BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Demi tercapainya
tujuan pembelajaran yang optimal perlu diadakan peningkatan kualitas
pembelajaran secara berkesinambungan. Upaya peningkatan tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kompetensi kepribadian dan profesionalisme guru. Salah satu
upaya peningkatannya adalah dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas,
karena melalui PTK masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji,
ditingkatkan dan dituntaskan sehingga proses pendidikan dan pembelajaran dapat
memberikan hasil belajar yang lebih baik dan inovatif.
Pembelajaran tingkat satuan
pendidikan merupakan wujud pelaksanaan kurikulum tigkat satuan pendidikan yang
mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan sistam yang terdiri dari
beberapa unsur yang sistematis yaitu masukan, proses dan keluaran atau hasil.
Evaluasi masukan pembelajaran menekankan pada evaluasi karakterisitik peserta
didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran,
karakterisitik dan kesiapan pendidik, kurikulum dan materi pembelajaran,
strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, serta keadaan
lingkungan dimana pembelajaran berlangsung.
Evaluasi proses pembelajaran
menekankan pada evaluasi pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
pembelajar meliputi keefektifan stratategi pembelajaran yang dilaksanakan,
keefektifan media pembelajaran, cara mengajar yang dilaksanakan dan minat,
sikap, serta cara belajar peserta didik. Eveluasi pembelajaran atau evaluasi
hasil belajar antara lain menggunakan instrument-instrument evaluasi dapat
berupa tes dan nontes untuk melakukan pengukuran hasil belajar sebagai prestasi
belajar, dalam hal ini penguasaan kompetensi oleh setiap peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari evaluasi pembelajaran?
2.
Apa pengertian dari instrumen?
3.
Apa saja jenis, ragam dan bentuk instrumen
pembelajaran?
4.
Bagaimana prinsip, tujuan dan fungsi penilaian?
5.
Apa yang dimaksud sasaran evaluasi?
6.
Bagaimana langkah-langkah tahapan evaluasi?
7.
Bagaimana ciri-ciri instrumen evaluasi?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian evaluasi pembelajaran
2.
Mengetahui pengertian instrumen pembelajaran.
3.
Mengetahui jenis, ragam dan bentuk instrumen
pembelajaran.
4.
Mengetahui prinsip, tujuan dan fungsi penilaian.
5.
Mengetahui maksud sasaran evaluasi
6.
Mengetahui langkah-langkah tahapan evaluasi.
7.
Mengetahui ciri-ciri instrumen evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evalusi Pembelajaran
Davies
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan
nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,
maupun objek (Davies, 1981:3). Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1).
Pengertian
evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (
Sudjana, 1990:3). Dengan berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk
kerja, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu.
Evaluasi
mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun
dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai
sejauh mana efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran,
evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan
tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Erman (2003:2)
menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai penentuan
kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini yang
dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur
tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan
belajar-mengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan
intelektual), afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan psikomotor
(ketrampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara
lisan, tertulis, mapupun perbuatan. Dengan demikian mengevaluasi di sini adalah
menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai dengan tujuan instruksional yang
telah dirumuskan atau belum.
Apabila lebih
lanjut kita kaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh
pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum.
Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai
pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan
penilaian pembelajaran. Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses
membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan
pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sedangkan penilaian yang
dimaksud di sini adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan
pembelajaran secara kualitatif.
Evaluasi hasil
belajar antara lain mengunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar.
Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait, atribut pendidikan,
psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Pengukuran diartikan
sebagai pemberian angka pada status atribut atau karakteristik tertentu yang
dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi
yang jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang
menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilaian dimaksudkan untuk memberi
nilai tentang kualitas hasil belajar secara klasik tujuan evaluasi hasil
belajar adalah untuk membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta
didik.
Namun dalam
perkembangannya evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada
peserta didik maupun kepada pembelajar sebagai pertimbangan untuk melakukan
perbaikan serta jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai tanggung jawab
institusi yang telah meluluskan. Tes, pengukuran, dan penilaian berguna untuk:
seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial, umpan balik, memotivasi dan
membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan serta
pengembangan ilmu.
