BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia
dalam mengembangkan dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia,
sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi, menuju
arah yang lebih baik. Pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan
guru untuk mewujudkan proses pembelajaran secara efektif dan efisien yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat.
Kesalahan menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan
yang diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar peserta
didik dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena dalam proses peserta didik
kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung
berpusat pada pendidik, dan klasikal. Selain itu peserta didik kurang dilatih
untuk menganalisis permasalahan, jarang sekali peserta didik menyampaikan ide
untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan
guru.
Dari beberapa model pembelajaran, ada model
pembelajaran yang menarik dan dapat memicu peningkatan penalaran peserta didik
yaitu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Pada dasarnya,
pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam pembelajaran ini peserta didik harus
dapat mengembangkan ketrampilan dan pemahaman konsep untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian penggunaan model pembelajaran CTL
perlu diberikan oleh pendidik dalam proses belajar, agar dapat mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Belajar dengan model pembelajaran CTL akan mampu
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah-masalah serta
mengambil keputusan secara objektif dan rasional. Disamping itu juga akan mampu
mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan analitis. Karena itu
peserta didik harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berfikir secara kritis
dan mandiri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Contextual
Teaching and Learning (CTL)?
2.
Apa saja tujuan model
pembelajaran CTL?
3.
Bagaimana langkah-langkah
penerapan model CTL?
4.
Jelaskan komponen-komponen
model pembelajaran CTL!
5.
Jelaskan strategi CTL!
6.
Apa saja karakteristik model
pembelajaran CTL?
7.
Bagaimana implementasi
pembelajaran CTL?
8.
Apa saja perbedaan CTL dengan
pembelajaran konvensional?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari model CTL.
2.
Untuk mengetahui tujuan model
pembelajaran CTL.
3.
Untuk mengetahui
langkah-langkah model pembelajaran CTL.
4.
Untuk mengetahui
komponen-komponen model CTL.
5.
Untuk mengetahui karakteristik
model pembelajaran CTL.
6.
Untuk mengetahui implementasi
pembelajaran CTL.
7.
Untuk mengetahui perbedaan CTL
dengan pembelajaran konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata.
Model ini mendorong pelajar membuat hubungan antara materi yang dipelajari
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas pendidik
adalah membantu
peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, pendidik
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas pendidik
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi
peserta didik. Sesuatu yang baru itu didapat dari
menemukan sendiri, bukan dari apa kata pendidik.
Ada tiga
hal yang harus dipahami dalam pembelajaran CTL. Pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi. Kedua,
CTL mendorong peserta didik agar
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata. Ketiga, mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual
harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan,
Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui
siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian
kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau
kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh
dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap
permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi,
mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang
bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam
latihan yang realistik dan relevan.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi
dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran
kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama
tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia
nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat
berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam
sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat
penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
MENTRANSFER: Belajar dalam konteks
pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang
telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar
dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.
B.
Tujuan Model
Pembelajaran CTL
Ø
Model pembelajaran CTL ini bertujuan
untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat
diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
Ø
Model pembelajaran ini bertujuan
agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya
pemahaman
Ø
Model pembelajaran ini menekankan
pada pengembangan minat pengalaman siswa.
Ø
Model pembelajaran CTL ini bertujuan
untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain
Ø
Model pembelajaran CTL ini bertujun
agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
Ø
Model pembelajaran model CTL ini
bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi
akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari
Ø Tujuan
pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan
dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi
itu miliknya sendiri.
C.
Langkah-langkah
Penerapan CTL
CTL dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas bagaimanapun
keadaannya. Secara garis besar langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.
Kembangkan pemikiran siswa dengan
cara bekerja sendiri.
b.
Laksanakan kegiatan inquiry.
c.
Kembangkan sifat ingin tahu
siswa dengan bertanya.
d.
Ciptakan masyarakat belajar.
e.
Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran.
f.
Lakukan refleksi.
g.
Penilaian.
D.
Komponen-komponen atau Asas Model Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL memiliki 7 asas atau komponen yang melandasi proses
atau pelaksanaan pembelajaran, yaitu:
1.
Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan
kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Tetapi siswa harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalaui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka
sendiri.
Esensi dari teori kontruksivisme adalah ide bahwa siswa
haarus menemukan dan mentransfomasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan
mnerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan kaum
objektif, yang lebih menekaankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan
konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat diutamakan dibandingkan seberapa banyak
siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan : (1) menjadikan pengetahuan bermakana dan
relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka
sendiri dalam belajar.
2.
Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari
bertanya karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang produkstif,
kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggaliinformasi baik administrasi maupun
akademia; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa;
(4) mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa; (5) mengetahui hal-hal yang
sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
dikehendaki gur; (7) untuk membangkitkan
lebihbanyak lagi pertanyaan dari siswa; (8) untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat
diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dan siswa, antara siswa
dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan
sebagainya.
3.
Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
Pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus
inquiry adalah (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4)
pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah
siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri
adalah: (1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun; (2) mengamati atau
melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,laporan,
bagan tabel, dan karya lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil
karya pada pembaca, teman kelas, guru, atau audience lainnya.
4.
Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar didapat
dari berbagi anatara kawan, kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang kelas ini, di sekitar sini, juga dengan
orang-orang yang diluar sana semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam
kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan dalam
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah,
yang tahu memberiyahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya
yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberikan usul dan seterusnya.
