepercayaan anak untuk mengisi
dan membekali dengan pengetahuan, manakala ia sudah dewasa, ia telah mendapat
keyakinan, kepercayaan yang sangat sukar untuk diubah oleh seorang pendidik,
baik orang tua maupun guru di sekolah.
Ketiga;
anak memiliki banyak pengharapan terhadap sesuatu, pengharapan-pengharapan pada
diri anak memungkingkan untuk dilakukan, diciptakan melalui pengetahuan yang
diberikan kepadanya.
Kita
dapat memberi contoh, tauladan yang banyak kepada anak, yang pada akhirnya dia
dapat menemui pengharapannya, namun pengharapan itu dibekali dengan motivasi
ekstinsik disamping motivasi intrinsic yang telah ada pada diri sang anak.
b. Menyeimbangkan
antara Intellegensi dan Emosi
Bukanlah
menjadi jaminan bagi seseorang yang memikili intellegensi yang tinggi akan
dapat berkembang tanpa memiliki kecakapan emosional yang tinggi. Akan tetapi
bagi seseorang yang memiliki intellegensi yang tinggi belum tentu memiliki
kecakapan emosional yang tinggi pula.Anak yang berbakat adalah anak yang
memiliki intellegensi yang tinggi dan kecakapan emosional yang tinggi, mereka
kelak menjadi orang yang mampu berbuat, berkarya, aktif, kreatif, dan mandiri.
Kemampuan
otak seseorang membutuhkan latihan terus menerus, ia ibarat sebilah pisau dari
besi yang bagus, bila tidak diasah di atas gerinda ia tidak akan tajam.
Pengasahannya tidak dilakukan sekali saja akan tetapi berkali-kali dilakukan.
Otak perlu selalu diasah dengan berfikir, seperti menganalisa, memecahkan
masalah, berhitung, berdiskusi, bermain catur, mengisi teka teki silang, dan
lain sebagainnya.
5.
Peran
guru dalam Pengembangan Potensi Siswa
Guru
memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa
serta mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur
yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional,
dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim.Guru
memiliki perana yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan.
Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Profesionalisme
guru sebagai ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang
perlumendapat perhatian (Depdiknas, 2005). Dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa.
Penyampaian
materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam
belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses
perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
a. Mendidik
dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
b. Memberi
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
c. Membantu
perkembangan aspek aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian
diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan
keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus mampu menciptakan proses
belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa muntuk belajar
aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan. (Slameto,
2002)
Begitu pentingnya peranan guru dalam
keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan
berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada
saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses
belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses belajar mengajar tentunya
harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran,
pelaksanaan dan pengelolaan pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar
yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada peserta didik dan juga
membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang mengalami
kesulitan belajar.Salah satu tugas yang dilaksanakan guru disekolah adalah
memberikan pelayanan kepada siswa agar mereka menjadi peserta didik yang
selaras dengan tujuan sekolah.
Guru mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses
pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru
harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi
belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
proses belajar dan karenya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di
samping menguasai materi yang disampaikan dengan kata lain guru harus
menciptakan suatu konidisi belajar yang sebagik-baiknya bagi poeserta didik,
inilah yang tergolong kategori peran guru sebagai pengajar.
Disamping peran sebagai pengajar, guru
juga berperan sebagai pembimbing artinya memberikan bantuan kepada setiap
individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuan diri secara maksimal terhadap sekolah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Oemar H (2002) yang mengatakan bimbingan adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan
pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimal terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.Sehubungan dengan
perananya sebagai pembimbing, seorang guru harus :
1) Mengumpulkan
data tentang siswa.
2) Mengamati
tingkah laku siswa dalam situasi sehariu-hari.
3) Mengenal
para siswa yang memerlukan bantuan khusus.
4) Mengadakan
pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun
secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak.
5) Bekerjasama
dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan masalah
siswa.
6) Membuat
catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
7) Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu.
8) Bekerjasama
dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah
siswa.
9) Menyusun
program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
10) Meneliti
kemajuan siswa, baik di sekolah maupundi luar sekolah.
11) Peran
guru sebagai pengajar dan sebagai pembing memiliki keterkaitan yang sangat erat
dan keduanya dilaksanakan secara berkesinambungan dan sekaligus
berinterpenetrasi dan merupakan keterpaduan antara keduanya
6.