B.
Jenis,
Ragam dan Bentuk Instrumen Pembelajaran
Dalam pendidikan
terdapat bermacam-macam instrumen atau alat evaluasi yang dapat dipergunakan
untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap anak
didik. Instumen evaluasi itu dapat digolongkan menjadi dua yakni, tes dan
non-tes yang lebih lanjut akan dipaparkan dibawah ini.
1.
Tes
sebagai alat penilaian hasil belajar
Tes sebagai alat
penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada
umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama
hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidkan dan pengajaran.
Ada 2 jenis tes
yakni tes uraian (subjektif) dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian
bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri
dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar salah, pilihan ganda dengan
banyak variasi, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
a. Tes
uraian (tes subjektif)
Tes Uraian, yang
dalam uraian disebut juga essay, merupakan alat penilaian yang hasil belajar
yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut
siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan
demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan
gagasannya melalui bahasa tulisan.
Sejak tahun
1960-an bentuk tes ini banyak ditinggalkan orang karena munculnya tes objektif.
Bahkan sampai saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir
semua guru mulai dari tingkat SD sampai di perguruan tinggi. Namun ada semacam
kecenderungan dikalangan para pendidik dan guru untuk kembali menggunakan tes
uraian sebagai alat penilaian hasil belajar, terutama di perguruan tinggi,
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
·
Adanya gejala menurunnya hasil belajar
atau kualitas pendidikan di perguruan tinggi yang salah satu diantaranya
berkenaan dengan penggunaan tes objektif.
·
Lemahnya para mahasiswa dalam
menggunakan bahasa tulisan sebagai akibat penggunaan tes objektif yang
berlebihan.
·
Kurangnya daya analisis para mahasiswa
karena terbisaa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban
manakalah mereka menghadapi kesulitan dalam menjawabnya.
Kondisi seperti
ini sangat menunjang penggunaan tes uraian di perguruan tinggi akhi -akhir ini
dengan harapan dapat meningkatkan kembali kualitas pendidikan di perguruan
tinggi. Harus diakui bahwa tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan
daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan belajar
dikalangan peserta didik. Hal ini karena melalui tes para peserta didik dapat
mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis -intesis-
evaluasi, baik secara lisan maupun secara tulisan.
Dapat
disimpulkan bahwa kelebihan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah:
Ø Dapat
mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
Ø Dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan bail dan
benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa;
Ø Dapat
melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis,
analitis dan sistematis;
Ø Mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving)
Ø Adanya
keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sihingga tanpa memakan waktu
yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa.
Dipihak lain
kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah:
Ø Sampel
tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan
banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.
Ø Sifatnya
sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam
cara memeriksanya.
Ø Tes
ini bisaanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya
memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya
relatif besar.
Bentuk tes
uraian dibedakan menjadi 3 yaitu uraian bebas, uraian terbatas dan uraian
berstruktur.
1) Uraian
Bebas
Dalam uraian bebas jawaban siswa
tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan
oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya umum. Melihat karakteristiknya,
pertanyaan bentuk uraian bebas tepat digunakan apabila bertujuan untuk:
Ø Mengungkapkan
pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan
intensitas.
Ø Pengupas
suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak
satupun jawaban yang pasti.
Ø Mengembangkan
daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau
dimensinya.
Kelemahan tes ini ialah sukar
menilainya karena jawaban siswa bervariasi, sulit menentukan kriteria
penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
2) Uraian
Terbatas
Bentuk kedua dari tes uraian adalah
tes uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal
tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan dilhat dari segi:
Ø ruang
lingkupnya
Ø sudut
pandang menjawabnya
Ø indikator
– indikatornya.
3) Uraian
Berstruktur
Soal berstruktur dipandang sebagai
bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan
serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas
memberikan jawaban.
b. Tes
Objektif
Soal-soal bentuk objektif dikenal
ada beberapa bentuk yakni:
1) Pilihan
Ganda
Bentuk soal pilihan ganda dapat
dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah,
seperti, pengetahuan dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Bentuk soal terdiri dari item
(pokok soal) dan option (pilihan jawaban), pilihan jawaban terdiri atas kunci
jawaban dan pengecoh.
