Monday, 19 January 2015

Pendekatan Contextual Teaching and Learning


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi, menuju arah yang lebih baik. Pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar peserta didik dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena dalam proses peserta didik kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung berpusat pada pendidik, dan klasikal. Selain itu peserta didik kurang dilatih untuk menganalisis permasalahan, jarang sekali peserta didik menyampaikan ide untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan guru.
Dari beberapa model pembelajaran, ada model pembelajaran yang menarik dan dapat memicu peningkatan penalaran peserta didik yaitu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Pada dasarnya, pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam pembelajaran ini peserta didik harus dapat mengembangkan ketrampilan dan pemahaman konsep untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian penggunaan model pembelajaran CTL perlu diberikan oleh pendidik dalam proses belajar, agar dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik. Belajar dengan model pembelajaran CTL akan mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional. Disamping itu juga akan mampu mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan analitis. Karena itu peserta didik harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berfikir secara kritis dan mandiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Contextual Teaching and Learning (CTL)?
2.      Apa saja tujuan model pembelajaran CTL?
3.      Bagaimana langkah-langkah penerapan model CTL?
4.      Jelaskan komponen-komponen model pembelajaran CTL!
5.      Jelaskan strategi CTL!
6.      Apa saja karakteristik model pembelajaran CTL?
7.      Bagaimana implementasi pembelajaran CTL?
8.      Apa saja perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari model CTL.
2.      Untuk mengetahui tujuan model pembelajaran CTL.
3.      Untuk mengetahui langkah-langkah model pembelajaran CTL.
4.      Untuk mengetahui komponen-komponen model CTL.
5.      Untuk mengetahui karakteristik model pembelajaran CTL.
6.      Untuk mengetahui implementasi pembelajaran CTL.
7.      Untuk mengetahui perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata. Model ini mendorong pelajar membuat hubungan antara materi yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Sesuatu yang baru itu didapat dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata pendidik.
Ada tiga hal yang harus dipahami dalam pembelajaran CTL. Pertama,  CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi.  Kedua, CTL mendorong peserta didik  agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.  Ketiga, mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
MENTRANSFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

B.     Tujuan Model Pembelajaran CTL
Ø  Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya. 
Ø  Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman
Ø  Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa. 
Ø  Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain 
Ø  Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
Ø  Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari 
Ø  Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
C.    Langkah-langkah Penerapan CTL
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya. Secara garis besar langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.       Kembangkan pemikiran siswa dengan cara bekerja sendiri.
b.      Laksanakan kegiatan inquiry.
c.       Kembangkan  sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d.      Ciptakan masyarakat belajar.
e.       Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f.       Lakukan refleksi.
g.      Penilaian.

D.    Komponen-komponen atau Asas Model Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL memiliki 7 asas atau komponen yang melandasi proses atau pelaksanaan pembelajaran, yaitu:
1.      Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi siswa harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalaui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Esensi dari teori kontruksivisme adalah ide bahwa siswa haarus menemukan dan mentransfomasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan mnerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan kaum objektif, yang lebih menekaankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (1) menjadikan pengetahuan bermakana dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2.      Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang produkstif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggaliinformasi baik administrasi maupun akademia; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa; (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki gur; (7)  untuk membangkitkan lebihbanyak lagi pertanyaan dari siswa; (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya.
3.      Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: (1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun; (2) mengamati atau melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,laporan, bagan tabel, dan karya lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman kelas, guru, atau audience lainnya.
4.      Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar didapat dari berbagi anatara kawan, kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang kelas ini, di sekitar sini, juga dengan orang-orang yang diluar sana semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan dalam melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberiyahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberikan usul dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sanagt bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di dalam kelas atasnya, atau guru mengadakan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.
5.      Permodelan (modelling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mngerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana belajar. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberikan contoh temannya, misalnya cara melafalkan suatu kata. Siswa contoh tersebur dikatakan sebagai model, siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai.
6.      Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakng tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelummnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7.      Penilaian Sebenarnya (authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui olehb guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami  kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan  yang tepat agar siswa  agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuanbelajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semester.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya, itulah hakekat penilaian yang sebarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik penilain sebenarnya adalah (1) dilaksanakan selama dan sesuadah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif; (3) yang diukur keterampilan dan performasi, bukan hanya mengingat fakta; (4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat dipergunakan sebagai feed back. Dengan demikian pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari (Nurhadi, Yasin dan Senduk, 2004: 56). Strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

1.        Belajar berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pegetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Dalam pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
2.        Pembelajaran Autentik (Authentic Instruction)
Suatu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3.        Belajar Berbasis Inquiry (Inquiry-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.




4.        Belajar berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya, dan mengkulminasikan dengan produk nyata.
5.        Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktifitas dipadukan dengan materi  pelajaran untuk kepentingan siswa.
6.        Belajar Berbasis Jasa-Layanan (Service Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktu berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.


7.        Belajar Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan.
F.     Karakteristik CTL
Ø  Melakukan hubungan yang bermakna
Ø  Pembelajaran terintegrasi
Ø  Menggunakan berbagai sumber
Ø  Melakukan kegiatan yang signifikan
Ø  Belajar yang diatur sendiri
Ø  Bekerja sama
Ø  Berpikir kritis dan kreatif
Ø  Mengasuh dan memelihara pribadi siswa
Ø  Mencapai standar yang tinggi
Ø  Menggunakan penilaian autentik
G.    Implementasi CTL
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual guru seharusnya melakukan hal-hal berikut.
a.       Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental siswa.
b.      Mempertimbangkan keragaman siswa.
c.       Memperhatikan multi intelegensi siswa.
d.      Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
e.       Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (konstructivism).
f.       Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (inquiry).
g.      Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan fenomena kehidupan sehari-hari.
h.      Menerapkan penilaian autentik (authentict assesment).
H.    Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Model CTL
Ø  Kelebihan
a.       Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

b.      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Ø  Kelemahan
a.       Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.



b.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.


I.       Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
NO
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
CTL
Pembelajaran Konvensional
1
Peserta didik sebagai subjek belajar
Peserta didik sebagai objek belajar
2.
Peserta didik belajar melalui kegiatan kelompok
Peserta didik lebih banyak belajar secara individu
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak
4
Kemampuan didasarkan atas pengalaman
Kemampuan diperoleh dari latihan-latihan
5
Tujuan akhir kepuasan diri
Tujuan akhir nilai atau angka
6
Perilaku dibangun atas kesadaran
Perilaku dibangun oleh faktor dari luar
7
Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya
Pengetahuan yang dimiliki bersifat absolute dan final, tidak mungkin berkembang.
8
Peserta didik bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
Pendidik penentu jalannya proses pembelajaran
9
Pembelajaran bisa terjadi dimana saja
Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas
10
Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara
Keberhasilan pembelajaran hanya bisa diukur dengan tes



DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. (2013). Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.