Kelompok siswa bisa sanagt bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan
bisa melibatkan siswa di dalam kelas atasnya, atau guru mengadakan kolaborasi
dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.
5.
Permodelan (modelling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar
bagi guru untuk memberi contoh cara mngerjakan sesuatu, dengan begitu guru
memberi model tentang bagaimana belajar. Dalam pendekatan kontekstual guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa,
seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberikan contoh temannya, misalnya cara
melafalkan suatu kata. Siswa contoh tersebur dikatakan sebagai model, siswa
lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus
dicapai.
6.
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir kebelakng tentang apa-apa yang sudah kita lakukan
dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang dipelajarinya
sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelummnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7.
Penilaian Sebenarnya (authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui olehb guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran yang benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan
bahwa siswa mengalami kemacetan dalam
belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.
Karena gambaran tentang kemajuanbelajar itu diperlukan disepanjang proses
pembelajaran, maka penilaian tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir
semester.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui
hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya, itulah hakekat
penilaian yang sebarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain
atau orang lain. Karakteristik penilain sebenarnya adalah (1) dilaksanakan
selama dan sesuadah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk
formatif maupun sumatif; (3) yang diukur keterampilan dan performasi, bukan
hanya mengingat fakta; (4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat
dipergunakan sebagai feed back. Dengan demikian pembelajaran yang benar memang
seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning
how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi diakhir periode pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari
(Nurhadi, Yasin dan Senduk, 2004: 56). Strategi yang berasosiasi
dengan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.
1.
Belajar
berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pegetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran. Dalam pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata
pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan
masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi
pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan
pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
2.
Pembelajaran
Autentik (Authentic Instruction)
Suatu
pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks
bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah yang
penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3.
Belajar Berbasis Inquiry
(Inquiry-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran
bermakna.
4.
Belajar berbasis
Proyek/Tugas (Project-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran
komprehensif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi
dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam
mengkonstruk pembelajarannya, dan mengkulminasikan dengan produk nyata.
5.
Belajar Berbasis Kerja (Work-Based
Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali
di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai
aktifitas dipadukan dengan materi
pelajaran untuk kepentingan siswa.
6.
Belajar Berbasis
Jasa-Layanan (Service Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang
mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktu berbasis sekolah
untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara
pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan
ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan
dan berbagi keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dalam masyarkat melalui
proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
7.
Belajar Kooperatif (Cooperatif
Learning)
Pendekatan pembelajaran yang
menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi
belajar dalam mencapai tujuan.
F.
Karakteristik CTL
Ø Melakukan hubungan yang bermakna
Ø Pembelajaran terintegrasi
Ø Menggunakan berbagai sumber
Ø
Melakukan kegiatan yang
signifikan
Ø
Belajar yang diatur sendiri
Ø
Bekerja sama
Ø
Berpikir kritis dan kreatif
Ø
Mengasuh dan memelihara pribadi
siswa
Ø
Mencapai standar yang tinggi
Ø
Menggunakan penilaian autentik
G.
Implementasi CTL
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat
mengimplementasikan pembelajaran kontekstual guru seharusnya melakukan hal-hal
berikut.
a.
Merencanakan pembelajaran sesuai
dengan perkembangan mental siswa.
b.
Mempertimbangkan keragaman siswa.
c.
Memperhatikan multi intelegensi
siswa.
d.
Menggunakan teknik bertanya
(questioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan
masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
e.
Mengembangkan pemikiran bahwa
siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja,
menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
(konstructivism).
f.
Mengembangkan sifat ingin tahu
siswa melalui pengajuan pertanyaan (inquiry).
g.
Melaksanakan pengajaran dengan
selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan
pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan fenomena kehidupan sehari-hari.
h.
Menerapkan penilaian autentik
(authentict assesment).
H.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Model CTL
Ø
Kelebihan
a.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak
akan mudah dilupakan.
b.
Pembelajaran lebih produktif dan
mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Ø
Kelemahan
a.
Guru lebih intensif dalam
membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
b.
Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar
dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri
untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa
yang diterapkan semula.
I.
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
NO
|
Perbedaan
CTL dengan Pembelajaran Konvensional
|
|
CTL
|
Pembelajaran
Konvensional
|
|
1
|
Peserta
didik sebagai subjek belajar
|
Peserta
didik sebagai objek belajar
|
2.
|
Peserta
didik belajar melalui kegiatan kelompok
|
Peserta
didik lebih banyak belajar secara individu
|
3.
|
Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata
|
Pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak
|
4
|
Kemampuan
didasarkan atas pengalaman
|
Kemampuan
diperoleh dari latihan-latihan
|
5
|
Tujuan
akhir kepuasan diri
|
Tujuan
akhir nilai atau angka
|
6
|
Perilaku
dibangun atas kesadaran
|
Perilaku
dibangun oleh faktor dari luar
|
7
|
Pengetahuan
yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya
|
Pengetahuan
yang dimiliki bersifat absolute dan final, tidak mungkin berkembang.
|
8
|
Peserta
didik bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
|
Pendidik
penentu jalannya proses pembelajaran
|
9
|
Pembelajaran
bisa terjadi dimana saja
|
Pembelajaran
terjadi hanya di dalam kelas
|
10
|
Keberhasilan
pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara
|
Keberhasilan
pembelajaran hanya bisa diukur dengan tes
|
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. (2013). Model-model,
Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama
Widya.