Pedoman pembuatan tes bentuk
pilihan ganda adalah :
Ø Pokok
soal harus jelas
Ø Isi
pilihan jawaban homogen
Ø Panjang
pilihan jawaban relatif sama
Ø Tidak
ada petunjuk jawaban benar
Ø Hindari
menggunakan pilihan jawaban semua benar atau semua salah
Ø Pilihan
jawaban angka diurutkan
Ø Semua
pilihan jawaban logis
Ø Jangan
menggunakan negatif ganda
Ø Kalimat
yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes
Ø Bahasa
yang digunakan baku
Ø Letak
pilihan jawaban benar ditentukan secara acak
Ø Penulisan
soal diurutkan ke bawah
2) Benar- salah
Bentuk soal ini memiliki dua
kemungkinan jawaban yaitu benar atau salah atau ya dan tidak. Dalam menyusun
instrumen pertanyaan benar salah harus diusahakan menghindari kata terpenting,
selalu, tidak pernah, hanya, sebagian besar dan kata lain yang sejenis, karena
dapat membingungkan peserta tes dalam menjawab. Rumusan butir soal harus jelas
dan pasti benar dan pasti salah. Hindari pertanyaan negatif seperti kata
“bukan”,
3) Menjodohkan
Bentuk ini cocok untuk mengetahui
fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang
terlibat cenderung rendah.
4) Jawaban
singkat atau isian singkat
Tes bentuk jawaban/ isian singkat
dibuat dengan menyediakan tempat kosong yang disediakan bagi siswa untuk
menuliskan jawaban. Jenis soal jawaban singkat ini isa berupa pertanyaan dan
melengkapi atau isian. Pasokan isian singkat dapat dilakukan dengan memberikan
skor 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah.
2.
Non
tes sebagai alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar
Hasil belajar dan proses belajar
tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi dapat juga dinilai olah alat-alat non-tes
atau bukan tes. Berikut ini dijelaskan alat-alat non – tes:
a. Wawancara
dan kuisioner
1) Wawancara
Wawancara
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari siswa
dengan melakukan Tanya jawab sepihak. Kelebihan wawancara adalah bisa kontak
langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan jawaban lebih bebas dan
mendalam. Wawancara dapat direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara
lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan
kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi,
begitupun dengan jawaban yang belun jelas. Ada dua jenis wawancara, yakni
wawancara terstruktur dan wawanncara bebas.
Dalam
wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga siswa
tinggal mengkategorikannya kepada alternatif jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya
ialah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan untuk
wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa bebas
mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan lengkap
sekalipun kita harus bekerjakeras dalam menganalisisnya sebab jawabannya bisa
beraneka ragam.
Ada
tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara.
Ø Tahap
awal wawancara di mana bertujuan untuk mengondisikan situasi seperti suasana
keakraban.
Ø Penggunaan
pertanyaan dimana pertanyan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan
kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
Ø Pencataan
hasil wawancara di mana dicatat saat itu juga supaya tidak lupa.
Ø Sebelum
melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara,dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
·
Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari
wawancara.
·
Tentukan aspek-aspek yang akan di ungkap
dari wawancara tersebut.
·
Tentukan bentuk pertanyaan yang akan
digunakan.
2) Kuisioner
Kuisioner
adalah suatu tekhnik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis
mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik dari siswa.
Kelebihan kuisioner dari wawancara ialah sifatnya yang praktis, hemat waktu
tenaga dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih
bila pertanyaannya kurang tajam yang memungkinkan siswa berpura-pura. Cara
penyampain kuesiner ada yang langsung di bagikan kepada siswa yang telah diisi
lalu di kumpulkan lagi. Alternatif jawaban yang ada dalam kuisiner bisa juga
ditransformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan data
interval. Caranya adalah dengan memberi skor terhadap setiap jawaban
berdasarkan kriteria tertentu.
b. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur
sikap , nilai, minat dan perhatian, dll, yang disusun dalam bentuk pernyataan
untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuatu
dengan kriteria yang ditentukan.