Faktor-Faktor
Yang Menghambat peran guru dalam pengembangan potensi siswa
Faktor-faktor
yang mempengaruhi potensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang
dengan yang lain ialah:
a. Pembawaan,
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri yang dibawah sejak lahir. Batas
kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama ditentukan
oleh pembawaan kita.Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun
menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap
ada.
b. Kematangan,
tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap
organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai
kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan
soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya.Organ-organ
tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu
dan kematangan erat hubungannya dengan umur.
c. Pembentukan,
pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang
dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar)
d. Minat
dan pembawaan yang khas, Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan
(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring
motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar
itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat
seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik
e. Kebebasan,
kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu
dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode
juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya. Dengan adanya
kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam
pembentukan intelegensi. (Dalyono, 2007.)
Sementara
itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan
kreativitas siswa, dan potensi guru dapat menggunakan pendekatan sebagai
berikut :
1) Self
esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem (kesadaran akan
harga diri) siswa.
2) Creative
approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry, dan role
playing.
3) Value
clarification and moral development approach; guru mengembangkan pembelajaran
dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan segenap potensi
siswa menuju tercapainya self actualization, dalam situasi ini pengembangan
intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa,
termasuk dalam hal etik dan moral.
4) Multiple
talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa untuk
membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5) Inquiry
approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan proses
mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan potensi
intelektualnya.
6) Pictorial
riddle approach; guru mengembangkan metode untuk mengembangkan motivasi dan
minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna membantu meningkatkan kemampuan
berfikir kritis dan kreatif.
7) Synetics
approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk
mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan
mengembangkan kreativitasnya.
Kegiatan pembelajaran dimulai
dengan kegiatan yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan
pemecahan masalah secara rasional.
Sedangkan untuk membangkitkan
motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a) Bahwa
siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan
berguna bagi dirinya;
b) Tujuan
pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa
sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga
dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
c) Siswa
harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
d) Pemberian
pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan;
e) Manfaatkan
sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
f) Usahakan
untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan,
latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
g) Usahakan
untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya,
rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman
belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan penghargaan,
serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai
prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk membuat
kondisi baru, dan unsur-unsur yang ada, sebagai kemampuan menggunakan data atau
informasi yang tersedia, yaitu menemukan jawaban terhadap suatu masalah, yang
penekananny pada kualitas ketepatgunaan dan keragaman jawaban, makin banyak
kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah, makin
kreatiflah seseorang, sebagai kemampuan
yang mencermiinkan kelancaran, keluwesan, kemurnian (orisinil) dalam
mengembangkan dan memperkaya gagasan. Banyak kegiatan yang dapat
disiapkan/direncanakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan anak.
Empati
(einfuhlung) merupakan pengalaman dalam peleburan perasaan (emosi) pengamat
terhadap benda seni. Dengan peleburan perasaannya secara mendalam mengakibatkan
jiwa (secara psikis) terhanyut dalam kualitas intrinsik dan ekstrinsik seni.
Imajinasi merupakan potensi yang
dimiliki manusia dan yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi,
manusia memahami dan membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu
pentingnya imajinasi Albert Ainstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting
dari pada ilmu pengetahuan. Karena dengan imajinasi yang ada dalam otak, akan
menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang ada dalam imajinasi.
Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
M.
Ngalim Purwanto (1984 : 18) mengatakan potensi adalah “seluruh
kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan yang terdapat pada suatu
individu dan selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan
(direalisasikan)”. Potensi ini dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kemampuan
yang terpendam yang ada dalam diri siswa, yang memungkinkan dapat berkembang
dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan.
B.
Saran
Dalam
pembuatan makalah ini untuk para pengajar bisa mengerti dan memperhatikan
potensi belajar siswa, meningkatkannya pengembangan potensi siswa SD dalam
proses kreatif, empatik, dan imajinasi yang membuat siswa bisa menyerap materi
dan lebih terampil dalam pembelajaran
seni rupa, semoga dengan makalah ini para pengajar maupun siswa dapat mengerti
dan bisa meningkatkan pengembangan potensi yang ada pada diri siswa SD dalam
pendidikan seni rupa.
DAFTAR PUSTAKA
Herawati, Ida Siti. Iriaji. 1998. Pendidikan Seni Rupa.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Munandar,
Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
thank nice infonya sangat membantu, silahkan kunjungi website kami http://bit.ly/2D2nTUD
ReplyDelete