1) Skala
Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan
atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu
pada suatu titik yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai
rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, bisa dalam bentuk
huruf atau angka. Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah
kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif
jawaban. Adanya kriteria yang jelas akan mempermudah pemberian penilaian. Skala
penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses
mengajar pada guru, siswa, atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti
keterampilan, hubungan sosial siswa, dan cara memecahkan masalah. Skala
penilaian dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh dua orang penilai atau
lebih dalam menilai subjek yang sama. Maksudnya agar diperoleh hasil penilaian
yang objektif mengenai perilaku subjek yang dinilai.
2) Skala
Sikap
Skala sikap digunakan untuk
mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori
sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang dating
kepada dirinya.
Ada tiga komponen sikap yakni:
Ø Kognitif,
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang
dihadapinya.
Ø Afektif,
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut.
Ø Psikomotor,
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk
pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau
ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh karena itu, pernyataan yang
diajukan dibagi ke dalam dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan
negatif. Salah satu skala yang sering digunakan adalah Likert. Dalam skala
Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif,
dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju. Skor yang diberikan terhadap pilihan tersebut
bergantung pada penilai asal penggunaannya konsisten. Yang jelas, skor untuk
pernyataan positif atau negatif adalah kebalikannya.
3) Observasi
Observasi atau pengamatan sebagai
alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun
proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Ada tiga jenis observasi, yakni:
a)
Observasi langsung, adalah pengamatan
yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang
sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
b)
Observasi tidak langsung, adalah
observasi yang dilakasanakan dengan menggunakan alat seperti mikroskop utuk
mengamati bakteri, suryakanta untuk melihat pori-pori kulit.
c)
Observasi partisipasi, adalah observasi
yang dilaksanakan dengan cara pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta
dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati,
sehingga pengamat bisa lebih menghayati, merasakan dan mengalami sendiri
seperti inddividu yang sedang diamatinya.
Observasi untuk menulai proses
belajar mengajar dapat dilakasanakan oleh guru di kelas pada saat siswa
melakukan kegaitan belajar. Untuk itu gurutidak perlu terlalu formal
memperhatikan perilaku siswa, tetapi ia mencatat secara teratur gejaka dan
perilaku yang ditunjukkan oleh setiap siswa.
4) Studi
Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari
secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami kasus tertentu.
Misalnya mempelajari secara khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul
dengan orang lain, anak yang selalu gagal dalam belajar, dan lain – lain. Kasus
tersebut dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Mendalam artinya mengungkapkan semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus
tersebut dari berbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Penekanan yang utama
dalam studi kasus adalah mengapa individu melalukan apa yang dilakukannya dan
bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Datanya bisaa diperoleh berbagai sumbar seperti orang tua, teman dekatnya,
guru, bahkan juga dari dirinya. Kelebihan studi kasus adalah bahwa subjek dapat
dipelajari secara mendalam dan menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan
sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya
hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat digunakan untuk
kasus yang sama pada individu yang lain.
C.
Prinsip,
Tujuan dan Fungsi Penilaian
1. Prinsip
penilaian
a.
Proses penilaian harus merupakan bagian
yang tak terpisahkan oleh proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari
proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction)
b.
Penilaian harus mencerminkan masalah
dunia nyata (real world problem), bukan masalah dunia sekolah (school working
of problem).
c.
Penilaian harus menggunakan berbagai
ukuran, metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi
pengalaman belajar.
d.
Penilaian harus bersifat holistik yang
mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif dan sensori
motorik).
2. Tujuan
Penilaian
a. Penelusuran
(capingstrap), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap
sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun
pelajaran melalui berbagai bentuk penilaian kelas agar memperoleh gambaran
tentang pencapaian kompetensi oleh siswa.
b. Pengecekan
(checking out) yaitu untuk mengecek adakah lemehan- kelemahan yang di alami
anak didik dalam proses pembelajaran. Melalui penilain kelas baik yang bersifat
formal maupun informal guru melakukan pengecekan kemampuan (kompetensi) apa
yang siswa telah kuasai dan apa yang belum d kuasai.
c. Pencarian
(finding out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Guru harus
melalui menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas mencari hal-hal
yang menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif.
d. Peyimpulan
(summing up), yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai
seluruh kompetensi yang di tetepkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan
sangat penting dilakukan guru, khususnya pada saat guru diminta melaporkan
hasil kemajuan belajar anak kepada orang tua, sekolah atau pihak lain seperti
di akhir semester atau di akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor siswa atau
bentuk-bentuk lainya, (chittenden,1991).
3. Fungsi
Penilaian
a.
Fungsi
motivasi, penilain yang dilakukan oleh guru dikelas harus
mendorong motivasi siswa untuk belajar. Latihan tugas, dan ulangan yang
diberikan guru harus memungkinkan siswa melakukan proses pembelajaran baik
secara individu maupun kelompok. Bentuk latihan, tugas dan ulangan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa terdorong untuk terus belajar dan
merasa kegiatan tersebut menyenangkan dan menjadi kebutuhannya. Dengan
mengerjakan latihan tugas dan ulangan yang diberikan siswa sendiri memperoleh
gambaran tentang hal-hal apa yang dia sudah kuasai dan belum di kuasai. Jika
siswa merasa ada hal-hal yang belum dia kuasai ia terdorong untuk
mempelajarinya lagi.
b.
Fungsi
belajar tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan
untuk memantau ketuntasan belajar siswa. Pertanyaan yang harus selalu di ajukan
oleh guru adalah apakah siswa sudah menguasai kemampuan yang diharapkan, siapa
dari siswa yang belum menguasai kemampuan tertentu, dan tindakan apa yang harus
dilakukan agar siswa akhirnya menguasai kemampuan tersebut. Ketuntasan belajar
harus menjadi fokus dalam perancangan materi yang harus di cakup setiap kali
guru melakukan penilaian. Jika suatu kemampuan belum dikuasai siswa, penilaian
harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah semua atau sebagian besar siswa
telah menguasai kempuan tersebut. Rencana penilaian harus disusun sesuai dengan
target kemampuan yang harus dikuasai siswa pada setiap semester dan kelas
sesuai dengan daftar kemampuan yang telah ditetapkan.
c.
Fungsi
sebagai indikator efektifitas pengajaran, disamping untuk
memantau kemajuan belajar siswa, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk
melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil. Apabila sebagian
besar atau semua siswa telah menguasai sebagian besar atau semua kemampuan yang
diajarkan, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar telah berhasil
sesuai dengan rencana. Apabila guru menemukan bahwa hanya sebagian siswa saja
yang menguasai kemampuan yang ditargetkan, guru perlu melakukan analisis dan
refleksi mengapa hal ini terjadi apa tindakan guru yang harus di lakukan untuk
meningkatkan efektifitas pengajaran.
d.
Fungsi
umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh
guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan guru itu sendiri. Umpan balik
hasil penilaian harus sangat bermanfaat bagi siswa agar siswa mengetahui kelemahan
yang dialaminya dalam mencapai kemampuan yang diharapkan dan siswa di minta
melakukan latihan atau pengayaan yang dianggap perlu baik sebagai tugas
individu maupuan kelompok. Analisis hasil penilaian juga berguna bagi guru
untuk melihat hal- hal apa yang perlu diperhatikan secara serius dalam proses
belajar mengajar. Misalnya analisis terhadap kesalahan yang umum dilakukan
siswa dalam memahami konsep tertentu menjadi umpan balik bagi guru untuk
melakukan perbaikan pada proses belajar mengajar berikutnya. Dalam hal- hal
tertentu hasil penilaian juga dapat mendorong dan membantu ketercapaian target
penguasaan kemampuan yang telah ditetapkan.
D.
Sasaran
Evaluasi
Sasaran evaluasi hasil belajar
siswa adalah penguasaan kompetensi. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai:
a)
Seperangkat tindakan cerdas penuh
tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (SK.
Mendiknas No. 045/U/2002).
b)
Kemampuan yang dapat dilakukan oleh
peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan perilaku.
c)
Integrasi domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang direfleksikan dalam perilaku.
Mengacu pengertian kompetensi
tersebut, maka hasil belajar siswa mencakup ranah kognitif, psikomotorik dan
afektif yang harus dikuasai oleh setiap siswa setelah pembelajaran berlangsung
sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun oleh guru.
E.
Tahapan
Evaluasi
Tahapan pelaksanaan evaluasi hasil
belajar adalah penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan
instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi serta
tindak lanjut.
1.
Menentukan Tujuan
Tujuan evaluasi hasil belajar yaitu
untuk mengetahui capaian penguasaan kompetensi oleh setiap siswa sesuai rencana
pembelajaran yang disusun oleh guru mata pelajaran. Kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa mencakup koginitif, psikomotorik, dan afektif.
2.
Menentukan rencana evaluasi
Rencana evaluasi hasil belajar
berwujud kisi-kisi, yaitu matriks yang menggambarkan keterkaitan antara
behavioral objectives (kemampuan yang menjadi sasaran pembelajaran yang harus
dikuasai siswa) dan course content (materi sajian yang dipelajari siswa untuk
mencapai kompetensi) serta teknik evaluasi yang akan digunakan dalam menilai
keberhasilan penguasaan kompetensi oleh siswa.
3.
Penyusunan instrumen evaluasi
Instrumen evaluasi hasil belajar
untuk memperoleh informasi deskriptif dan/atau informasi judgeman dapat
berwujud tes maupun non-test. Tes dapat berbentuk objektif atau uraian, sedang
non-tes dapat berbentuk lembar pengamatan atau kuisioner. Tes objektif dapat
berbentuk jawaban singkat, benar salah, menjodohkan dan pilihan ganda dengan
berbagai variasi: bisaa, hubungan antar hal, kompleks, analisis kasus, grafik,
dan gambar tabel. Untuk tes uraian yang juga disebut dengan tes subjektif dapat
berbentuk tes uraian bebas, bebas terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk
penyusunan instrumen tes atau non-tes, guru harus mengacu pada pedoman
penyusunan masing-masing jenis dan bentuk tes atau non-tes agar instrumen yang
disusun memenuhi syarat instrumen yang baik, minimal syarat pokok instrumen
yang baik, yaitu valid (sah) dan reliabel (dapat dipercaya).
4.
Pengumpulan data atau informasi
Pengumpulan data atau informasi
dalam bentuknya adalah pelaksanaan testing/penggunaan instrumen evaluasi harus
dilaksanakan secara objektif dan terbuka agar diperoleh informasi yang sahih
dan dapat dipercaya sehingga bermanfaat bagi peningkatan mutu pembelajaran.
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan
pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan
maksud guru dan siswa memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang
pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu
kompetensi dasar.
5.
Analisis dan Interpretasi
Analisis dan interpretasi hendaknya
dilaksanakan segera setelah data atau informasi terkumpul. Analisis berwujud
deskripsi hasil evalusi berkenaan dengan hasil belajar siswa, yaitu penguasaan
kompetensi, sedang interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil
analisis hasil belajar siswa. Analisis dan interpretasi didahului dengan
langkah skoring sebagai tahapan penentuan capaian penguasaan kompetensi oleh
setiap siswa. Pemberian skoring terhadap tugas dan/atau pekerjaan siswa harus
dilaksanakan segera setelah pelaksanaan pengumpulan data atau informasi serta
dilaksanakan secara objektif. Untuk menjamin keobjektifan skoring guru harus
mengikuti pedoman skoring sesuai dengan jenis dan bentuk tes/instrumen evaluasi
yang digunakan.
6.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan
menindaklanjuti hasil analisis dan interpretasi. Sebagai rangkaian pelaksanaan
evaluasi hasil belajar tindak lanjut pada dasarnya berkenaan dengan
pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi
pembelajaran yang telah dilaksanakan dan berkenaan dengan pelaksanaan evaluasi
pemebelajaran itu sendiri. Tindaklanjut pembelajaran yang akan dilaksanakan
selanjutnya merupakan pelaksanaan keputusan tentang usaha perbaikan
pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya peningkatan mutu
pembelajaran. Tindaklanjut berkenaan dengan evaluasi pembelajaran menyangkut
pelaksanaan evaluasi dengan instrumen evaluasi yang digunakan meliputi tujuan,
proses, dan instrumen evaluasi hasil belajar.
F.
Analisis
Instrumen
Pengertian
instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur
hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor. Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non-tes. Instrumen bentuk
tes mencakup: tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda,
jawaban singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja (performance test), dan
portofolio. Instrumen bentuk non-tes mencakup: wawancara, angket, dan
pengamatan (observasi).
Sebelum
instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua karakteristik
penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan reliabilitasnya.
Instrumen
dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur. Instrumen untuk mengukur kemampuan matematika siswa
sekolah dasar tidak tepat jika digunakan pada siswa Sekolah menengah. Dalam hal
ini sasaran kepada siapa instrumen itu ditujukan merupakan salah satu aspek yang
harus dipertimbangkan dalam menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek
lainnya misalnya kesesuaian indikator dengan butir soal, penggunaan bahasa,
kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, kaidah-kaidah dalam penulisan butir
soal dsb.
Sebuah Instrumen
Evaluasi Hasil Belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum digunakan untuk
mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil
yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang
baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bisa atau tidak sesuainya
hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang
pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi
demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai
sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain:
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain:
1. Validitas
Sebuah
Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang
dimaksud validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur. Ada tiga aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil
belajar yaitu aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Tinggi rendahnya
validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan
koefisien validitas.
2. Reliabilitas
Instrumen
dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapat
menghasilkan hasil pengukuran yang Ketetapan. Tinggi rendahnya reliabilitas ini
dapat dihitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien
reliabilitas.
3. Objektivitas
Instrumen
evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subjektifitas pribadi dari
si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subjektifitas
yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman
tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus
dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali
dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang
keadaan audiens yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara hanya satu atau dua
kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang objektif tentang keadaan audiens
yang dievaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
4. Praktikabilitas
Sebuah
intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila
bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri: mudah
dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada
audiens mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya
artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang
jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh orang lain.
5. Ekonomis
Pelaksanaan
evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal
tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
6. Taraf
Kesukaran
Instrumen
yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audiens
mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiens
putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena di luar
jangkauannya. Di dalam istilah evaluasi indeks kesukaran ini diberi simbul p yang
dinyatakan dengan “proporsi”.
7. Daya
Pembeda
Daya
pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara
audiens yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audiens yang tidak pandai
(berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan
dengan Indeks Diskriminasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi
menjadi hal yang penting dalam proses belajar mengajar, karena tanpa evaluasi
akan susah sekali mengukur tingkat keberhasilannya. Evaluasi pendidikan
merupakan proses yang sistematis dalam mengukur tingkat kemajuan yang dicapai
siswa, baik ditinjau dari norma tujuan maupun dari norma kelompok serta
menentukan apakah siswa mengalami kemajuan yang memuaskan kearah pencapaian
tujuan pengajaran yang diharapkan.
Dalam
evaluasi pembelajaran terdapat dua bagian penting yaitu sasaran evaluasi dan
tahapan evaluasi. Tahapan pelaksanaan evaluasi hasil belajar adalah penentuan
tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi,
pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi serta tindak lanjut.
Pengertian
instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur
hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor. Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non-tes. Instrumen bentuk
tes mencakup: tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda,
jawaban singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja (performance test), dan
portofolio. Instrumen bentuk non-tes mencakup: wawancara, angket, dan
pengamatan (observasi). Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan
harus memenuhi beberapa kaidah antara lain: validitas, reliabilitas,
objectivitas, pratikabilitas, ekomonis, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Tes
sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa
untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada
umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama
hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidkan dan pengajaran.
B. Saran
Makalah
ini masih mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu, kepada para
pembaca yang ingin mendalami tentang Penyusunan Instrumental Penilaian, setelah
membaca makalah ini membaca dari sumber lain yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Majid
Abdul, 2011, Perencanaan Pembelajaran,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Fuadmje.2011.Instrumen Evaluasi Hasil Belajar,(online),
(http://fuadmje.WordPress.com,diakses 23
November 2014).